Bab. 9 : Berubah

496 75 9
                                    

Aku mengerjapkan mataku, berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan. Aku melihat sekitarku, hingga akhirnya mendapati diriku yang tertidur di atas kasur.

Ah, benar juga. Aku sudah pulang.

Terlalu lama di ruang itu, membuatku jadi merasa agak aneh saat bangun tidur. Aku menoleh ke kanan, lalu melihat kasur Solar yang kosong. Teringat dengan kejadian semalam, aku bergegas berlari menuju pintu dan membukanya.

Kupikir, saat kubuka pintu ini. Anak itu sedang tertidur lelap di depan kamar. Nyatanya kosong, dia tidak ada di sini. Tanpa menunggu lama, aku segera turun ke bawah. Benar saja, Solar ternyata sedang tertidur pulas di sofa tanpa selimut dan hanya bermodal jaket.

Aku melangkah mendekatinya, terlihat dirinya yang agak menggigil kedinginan. Entah kenapa, saat aku melihat wajahnya. Perasaan benci langsung merasukiku, bahkan aku sempat berniat untuk menghabisi adikku sendiri.

Namun, sayangnya kasih sayangku terhadap keluarga jauh lebih besar daripada kebencian itu. Aku segera kembali ke kamar dan mengambil selimut miliknya. Lalu, kembali ke bawah untuk memberikan selimut ini padanya.

"Hmm... Abang?"

Ugh, gawat! Padahal aku mau memberikannya secara diam-diam. Tapi anak ini malah terbangun dengan sendirinya.

"A-ambil sendiri."

Tanpa basa-basi, aku segera melempar selimut itu kepadanya dan segera kembali ke kamar.

"Tunggu Abang! Kau belum makan, kan? Ayo makan dulu."

Mendengar ajakan itu, spontan aku menghentikan langkahku. Lalu berbalik dan melihat ke arahnya, mengingat diriku yang belum makan sejak kemarin. Kurasa tak ada salahnya menerima ajakannya.

"Baiklah," ujarku pasrah.

•••

Tak ada suara, hanya keheningan yang menemani kami. Karena waktu masih menandakan pukul 4 pagi, tak heran jika yang lain masih tertidur.

Aku mempercepat makanku, agar bisa segera kembali ke kamarku. Selain itu, agak menyebalkan melihat Solar yang terus menyeringai kecil ke arahku.

"Ada apa?" tanyaku memecahkan keheningan.

"Tidak ada. Hanya saja..." sejenak Solar terdiam, lalu menatap meja dengan ekspresi datar.

"Aku bersyukur kalau kau masih sama seperti dulu."

Salah satu tanganku yang hendak menyuapkan makanan, langsung terhenti ketika mendengar ucapannya. Entah kenapa, kalimat tadi jadi membuatku merasa kesal.

Aku menggenggam sendokku dengan erat dan segera kembali melahap makanan yang ada di piringku hingga habis.

"Itu tidak benar Solar," ujarku menyangkal kalimatnya.

Solar terdiam, lalu menatapku heran. "Apa maksudmu?"

Senyuman sendu terukir jelas di wajahku, tanpa menjawab pertanyaannya. Aku segera merapihkan piring dan bergegas pergi meninggalkannya.

"Maafkan aku Solar," ucapku sebelum pergi.

"Abang?"

Merasa tak mengerti dengan perkataanku, Solar menarik pundakku ke belakang. Sehingga, wajahku yang saat itu sedang murung dapat dilihat jelas olehnya.

"Sepertinya... Aku juga sudah berubah, bahkan kamu juga."

Aku terdiam sejenak, lalu menghela nafas panjang. "Solar yang dulu, tidak pernah sebaik ini dengan saudaranya. Selalu pemalu dan jarang menunjukkan kepeduliannya seperti sekarang."

SANG PAWANA [END S.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang