Duapuluh Empat : The True Villainess

670 131 21
                                    

Rose memandang sendu jeruji besi kecil yang menjadi satu-satunya sumber cahaya di dalam ruangan dingin yang ditempatinya saat ini.

Cahaya yang berasal dari sinar rembulan di sela jeruji besi kecil itu pun sangatlah kecil dan jauh dari kata berarti.

"Dengan ini aku menjatuhi hukuman mati pada Ratu Roseanne Teodor atas percobaan pembunuhan pada istri kaisar beserta calon darah daging kaisar!"

Putusan siang tadi yang diberikan Jethro, suaminya sekaligus Sang Kaisar masih terngiang di kepalanya. Tangis dan rasa sedih yang dirasakannya saat siang kini berganti rasa marah.

Rose benar-benar marah sekaligus kecewa akan putusan yang Jethro berikan padanya, ia benar-benar tak menyangka pria yang sudah berbagi cinta dan kasih dengannya selama lebih dari 5 tahun nyatanya sampai hati menjatuhinya hukuman mati.

Namun yang paling membuat Rose marah, semua yang dituduhkan padanya tidaklah benar adanya. Ia memang pernah berencana menyingkirkan Fasyalla, tapi ia tidak akan melakukan tindakan bodoh dengan meracuni permaisuri itu depan mata Sang Kaisar. Apalagi dengan kondisinya yang tengah mengandung darah daging pertama kaisar.

Rose jelas menyadari bahwa ia telah dijebak oleh seseorang. Dan hanya ada satu nama yang saat ini Rose yakini sebagai dalang atas segala yang sudah terjadi padanya.

"Aku masih tak menyangka, Ratu yang kemarin masih berdiri dengan angkuhnya sebagai orang yang berada di atasku, kini tengah menunggu ajalnya esok pagi."

Mata Rose melotot sempurna, diikuti kedua tangannya yang kini mengepal kuat. Detik selanjutnya, wanita itu langsung berbalik memandang penuh kebencian pintu kayu yang menjadi sumber suara tersebut. Tepatnya, sosok dibalik pintu tersebut.

Dari sela-sela jeruji kecil yang ada pada pintu, Rose dapat melihat seseorang yang mengenakan jubah hitam dengan tudung  yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Namun, dari suaranya ia sangat mengenali suara ini. Suara dari sosok yang sangat ia benci dan ia yakini sebagai dalang dibalik semua yang terjadi padanya.

Begitu sosok itu membuka tudungnya, Rose kini dapat melihat jelas wajah Fasyalla yang tengah memandangnya dengan pandangan meremehkan, dilengkapi senyuman miring pada wajahnya.

"Kamu! Pasti kamu yang sudah merencanakan semua ini!" teriak Rose pada wanita dibalik pintu tersebut, sarat akan kebencian yang tak jauh berbeda dengan sorot matanya saat ini.

Senyum Fasyalla kini semakin lebar, "Karena ini mungkin akan menjadi pertemuan terakhir kita sebelum Anda menjemput ajal besok, maka aku akan dengan senang hati memberikan jawaban atas tuduhan anda, Yang Mulia Ratu."

Rose hanya mampu menggertakkan giginya seraya mengepalkan kedua tangannya, ia jelas menyadari bahwa Fasyalla memberikan penekanan khusus pada 'Yang Mulia Ratu'. Permaisuri itu baru saja merendahkannya.

"Benar, aku lah yang merencanakan semua ini. Aku yang membayar pelayan itu untuk memberikan saksi palsu pada Yang Mulia Kaisar."

Mata Rose lagi-lagi membulat sempurna, begitu mendengar ucapan tersebut. Wanita itu langsung bangkit berdiri dan memukul pintu kayu penjara dengan tubuhnya sendiri, meluapkan amarah yang tengah dirasakannya.

BRAK!

"Kamu! Berani-beraninya!" teriak Rose penuh amarah, masih dengan tubuhnya yang terus mencoba mendobrak pintu kayu penjara. Sosok Ratu yang penuh pertimbang, selalu berpikir rasional dan dapat menutupi perasaannya kini seakan menghilang dari dirinya, amarah benar-benar menguasai akal dan tubuhnya.

"Sekadar informasi, Yang Mulia Kaisar menjanjikan Penobatanku sebagai Ratu selanjutnya pada lusa besok," ucap Fasyalla dengan suara yang terdengar begitu berbunga-bunga.

The Abandoned QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang