Duapuluh Enam : The Crown Prince

781 122 30
                                    

"Lalu, dimana Dwayne?" tanya Rose setelahnya, seraya menoleh kesana kemari, mencari keberadaan Dwayne di sekitarnya.

Baru saja Jevon akan menjawab, terompet perang kembali terdengar. Jevon yang memahami suara tersebut sebagai isyarat, lantas membawa Rose menjauh dari dinding benteng istana.

Sementara Arienne tetap berdiri di tempatnya dan perlahan mengangkat tangannya yang ia arahkan pada benteng istana, dalam hitungan detik benteng tiba-tiba rubuh begitu saja.

Tak lama setelahnya, pasukan berkuda yang dipimpin oleh Dwayne menerobos masuk reruntuhan benteng. Rose tak dapat menahan senyumnya, saat matanya bertemu dengan Dwayne yang langsung turun dari kudanya dan berjalan menghampirinya.

Dwayne lantas memperhatikan Rose dari atas sampai bawah seraya memegang lembut kedua tangannya, begitu menemukan adanya luka gores pada pergelangan tangan wanita itu, ia dengan cepat menggunakan kekuatan sucinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dwayne lantas memperhatikan Rose dari atas sampai bawah seraya memegang lembut kedua tangannya, begitu menemukan adanya luka gores pada pergelangan tangan wanita itu, ia dengan cepat menggunakan kekuatan sucinya.

"Apa aku membuatmu menunggu lama?" tanya Dwayne kemudian.

Rose langsung menggelengkan kepalanya, masih dengan senyum di wajahnya.

"Aku percaya kamu akan datang."

Kedua sudut bibir Dwayne tertarik ke atas, membentuk seulas senyuman pada bibirnya.

"Terimakasih sudah mempercayaiku."

Satu tangannya kemudian mendekatkan punggung tangan Rose pada bibirnya dan mendaratkan kecupan lembut di atasnya.

"Dimana ayahku?" tanya Rose setelahnya, begitu menyadari ia tidak melihat keberadaan ayahnya diantara pasukan yang Dwayne bawa.

"Grand Duke Dallington memimpin pasukan pemberontak tambahan, ayahmu akan segera menyusul nanti."

Dwayne perlahan menyentuh salah satu pipi Rose dan mengusapnya begitu lembut dengan ibu jarinya.

"Rose, aku harus segera memimpin pasukan untuk masuk ke dalam istana."

Rose langsung menganggukkan kepalanya. Ia tentu memahami bahwa Dwayne saat ini juga saling berkejaran dengan waktu dan pasukan tambahan istana kekaisaran.

Dwayne lalu beralih menatap Arienne,"Tolong jaga Rose sampai aku memberi isyarat bahwa semua sudah berada di kendaliku."

Arienne lantas mendekati Rose seraya merangkul lembut pundaknya, "Baik, Yang Mulia."

Setelahnya Dwayne kembali menaiki kudanya dan beralih menatap Jevon.

"Jevon."

Jevon yang langsung memahami isyarat Dwayne lantas menganggukkan kepalanya, sebelum kemudian menaiki kuda yang sudah dipersiapkan oleh prajurit lain.

Dwayne dan Jevon kemudian memimpin para pasukan pemberontak untuk lebih jauh menerobos dan menguasai istana kekaisaran.





***





The Abandoned QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang