Part 16

679 89 46
                                    

"Apa ini rumah mu?" Tanya jessie sembari menatap setiap sudut rumah singto.

Saat ini jessie dan singto memang sudah tiba di rumah singto. Jessie tengah menggendong marwin sekarang.

"Hmm, apa kamu sudah makan siang?" Tanya singto.

"Sudah tadi. Bagaimana dengan mu baby? Apa sudah makan?" Tanya jessie pada marwin.

"Beyum..." Ucap marwin.

"Jaga marwin sebentar, aku akan membuatkannya makan siang" ucap singto sembari berjalan menuju dapur.

Jessie mengikuti singto berjalan ke dapur, ia duduk di kursi meja makan sedangkan marwin ia dudukkan di atas meja makan.

"Dimana mama dan papa mu?" Tanya jessie pada marwin.

"Papa" ucap marwin sembari menunjuk ke arah singto.

"Apa benar papa sing papa mu?" Tanya jessie.

Terdengar bodoh memang, bagaimana bisa ia bertanya pada anak kecil berusia 2 tahun.

"Bukankah sudah ku katakan jika marwin anak ku" ucap singto yang kebetulan mendengar ucapan jessie.

"Kamu benar-benar sudah menikah!?" Ucap jessie.

"Belum" ucap singto singkat.

"Lalu, bagaimana bisa kamu mempunyai anak? Apa kamu menghamili seorang gadis lalu gadis itu memberikan anaknya pada mu?" Tanya jessie.

Singto hanya diam tak menjawab dan lebih fokus pada kegiatannya membuatkan marwin makan siang. Memangnya apa yang harus di katakan oleh singto? Dia tak mungkin mengatakan jika dia sendiri yang melahirkan marwin 'kan?

"Sing..." Ucap jessie.

"Hmm?" Ucap singto.

"Apa benar-benar tak ada kesempatan lagi untuk daddy ku?" Tanya jessie.

Dan lagi singto hanya diam tak menjawab, sejujurnya dia tak membenci krist sedikitpun, singto hanya takut pada krist, takut dia akan di siksa lagi, jika dulu ia di siksa tak masalah, dia hanya sendiri saat itu tapi sekarang dia sudah mempunyai marwin, singto tak ingin mempertaruhkan nyawanya jika kembali pada krist, ia hanya takut ia akan di siksa sampai mati lalu marwin akan kehilangan papanya untuk selamanya.

"Tidak, maaf. Tapi kamu tenang saja. Aku sudah melupakan semuanya, aku sudah memaafkan daddy mu" ucap singto sembari berjalan mendekat ke arah jessie dan marwin.

Singto duduk di kursi samping jessie lalu mulai menyuapi anaknya makan siang.

"Pasti rasanya berat menjadi orang tua tunggal untuk marwin, aku jadi ingat pengorbanan daddy saat membesarkan ku dulu tanpa mommy" ucap jessie saat melihat singto menyuapi marwin.

"Apa kamu pernah bertemu mommy mu?" Tanya singto.

"Tidak, mereka bercerai sejak usia ku 1 tahun hingga sekarang usia ku sudah 20 tahun, mommy belum pernah menemui ku" ucap jessie.

"Apa kamu merindukan mommy mu?" Tanya singto.

"Entahlah, aku bahkan belum pernah bertemu dengannya, aku tak tahu wajahnya seperti apa, tapi jika boleh jujur aku sangat ingin bertemu mommy, wanita yang melahirkan ku" ucap jessie.

Singto menatap ke arah marwin yang sibuk mengunyah makanannya, apa marwin juga akan merasakan hal yang sama jika dia sudah besar nanti? Apa dia juga ingin bertemu dengan daddynya?

"Hey, kenapa anak mu mirip dengan ku saat aku masih kecil dulu? Hanya saja ini versi laki-laki" ucap jessie tiba-tiba.

"Benarkah?" Ucap singto.

"Sebentar" ucap jessie sembari mengeluarkan ponselnya dan mencari fotonya saat baru berusia 2 tahun. Jessie memperlihatkan itu kepada singto.

Singto melihat foto jessie saat masih kecil dulu dan itu sama persis dengan marwin sekarang.

"Ku pikir jika aku mempunyai adik wajahnya akan mirip marwin" ucap jessie lagi.

Singto hanya diam tak menjawab, ia kembali melanjutkan kegiatannya menyuapi marwin.

"Biar aku saja" ucap jessie sembari mengambil alih tempat makan marwin.

"Apa kamu bisa?" Tanya singto tak yakin.

"Ayolah, aku sudah dewasa" ucap Jessie sembari mulai menyuapi marwin.

Singto memilih untuk beranjak pergi dari sana, memasak air membuat minuman hangat untuk tamunya. Saat melihat singto pergi, jessie memotret marwin dan mengirimkan fotonya pada daddynya.

"Lihat aku bertemu siapa?" _ jessie.

"Anak siapa itu?" _ krist.

"Namanya marwin, anak singto" _ jessie.

"Kamu bertemu dengannya?" _ krist.

"Aku bahkan sedang di rumahnya sekarang" _ jessie.

"Jangan menyusahkan singto" _ krist

"Tidak, aku sedang membujuknya agar mau kembali pada daddy"_ jessie

"Lupakan itu, daddy sudah baik-baik saja" _ krist.

"Apa daddy yakin? Singto belum menikah sekarang"_ jessie.

"Jika belum menikah, bagaimana ia bisa memiliki anak?" _ krist.

"Entahlah, ayo berjuang jika masih menginginkan singto. Besok jemput aku di rumah singto"_ jessie.

"Daddy sibuk" _ krist.

"Baiklah, aku tak akan kembali ke thailand sebelum daddy menjemput ku" _ jessie.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya singto sembari menyimpan secangkir teh hangat di atas meja.

"Berkirim pesan dengan teman ku, mereka mengatakan jika malam ini mereka kembali ke thailand" ucap jessie.

"Sebaiknya kamu kembali ke hotel, temui teman mu sebelum mereka meninggalkan mu" ucap singto.

"Aku ingin menginap di sini, apa boleh? Aku masih belum ingin pulang" ucap jessie.

"Dimana paspor dan pakaian mu?" Tanya singto.

"Paspor ku di dalam tas ku, tenang saja" ucap jessie.

"Tidak, aku tak mengijinkan mu menginap di sini, apa kata tetangga nanti jika seorang gadis menginap di rumah ku" ucap singto.

"Kita hanya perlu mengatakan jika kamu calon papa tiri ku" ucap jessie sembari mengedipkan satu matanya.

"Jessie, tolong pulang" ucap singto.

"Tidak, aku lelah dan ingin beristirahat. Apa kamu tega membiarkan gadis kecil seperti ku pulang sendiri? Apa kamu tak takut aku di culik nanti?" Ucap jessie.

"B-baiklah, besok pagi ku antar pulang ke hotel mu" ucap singto.

"Terima kasih, papa" ucap jessie sembari memasang senyum manis.

Singto hanya diam mendengarnya.

















Tbc

The cruel boyfriend ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang