Bab 14 - The Midnight Embrace The Star

6 1 0
                                    

Sabda berjalan santai di pesisian kota. Hiruk pikuk warga Zerka membuat dirinya merasa kecil. Namun, bukan berarti ia ingin menyerah pada apa yang ada dalam dirinya sekarang. Perlengkapan latihan bisbol sudah Sabda cangklok di pundak. Dengan seragam latihan kebanggaan Serka, ransel pemberian Hakku, juga topi kebesarannya, Sabda berjalan dengan langkah semangat.

Sabda memandang jauh ke wajah Zerka yang biru terang dilurubi awan putih. Detak jantungnya berpacu begitu sesakan dada. Sudah tiga tahun, tiga kali musim hujan panjang telah ia lalui tanpa kegiatan yang berhubungan dengan Serka ataupun bisbol. Baginya, rasa sakit itu pun terasa tidak sirna meski selama itu ia tidak mengenangnya. Semua malah terasa semakin mencekik saja.

“Sabda!” panggil seseorang, tidak lain adalah Benuwa. Laki-laki yang sudah tiga tahun tidak ia temui itu kini semakin jangkung, kumis tipis pun tumbuh di atas filtur bibirnya.

“Sabda!” panggilnya lagi sambil berlari dengan wajah haru.

“Hai. Kupikir orang-orang telah melupakan diriku,” kata Sabda sambil mendesis pelan. Matanya yang temaram membuat Benuwa mengernyit.

“Kenapa kau mengatakan hal bodoh seperti itu. Bajingan sepertimu tidak akan pernah Serka lupakan!” pekik Benuwa sembari memegangi kedua bahu Sabda.

“Lalu … kehadiran Karsha itu apa? Hampir tidak pernah kulihat lagi apa pun tentangku di Serka,” ucap Sabda menahan rasa kecewanya. Kedua telapak tangannya mengepal dengan erat. Bola matanya pun tampak memerah.

“Itu bukan karena kami lupa, Sabda. Tapi kami juga ingin kau selalu ingat … bahwa tak akan pernah ada orang sepertimu di Serka!” bisik Benuwa memeluk Sabda dengan lembut. Sesekali ia menjitak kepala Sabda yang tampak tak banyak berubah. Ia tetap Sabda, seseorang yang selalu memancarkan kecintaannya untuk Serka di setiap ucapan juga embusan napasnya.

“Ayo, tidak ada waktu untuk berdiri di sini. Aku yakin Serka, Antarserka juga warga Zerka menunggu dirimu. Menunggu suara mitt kebanggaanmu yang nyaring,” ajak Benuwa sambil menarik tangan Sabda berjalan mengiringi dirinya.

Sabda menunduk, air mata tak mampu ia bendung begitu saja. Akan tetapi, di depan Benuwa, di depan langit yang hari ini begitu cerah. Ia tak mau kalah dengan ingatan tempo hari ketika semua warga Zerka mengutuk kehadirannya.

Telapak tangan Benuwa mendarat di pusat kepala Sabda lalu ia membelainya dengan mesra. “Diramu sangat merindukan dirimu!” bisiknya seraya tersenyum simpul.

“Apa Hakku masih mau menerima diriku?” Sabda menarik napasnya sedikit lebih panjang. “Aku meninggalkan Serka untuk waktu yang lama, Bee!” kata Sabda merintih.

“Kami selalu menunggu dirimu pulang, Sabda!” ucap Benuwa. Sekali lagi, wajah itu hadir dengan sambutan yang sangat hangat.

*****

Angin meniupkan helaian rambut Sabda yang biru gelap nan indah. Berpasang-pasangan mata tak percaya pada apa yang mereka lihat saat ini. Di tengah hamparan tanah merah yang tandus, seorang laki-laki berdiri mengembun kedua bola matanya yang temaram. Anak-anak rambutnya tersibak membuka tabir wajahnya yang tampak pucat. Sosok yang tiga tahun lalu begitu gagah, kini hanyalah laki-laki bertubuh kurus dengan wajah kecewa.

Air mata satu persatu berjatuhan menghantam permukaan tanah merah. Sementara itu, Sabda hanya berdiri tegak meskipun tubuhnya tak sekokoh dulu. Bahunya terlihat merosot, begitu juga kakinya terlihat gemetaran. Memandang dengan sebelah bola matanya yang begitu indah, Sabda melihat banyak kerinduan di tanah Antarserka.

“Sabda, kau kembali?!” seru seluruh anak-anak Serka sambil menyerbu tubuhnya yang tiba-tiba terasa lemas.

Air mata kembali merinai, membahasi seluruh tanah Antarserka. Bagaimana tidak, seorang yang selalu ditunggu kehadirannya itu kini kembali. Seseorang yang selalu mereka rindukan kini datang untuk berlatih bersama seperti sedia kala. Tiga tahun tak pernah mudah bagi anak-anak Serka tanpa Sabda.

[TERBIT] The Midnight Embrace The Star | [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang