Chapter 5

966 108 2
                                    

Malam ini, malam dimana Avan sangat bersemangat untuk pergi kerumah Anin. Ia berharap, semoga Anin dan keluarganya ada di rumah. Karena memang sampai saat ini pun mereka belum bertukar kontak. Jadi, Avan tidak bisa menghubungi Anin untuk sekedar  memastikan apakah Anin dan keluarganya sedang di rumah atau tidak.

Tapi bukan Avan namanya jika tidak nekat dan yakin untuk tetap pergi ke sana. Sebelum ke rumah Anin, Avan menyempatkan untuk pergi ke toko kue terlebih dahulu. Itu hal yang wajar dilakukan setiap laki-laki yang akan berkunjung ke rumah perempuannya.

Apartemen Avan dan rumah Anin sangat dekat. Hanya dalam hitungan menitpun Avan sudah sampai dengan kemeja hitam, celana Abu-abu dan lengan baju yang dilipat sampai siku.

Ia datang menggunakan motornya, karena ia rasa tidak perlu repot membawa mobil hanya untuk perjalanan yang cukup dekat.
Beruntungnya Avan, Anin dan keluarganya memang sedang di rumah dan sepertinya sedang santai.

Semesta sudah mengatur waktunya setepat mungkin.

Avan terlihat sangat dewasa dengan style yang ia kenakan, sopan santun yang ia persembahkan dan kepintaran berkomunikasi yang ia miliki.

Itu semua membuat ayah dan ibunya Anin terlihat enjoy dalam menerima Avan di rumahnya.

"Silahkan diminum dulu nak, sambil nunggu Anin selesai sholat isya."
Ujar wanita berhijab yang usianya terlihat lebih muda dibawah ayahnya Anin.

"Iya Tante, terimakasih" ucap Avan kepada wanita yang sudah dipastikan adalah ibunya Anin.

"Nak Avan asli mana?"

Tanya ayahnya Anin yang sedang menikmati secangkir kopi buatan istrinya.

"Saya asli Bali om, tapi beberapa tahun terakhir ini saya udah stay di Jakarta." Jawab Avan.

Ayahnya Anin terlihat seperti mengerti sesuatu saat Avan menyebutkan Bali sebagai kota asalnya.

Tapi sepersekian detik kemudian, mereka kembali melanjutkan perbincangannya. Avan type laki-laki yang memang bisa memposisikan diri. Dengan siapapun Ia bergabung, pastinya tetap masuk. Seperti saat ini dengan ayahnya Anin.

Meskipun ini baru pertama kalinya mereka membicarakan banyak hal, tapi mereka sama-sama merasa nyaman dan tidak ada kecanggungan. Mengobrolkan soal profesi, hobi, kota asal, sehingga malam ini Avan bisa mengetahui bahwa ternyata ayahnya Anin adalah seorang polisi dulunya. Namun, karena satu dan lain hal ayahnya Anin rela melepas pangkat kepolisiannya.

Avan merasa sangat kagum dengan ketulusan dan pengorbanan ayahnya Anin untuk mendampingi putri sulungnya itu. Dan Avan merasa, suatu saat ketulusan yang dimiliki ayahnya Anin harus Ia miliki juga.

"Ka Avan!"

Panggil seseorang yang perlahan turun dari tangga. Avan yang melihat itu, spontan bangun dari duduknya. Teringat kejadian pagi tadi yang membuat Anin masih terpincang-pincang saat berjalan ke arahnya.

Jujur saja, saat ini Avan sangat ingin menuntun Anin. Tapi tidak mungkin hal itu Ia lakukan tanpa perijinan Anin dan Ayahnya yang sedang berada di hadapannya.

Anin duduk di samping ayahnya dan berhadapan dengan Avan.

"Yaudah, karena Kaka sudah datang. Abi pamit ke belakang dulu ya untuk bantu Umma." Pamit Ayahnya Anin setelah memastikan putrinya duduk dengan tenang.

Anin hanya bisa menjawab 'iya', padahal dalam hatinya ingin sekali berkata kepada ayahnya untuk tetap di sini menemaninya. Pasalnya Anin sangat gugup setiap kali bertemu Avan. Tapi niat Anin menahan ayahnya itu di urungkan. Mana mungkin Ia merajuk kepada ayahnya di depan Avan, dan tidak mungkin juga ia terlihat lemah di depan ayahnya hanya karena salah tingkah.

We Will always be us [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang