Chapter 27

838 100 3
                                    


Entah sejak kapan Avan sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya seharian ini. Bahkan saat malam tibapun dirinya belum bisa menikmati istirahat yang sesungguhnya. Pikirannya berkecamuk hebat memikirkan bagaimana dirinya di hari esok.

Apalagi seharian ini tidak ada pertemuan dengan Anin karena ia harus bekerja hingga malam. Mempersiapkan semua pembahasan untuk besok, mempersiapkan tempat dan banyak hal lagi untuk menyambut kedatangan pak Aro selaku pemilik perusahaan.

Meskipun kurang fokus, Avan tetap profesional menyelesaikan  pekerjaannya sebaik mungkin. Bahkan ia rela tidak bertemu Anin dan belum sama sekali menghubunginya. Bukan tidak mau, tapi memang sedang tidak ada waktu.

Yang terlintas di pikirannya sekarang adalah wajah ibunya, bagaimanapun Avan harus mengabari ibunya tentang persetujuannya untuk bertemu dengan pak Aro. Terakhir jawaban yang Avan berikan pada permintaan ibunya saat itu adalah sebuah penolakan karena dirinya memang belum siap bertemu pak Aro saat itu.

Tapi kali ini dirinya sudah benar-benar siap berhadapan langsung dengan lelaki itu. Siap melihat wajah lelaki yang sudah beberapa tahun lamanya sangat ia benci. Bukan tanpa alasan, tapi karena sekarang dirinya tersadar oleh pernyataan Anin kemarin.

"Dan kamu bisa menjadi ka Avan yang hebat seperti sekarang ini juga karena kejahatan yang pernah pak Aro lakukan dulu"

Kalimat itu terus saja berputar di pikirannya. Benar apa yang Anin katakan, seandainya dulu hidupnya tidak sehancur itu mana mungkin Avan menjadi dirinya yang mandiri, dirinya yang pekerja keras, dirinya yang dewasa seperti sekarang ini.

Tidak ingin menghabiskan banyak waktu lagi, Avan mencari kontak ibunya dan segera menghubungi nya.
Percakapan demi percakapan sepasang ibu dan putranya itu terus berlangsung. Seperti layaknya ibu-ibu lainnya yang menanyakan kabar anaknya, kegiatan anaknya dan banyak pertanyaan lainnya.

"Mah, Avan mau bicara serius."

Ibunya tentu mempersiapkan dirinya untuk mendengarkan hal apa yang akan dibicarakan putranya itu. Mengatur nafas dan bersiap secara antusias di seberang sana.

"Bicara apa nak?" Tanyanya lembut.

Ini saatnya, Avan menyatakan suatu hal yang selama ini selalu menjadi penolakan baginya. Hal yang selama ini selalu ia hindari, hal yang menurutnya sangat ia benci tapi untuk kali ini benci itu dikesampingkan.

"Besok Avan akan bertemu langsung dengan papah"

Apa yang putranya ucapkan itu membuat tubuh wanita paruh baya di seberang sana merasakan desiran dalam dadanya. Ia memastikan bahwa pendengarannya digunakan dengan baik sehingga ia tidak salah dengar dengan apa yang putranya katakan barusan. Salah satu hal yang membahagiakan dalam hidupnya sepertinya adalah pernyataan putranya di malam ini. Karena ia tidak lagi pernah berharap putranya akan mengatakan itu sampai kapanpun, tapi ternyata Tuhan tau setelah harapan itu diikhlaskan justru Tuhan yang mengabulkan.

"Avan siap memaafkan papah dan memperbaiki hubungan dengannya"

Ibunya masih diam. Entah rasa syukur seperti apa yang perlu dilontarkan karena kebahagiaan dalam hatinya. Bagaimana tidak, sesuatu yang dari dulu dihindari, dibenci bahkan hanya kemungkinan kecil untuk memperbaikinya lagi kini akan terjadi dengan tekad dan kemauan putranya sendiri.

Ibu mana yang tidak bahagia saat mendengar putranya akan memaafkan ayahnya sendiri. Meskipun ibunya Avan sendiri masih merasa sakit saat mengingat kejadian itu tapi ia lebih sakit lagi saat mengetahui bahwa putranya begitu membenci ayahnya sendiri. Pencerahan seperti apa yang didapatkan putranya itu sehingga ia menyadari hal besar ini. Anugrah bagaimana yang Tuhan berikan sehingga hati putranya bisa kembali lembut setelah bertahun tahun menjadi keras karena kebencian itu.

We Will always be us [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang