Chapter 6

909 108 6
                                    

Sudah beberapa hari setelah Avan berkunjung ke rumah Anin, dari sejak hari itu sampai sekarang, Avan selalu berkeinginan untuk kembali ke sana. Meskipun hanya untuk sekedar mengobrol, basa basi, bercanda atau hal-hal sederhana lainnya.

Rasanya rumah Anin sangat hangat bagi Avan. Dan ia rasa keluarga Anin juga tidak membuat dirinya merasa sungkan.

Tapi karena jadwal kerjanya selalu padat dan itu membuat Avan belum bisa berkunjung kembali ke rumah Anin. Bahkan Ia tidak tahu bagaimana keadaan kaki Anin yang yang sempat keseleo 5 hari yang lalu. Sampai saat ini, Avan belum juga sempat meminta nomor ponsel gadis itu. Bukan tidak mau ataupun tidak berani, tapi karena terakhir mereka bertemu adalah akhir pekan kemarin.

Avan sempat mencari tahu soal gadis itu di beberapa sosial media, tapi nyatanya belum juga ditemukan. Atau kemungkinan lain, Anin memakai nama samaran di setiap akun sosial medianya. Sehingga sulit ditebak.

Deringan ponsel menghentikan bayangan Avan yang sempat melambung jauh.

"Halo mah?" Ucapnya sambil membenarkan posisi duduknya diatas kursi yang menghadap bebas kearah jalanan yang ramai.

"Nak, besok jadi pulang kan?"
Tanya perempuan dari sebrang sana.
Pertanyaan seorang ibu pada anak lelakinya yang sudah satu bulan ini belum juga kembali ke rumah.

"Jadi mah, besok Aku berangkat sekitar jam 10 pagi ya mah" Jawab Avan meyakinkan.

Ia menyadari bahwa sudah satu bulan ini tidak kembali ke kota asalnya, menemui ibu dan Kaka perempuannya disana.

Bukan karena tidak mau, tapi karena kesibukannya sehingga sulit untuk mengatur waktu istirahatnya.

Bagi Avan, pulang ke pelukan ibu adalah caranya beristirahat dari sibuknya dunia pekerjaan.

Setelah sambungan telepon dengan ibunya berakhir, Avan kembali meminum teh hangat sembari menatap jalanan jakarta yang masih saja padat. Kamarnya berada di lantai atas sehingga setiap malam ia bisa leluasa duduk di balkon sambil menikmati dinginnya angin malam dan melihat indahnya lampu kendaraan yang ramai.

"Anin, Aninn" monolognya. Entahlah, tiba-tiba ia terbayang wajah gadis itu. Gadis yang berhasil membuka kembali hatinya. Ia tidak sabar untuk segera kembali bertemu dengan Anin. Tapi weekend ini sepertinya Ia tidak berkesempatan ke rumah gadis itu karena ia harus pulang ke Bali.

"Tapi ga masalah, masih ada banyak waktu" ucapnya lagi, menenangkan dirinya sendiri.

°°°

"Ka, tunggu sebentar ya. Abi ke toilet dulu."

Anin mengangguk mengiyakan perintah ayahnya. Ia tetap dengan posisi duduknya sambil memainkan handphone di tangannya.

Om Fahri, ayahnya Anin berjalan dengan sedikit terburu-buru untuk segera sampai ke toilet. Namun di tengah langkahnya, om Fahri seperti melihat seorang lelaki yang ia kenal. Hatinya tergerak untuk menghampiri lelaki yang sedang duduk di antara kursi yang masih kosong.

"Avan" panggil Om Fahri seraya menepuk pelan pundak lelaki itu.

"Loh, Om Fahri" jawab Avan yang langsung menoleh kemudian menyalami Om Fahri dengan hormat.

"Sedang apa di sini?" Tanya Om Fahri lagi.

"Saya mau pulang ke Bali om" jawabnya.

"Om sendiri mau kemana?" Avan kembali bertanya.
Matanya melirik ke arah belakang lelaki di hadapannya, seperti sedang mencari-cari sosok seseorang tapi tidak juga ia temui.

"Om mau antar Anin ke Kalimantan. Alhamdulillah, Anin dapet job di private konser ulang tahun salah satu guru SMP nya dulu." Jelas Om Fahri.

Melihat gestur Avan, sebenarnya Om Fahri tahu kalo Avan sedang mencari keberadaan seseorang.

We Will always be us [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang