Chapter 20

823 87 1
                                    

Hari ini sudah memasuki bulan yang padat bagi Anin, padat oleh jadwal perform juga banyaknya persiapan ujian akhir. Besok dirinya sudah harus berangkat ke salah satu kota untuk mengisi acara di sana, lanjut ke kota lain sampai diundang di acara tv untuk penutup di Ahir bulan nanti.

Setiap hari yang ia lalui berkesan apalagi setelah dirinya mengenal cinta yang Avan persembahkan. Apa benar itu bisa dikatakan cinta?

Menjemputnya setiap pagi, mengantar ke sekolah, menjemput dan mengantarnya juga di sore hari. Sesekali menghabiskan waktu berdua di mall atau kafe. Anin bingung, itu semua karena Avan memiliki perasaan lebih padanya yang tentunya selain perasaan sayang Kaka kepada adiknya atau hanya karena Avan nyaman dengan keluarganya saja sehingga membuatnya sering datang ke rumah.

Sampai saat inipun, Anin masih tetap cuek dan terkesan dingin di mata Avan. Meskipun sesekali terlihat manis, tapi juga malu-malu dan salah tingkah dibuatnya. Tapi tetap saja, gadis itu menjadi gadis yang dingin saat bersamanya di depan orang lain.

Tapi setidaknya, jika menghabiskan waktu dan hanya berdua. Anin sudah banyak bercerita, sudah berani mengucapkan kata yang lebih dari iya, yasudah, terserah, oh begitu ataupun kalimat singkat lainnya.

Tidak mungkin rasanya jika Anin tidak luluh oleh Avan. Lelaki yang penuh effort untuk menarik perhatiannya. Menanyakan banyak hal setiap malam, memberikan ruang untuk Anin bercerita, berani menghadapi kedua org tuanya setiap izin membawa Anin keluar, berani bergabung dengan keluarganya meskipun sering sekali dirinya diam saat pembahasan sudah menyenggol ke arah kepercayaan.

Karena Avan berbeda dengannya dan keluarganya. Jadi Avan memilih diam karena memang tidak terlalu paham atas kepercayaan yang Anin dan keluarganya anut.

Terkadang Avan berpikir, kenapa dirinya bisa melabuhkan hati pada perempuan yang entah bisa dimiliki atau tidak nantinya.

"Ka Avan!"

Ucapnya pelan dengan tangan yang menyenggol lengan Avan. Avan yang merasa tergerak itu menoleh ke arahnya.

"Kenapa ngelamun, ayo dihabiskan makanannya" lirihnya. Pelan sekali, sampai yang mendegarpun hanya Avan sepertinya.

Avan yang menyadari itu segera beralih ke mangkuk yang sudah terisi makanan di sana. Ia mengikuti apa yang diucapkan Anin untuk menghabiskan makannya.

"Nak Avan, kemarin Abi baca artikel yang isinya tentang kamu loh"
Ujar Om Fahri ditengah suapan makanannya.

Ya, disini ada om Fahri, tante Neli dan kedua adiknya Anin. Selain Anin dan Avan jga ada keluarga kecil Anin yang berada di sini. Justru orang tua Anin yang mengajak Avan untuk ikut serta makan malam di restoran ini. Menghabiskan waktu bersama sebelum besok dan seterusnya Anin akan menghadapi hari-hari yang sibuk di luar kota.

"Tentang apa bi?" Tanya Avan antusias ingin mendengarkan cerita om Fahri.

"Tentang pengusaha muda yang namanya sebentar lagi akan dikenalkan di publik" jelas Om Fahri membuat Avan menganggukan kepalanya.

"Iya, kemarin sempet ada panggilan ke media tv sama podcast gitu bi. Tapi belum bisa dipenuhi"

"Loh, kenapa?"

Tanya om Fahri penasaran. Acara besar seperti itu saja dipertimbangkan oleh Avan. Padahal jika di setujui itu akan berdampak besar bagi nama pribadi dan juga perusahaannya.

"Saya lagi fokus mengurus segala hal untuk mengahadapi sidang skripsi bi, nanti setelah itu pasti saya penuhi panggilan-panggilan tadi."

Avan menjelaskan itu dan benar adanya bukan tidak mau berbagi motivasi dan menginspirasi banyak orang. Hanya saja waktunya belum tepat untuk saat ini.

We Will always be us [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang