Chapter 4

1K 113 5
                                    

"Yang bener ajah lu suka sama anak SMA?"

Pertanyaan yang terdengar sangat meremehkan bagi Avan. Tapi Avan tidak menghiraukan itu, dia tetap melanjutkan larinya dan meninggalkan lelaki yang berada di belakangnya.

Pagi ini adalah waktu dimana Avan melepaskan otot ototnya yang sempat kaku karena hampir seminggu ini tidak ada istirahat sama sekali. Kegiatan di kantor sangat padat sehingga tidak bisa ditinggal meskipun hanya satu hari.

Tapi di hari Minggu ini, akhirnya dia bisa membebaskan dirinya dari penatnya kepala yang terus memikirkan tentang kerja. Kesempatan ini sengaja ia gunakan untuk lari lepas di pagi hari ini bersama sahabatnya.

Dimas namanya. Sahabatnya dari sejak kecil hingga saat ini menikmati masa-masa menjelang dewasa bersama.

Dimas adalah lelaki asal Bali yang pindah ke Jakarta sejak Avan memulai karirnya di Jakarta. Profesi Dimas saat ini sebagai pelukis yang sudah berhasil menjual karyanya hingga ke luar negeri.

Awalnya Avan sempat mengajak Dimas bekerja dengannya di perusahaan Aroma Jayasentosa, tapi Dimas merasa itu bukan keahliannya. Dia memilih pekerjaan sesuai keahliannya sendiri dan itu berhasil.

Meskipun keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tapi keduanya selalu meluangkan waktu untuk bertemu. Misalnya olahraga bareng seperti pagi ini.

"Van, Lo belum cerita ke gua. Kenapa Lo bisa suka sama anak SMA. Padahal di kantor Lo tuh banyak cewe cantik yang lebih dewasa dan pinter pastinya. Masa sih Lo ga tertarik sama mereka."

Cibir Dimas dengan nafas yang masih terengah-engah akibat mengikuti larinya Avan yang semakin lama semakin kencang.

Saat ini keduanya duduk di bawah pohon yang berada di samping jogging track sambil meluruskan kakinya.

"Gua juga ga tau karena apa. Intinya gua suka aja." Tegas Avan setelah meneguk air di dalam botol yang tadi ia beli.

"Dia punya daya tarik apa?"

Dimas kembali bertanya. Pasalnya, sudah hampir 2 tahun ini Ia baru mendengar sahabatnya membicarakan lagi soal cinta. Itu artinya, hal ini bukan hal yang biasa.

"Kayanya semua orang bakalan suka deh setiap liat dia."

Jawab Avan dengan tebakan. Ia bisa menebak itu karena saat ini dalam bayangannya sudah ada wajah gadis itu. Gadis yang pembawaannya anggun, manis dan lembut sekali.

"Lo udah tukeran kontak?"

Tiba-tiba Dimas bertanya seperti itu. Entahlah, Dimas merasa sia-sia juga jika bertanya apa alasan Avan sahabatnya itu bisa menyukai gadis SMA. Apalagi di pertemuan pertama.

Bukan jawaban yang Avan berikan, tapi gelengan kepala yang membuat Dimas tercengang.

"Terus gimana Lo mau deketin dia? Gimana bisa Lo ketemu lagi sama dia?"

Dimas sedikit Aneh dengan sahabatnya itu, kenapa lelaki setampan dan berwibawa seperti Avan masih saja tidak berani hanya untuk sekedar meminta nomor telepon seorang perempuan, apalagi targetnya kali ini anak SMA.

"Gua pasti ketemu sama dia lagi, kalo semesta mendukung."

Jawab Avan dengan penuh keyakinan, meskipun terdengar pasrah pada kalimat akhirnya.Tentu saja Avan sangat yakin akan kembali bertemu dengan gadis itu. Ia mengetahui asal sekolahnya bahkan alamat rumahnya.

Dan satu hal lagi, Avan masih punya kesempatan berkunjung ke rumah gadis itu atas ajakan yang ayahnya berikan untuk Avan. Rasanya Ia seperti mendapatkan Voucher gratis untuk berkunjung ke suatu tempat.

"Aw!" Pekik seseorang yang membuat Avan dan Dimas menoleh ke arah asal suara.

"Wah, jatuh dari tangga kayanya Van." Tebak Dimas yang belum menyadari bahwa Avan sudah tidak lagi duduk di sampingnya. Avan langsung berlari ke arah asal suara tadi. Bukan apa-apa Ia memang khawatir ada yang jatuh dan butuh pertolongan.

We Will always be us [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang