Bab 2. Daddy, Tante Ini Mommy Aku!

303 20 0
                                    

Lavina memasuki sebuah ruangan sembari mengerutkan kening. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa dibawa kemari, karena petugas keamaan itu tidak menjelaskan apapun lagi.

Setelah duduk di sofa, Lavina baru menyadari bahwa di hadapannya ada seseorang yang duduk bersilang kaki, bersedekap dada, dan sedang menatapnya dengan marah.

Mata Lavina mengerjap-ngerjap.

Bukannya dia om yang tadi sama anak perempuan itu? batin Lavina.

Kenapa dia di sini? Apa jangan-jangan....

Lavina seketika membelalak, lehernya terasa seperti dicekik. Tidak mungkin ia dibawa kemari karena mereka mengira ia yang mencuri tas itu, 'kan?

"Halo," sapa Lavina sembari mengangguk dan melemparkan senyuman termanis yang pernah ia berikan pada orang lain.Ia berharap senyuman itu bisa melenyapkan tatapan tajam pria tersebut darinya.

"Pantas saja gerak-gerik kamu dari tadi mencurigakan. Ternyata kamu seorang pencuri," kata pria itu dengan ekspresi dingin, tersenyum kecut.

Lavina terperanjat. Senyumannya lenyap. "Eh? Pencuri?!" pekiknya dengan suara yang sedikit meninggi. "Maksud Om apa ya? Jangan sembarangan nuduh, saya bukan pencuri!"

Pria berkaos putih itu mendengus. Jaket denim tergeletak di sebelahnya. "Kamu pikir, saya nggak sadar dari tadi kamu merhatiin barang-barang saya?"

Mata Lavina mengerjap. "Jangan fitnah, Om. Fitnah orang nggak bersalah itu dosa."

"Begini, Dek, kami sebenarnya melihat–"

"Dek?" sela Lavina seraya menoleh pada petugas keamanan yang barusan berbicara.

Tatapan Lavina penuh selidik, seolah sedang bertanya Apa di mata Bapak saya ini anak-anak?

Petugas itu mengusap wajah, lalu memindai Lavina yang bertubuh mungil dan mengenakan hoodie kuning kebesaran, celana jeans belel dan rambut sebahu yang tampak acak-acakan.

"Kamu masih sekolah? Kelas berapa? Di mana orang tua kamu?"

"Saya sudah kuliah semester empat, Pak."

"Oh, begitu?"

Lavina mengangguk. Empat bulan yang lalu, tambahnya dalam hati. Setidaknya, ia memang seorang mahasiswi empatbulan yang lalu.

Namun sekarang, ia sudah bukan mahasiswi lagi, ia tidak memiliki biaya untuk melanjutkan kuliahnya dan terpaksa harus cuti.

Dulu Lavina bekerja sebagai pekerja paruh waktu di sebuah cafe, ia membayar biaya kuliahnya dari gaji yang ia dapatkan.

Namun cafe itu gulung tikar, Lavina dirumahkan dan ia belum punya sumber pendapatan baru. Pada saat yang sama ia harus membayar biaya semester berikutnya, tapi Lavina tidak memiliki uang yang cukup untuk melunasi, sehingga ia terpaksa tidak melanjutkan kuliahnya lagi.

Petugas keamanan itu manggut-manggut. "Begini, sebelumnya saya perkenalkan dulu, ini Pak Auriga," katanya seraya menunjuk pria yang duduk di hadapan Lavina.

Oh, namanya Auriga. Lavina membatin seraya melirik Auriga yang masih menatapnya dengan tajam.

"Terus? Kenapa saya dibawa ke sini?" tanya Lavina, yang masih belum mengerti duduk perkaranya dengan jelas.

"Pak Auriga kehilangan tas berisi paspor, tiket, dokumen penting penerbangan, dompet dan sejumlah uang yang tidak sedikit. Tadi kami melihat CCTV dan kamu yang bawa tas itu. Benar?"

"Tas?" Mata Lavina melebar, tubuhnya menegang. "I-itu memang benar, tadi niat saya mau ngembaliin tas itu. Tapi saya bukan pencuri! Tas itu keburu dibawa kabur orang lain."

My Cassanova HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang