Sejin mendiamkannya sejak ucapan Mark 3 hari yang lalu. Gadis itu selalu berangkat pagi dengan bus umum dan menolak ketika Mark menawarkan tumpangan saat pulang.
Sejin tidak menjawab teleponnya ataupun pesan singkatnya. Gadis itu juga mengacuhkannya ketika Mark mencoba bicara. Ini membuat Mark berpikir keras tentang kesalahannya dan mencoba introspeksi diri.
'apa aku menyinggungnya?' pikir Mark.
Lelaki itu akhirnya duduk termenung seorang diri di perpustakaan dan memikirkan ucapannya pada Sejin.
Diam-diam dia juga memikirkan tentang perasaannya sendiri. Mark menyukai Sejin sudah sejak lama tapi dia terlalu takut mengungkapkannya.
Dia tau Sejin menutup hatinya, namun kali ini Mark mencoba mencari celah untuk masuk.Tapi apa yang di takutkan lelaki itu justru terjadi. Sejin tidak bisa menerimanya. Gadis itu akan membencinya sekarang.
Terlalu fokus melamun membuat Mark tidak sadar ada orang lain yang duduk di sampingnya. Mark terlonjak ketika tangan itu menepuk bahunya dan membuatnya refleks menoleh.
"Oh.. Zhong Chenle." Gumamnya.
"Lagi mikirin apa ?"
"Mm.. bukan apa-apa. " Mark mencoba menutupinya. Beruntung dia memiliki teman yang tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain.
"Aku udah beli gedung itu. Kita bisa mulai proyeknya sekarang." Kata Chenle. Mark sedikit terkejut tapi mengingat jika dia senang bicara dengan cucu konglomerat membuat Mark menormalisasi keterkejutannya.
"Mau di buat seperti apa?"
"Itu aku serahkan padamu, aku kan anak bisnis bukan anak desain interior. Kamu yang lebih paham." Alis Chenle naik turun diiringi senyumannya.
Mark dan Chenle adalah teman akrab di kampus. Sebagai sesama orang asing di Korea membuat keduanya bisa saling memahami satu sama lain.
Dan karena mereka memiliki visi yang sama, pada akhirnya keduanya sepakat menjalin kerja sama dalam sebuah ikatan bisnis. Mereka berdua berencana membuka cafe di dekat kampus sebagai bentuk kerja sampingan untuk menambah pengalaman.
Sebenarnya itu baru wacana untuk Mark, tapi Chenle tidak akan pernah membiarkan sebuah rencana bagus hanya berakhir sebagai wacana saja. Lelaki itu langsung merealisasikan rencana Mark.
"Okey, aku akan mencari semua keperluannya nanti. Mungkin butuh beberapa waktu untukku menyelesaikan satu ruangan." Kata Mark.
"Ga masalah. Kalau ada hal yang berhubungan dengan uang, hubungi saja aku."
Mark diam sebentar dengan bibir mengerucut dan wajah berpikir. Lelaki itu kembali bersuara.
"Mm.. sebenarnya ada. Aku butuh pekerjaan."
Satu alis Chenle terangkat.
"Maksudnya kerja part time ??"
Mark mengangguk dengan 2 sudut bibir mengarah kebawah.
"Ya semacam itu. Apakah di perusahaan papamu ada lowongan ? "
Chenle terlihat ragu, dia menatap ke arah rak-rak buku di depannya dan berpikir sebelum kembali menatap Mark.
"Entahlah, biasanya perusahaan hanya menerima yang sudah lulus. Pekerjaannya full time ga bisa part time."
Chenle bisa mendengar helaan nafas Mark yang penuh beban dan itu mengundang rasa penasarannya.
"Kenapa tiba-tiba cari kerja? Papamu kan kaya."
Dari yang Chenle tau, papa Mark memiliki sebuah perusahaan periklanan yang cukup besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not an Ordinary Friend | MARK LEE
FanfictionSejin selalu berpikir, bahwa kebahagiaan itu adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang lain tidak memiliki tanggung jawab untuk membahagiakannya. Tapi ada satu orang yang ternyata dengan suka rela bahkan memaksa untuk ikut andil dalam mengurus kebaha...