26. A New Goal [END]

418 28 0
                                    

Mark mengunjungi rumah Sejin untuk memenuhi undangan makan malam dari mama Sejin.
Sementara Sejin telah menginap di rumah mamanya sejak 2 hari yang lalu.

Sebenarnya ini juga merupakan permintaan Sejin karena sejak kejadian 2 hari lalu Jisung menjadi sangat murung. Sejin ingin Mark menemani adik bungsunya itu dan menghiburnya.

Kemurungan juga masih terpancar dari raut Sejin tapi gadis itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Sementara Jisung memiliki awan mendung lebih tebal dari Sejin. Bocah itu sangat diam dan murung. Mark langsung berinisiatif untuk mendekati Jisung setelah makan malam.

"Hey.. mau main game ??"

Awalnya Jisung hanya melirik Mark tanpa minat, tapi dia sama sekali tidak menolak ajakan Mark.

Jisung mulai bergerak untuk menyalakan PlayStation nya lalu membagi satu joystick untuk Mark.

Melihat itu membuat Sejin tersenyum tipis. Akhirnya Jisung mau berinteraksi dengan orang lain lagi setelah diam selama 2 hari dan membuat Wendy bingung.

Sejin dan Jisung memang tidak cerita apapun pada mamanya. Sejin pikir tidak ada gunanya juga bercerita, itu hanya akan menambah beban pikiran Wendy dan membuat mamanya itu semakin terpuruk.

Seperti kata Mark, Sejin sedang berusaha untuk merelakan. Menerima kenyataan kalau dia telah di tinggalkan, kemudian merelakan papanya pergi dengan orang lain. Dia juga belajar menerima bahwa di hidupnya kini hanya akan ada dia, Mark, mamanya dan juga Jisung.

Belajar untuk berpikiran sederhana lalu berkata 'yaaa sudahlah'  setiap emosinya pada papanya muncul.

Dia tak ingin memikirkan kemarahannya. Karena merasa sakit hati hanya membuat dirinya lelah dan terbebani. Sejin akan membiarkannya mengalir seperti air.

Sejin akui cara ini cukup berhasil. Dengan dia yang telah menerima keadaannya yang sekarang membuat Sejin merasa lebih mudah untuk menjalani hidup.

"Kenapa senyum-senyum? " Wendy meliriknya ketika dia selesai mencuci piring.  Wanita itu mengelap tangannya yang basah kemudian kembali menatap putri sulungnya.

Sejin berjalan mendekat, tiba-tiba menghadiahi ibunya dengan sebuah pelukan penuh kasih.

"Sejin sayang mama."

Wendy terkejut, tapi itu tidak menutupi perasaan bahagianya karena Sejin masih mau mengutarakan kasih sayang padanya.

"Kenapa tiba-tiba? " Wanita itu bertanya keheranan.

"Kenapa memangnya ? Ga boleh peluk mama?"

"Kamu di kasih makan apa sama Mark?? Kenapa jadi manis begini?? "

Sejin tidak menjawabnya. Gadis itu tersenyum lebih lebar dengan pelukan yang semakin mengerat.

"Mulai sekarang Sejin akan bahagiain mama." Itu bukanlah sebuah janji, itu adalah tujuan hidup Sejin mulai sekarang.

"Gimana caranya ??" Wendy memberinya nada menggoda.

Sejin melepaskan pelukannya. Bola matanya mengarah ke atas, menatap langit-langit dapur ketika dia berpikir.

"Mm... Mungkin Sejin mau kasih mama cucu yang banyak biar rumah mama ramai."

Wendy tergelak, begitu juga Sejin. Dia sendiri tidak percaya akan mengutarakan lelucon konyol seperti itu.

"MAAARKKK..SEJIN BILANG MAU BIKIN ANAK YANG BANYAK..." Wendy berteriak dari dapur dan tentu saja Mark bisa mendengarnya.

Lelaki itu sampai menoleh ke arah dapur dan menatap heran pada ibu mertuanya tersebut.

Not an Ordinary Friend | MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang