Mark benar-benar memperlakukannya dengan berbeda setelah ucapannya kemarin. Lelaki itu tidak ragu memeluknya sepanjang malam meski masih agak canggung. Semburat merah muda di pipinya bahkan belum hilang pagi ini.
"Sayang, buatkan aku kopi susu. " katanya.
Panggilan itu sungguh membuat Sejin merinding. Laki-laki yang biasanya menyebut namanya dengan 'hey Sejin' kini panggilan itu telah dirubah dengan satu kata singkat yang membuat seluruh aliran darahnya bergejolak.
"Sayang..." Mark memanggilnya lagi karena Sejin hanya bengong tak meresponnya.
"Hm?? I-iya.. tunggu sebentar. "
Mark duduk di meja makan, menatap materi di dalam laptopnya dengan mulut sibuk mengunyah roti panggang.
"Kamu masuk pagi kan ? " tanya lelaki itu lagi.
Sejin enggan meliriknya, dia hanya bergumam sebagai jawaban.
"Aku libur hari ini, nanti kabari kalau mau pulang ya, aku jemput."
"Ga perlu, aku bisa naik taxi, lagipula setelah ini kamu ke kantor papamu kan ??"
Mulut Mark berhenti mengunyah, lelaki itu menatap Sejin dengan serius bahkan sampai meletakkan kembali roti panggangnya.
"Lee Sejin, kamu sekarang istriku dan aku suamimu, sudah sepatutnya kamu bergantung padaku. "
Sejin berkedip cepat, memutar tubuhnya 45° ke arah Mark dengan wajah janggal. Sebutan istri itu asing baginya, dan menganggap Mark suami juga merupakan hal yang aneh. Rasanya Sejin masih belum siap menerima kenyataan ini.
Gadis itu menunduk menghadap meja, dengan secangkir kopi susu panas di tangannya. Tak ada sanggahan apapun yang keluar dari mulutnya tentang pernyataan Mark barusan. Bukan berarti Sejin menyetujui pernyataan itu tapi karena dia tak ingin memulai perdebatan.
Seperti yang Mark katakan sebelumnya dia benar-benar membuat Sejin bergantung padanya. Mark mengantarkan Sejin tepat di depan gerbang kampus bahkan lelaki itu juga menyelipkan uang saku di jaket Sejin.
Rasanya seperti sedang bermain rumah-rumahan dimana dia adalah istri dan Mark berperan sebagai suami. Ini menggelikan.
"Tunggu." lelaki itu menahan Sejin dengan penggilannya.
Sejin yang sudah berbalik dan berjalan 2 langkah maju terpaksa berhenti dan berbalik. Gadis itu tidak tau apa yang membuat Mark menahannya, dia hanya melihat Mark yang tiba-tiba sudah keluar dari mobil dan berdiri tepat di hadapannya.
Wajah Mark terpantau canggung dengan senyuman yang dia kulum. Semburat merah muda juga menghiasi kedua telinga Mark ketika dia hendak bicara.
"Kenapa ?"
"Aku mau melakukan hal yang wajib di lakukan seorang suami pada istrinya. "
"Hm??" Alis Sejin bertaut dengan kepala sedikit miring kekanan. Dia tidak mengerti apa maksud Mark.
Namun belum sempat dia bertanya lagi, Mark sudah merendahkan tubuhnya, membuat jarak di antara mereka terkikis begitu tipis hingga ujung hidung mereka bertemu.
Semuanya terjadi begitu cepat ketika kedua bibir itu saling bersinggungan lalu berpisah. Hanya sebuah kecupan singkat yang tak Sejin sadari.
Sejin melotot dengan bibir terkatup rapat. Dia terkejut dengan kesadaran setengah melayang, bahkan Sejin masih bertanya di dalam kepalanya tentang apa yang baru saja terjadi.
Wajah terkejut Sejin benar-benar membuat Mark terhibur. Lelaki itu tersenyum dengan tangan terulur ke atas kepala istrinya. Lelaki itu kemudian berkata....
"Jangan nakal di kampus."
Hanya sebuah perlakuan sederhana yang membuat Sejin merasa hampir gila. Jantungnya berpacu melewati batas, aliran darahnya seolah berhenti di wajahnya hingga membuat kedua pipi Sejin menghangat.
Gadis itu sadar wajahnya pasti sangat merah sekarang. Sejin menutup pipinya dengan kedua tangan dan langsung berbalik meninggalkan Mark. Ah.. sialnya gadis itu masih bisa mendengar kekehan Mark dalam radius 3 meter.
"Sial... Kenapa aku jadi salah tingkah." Dia menggerutu di sepanjang jalan dan membuat beberapa orang menatapnya aneh.
Sejin menyadari itu dan akhirnya dia menutup mulutnya rapat-rapat. Dia berjalan menunduk berharap bisa segera menghilang dari sana tanpa menjadi pusat perhatian.
Tapi......
Duk~
Seseorang menjegal kakinya hingga Sejin tersungkur.
Gadis itu terkejut, menatap sepasang kaki yang berdiri di hadapannya. Tatapannya perlahan naik, menatap sang pemilik kaki itu.
"Aku tau aku telah membuat kesalahan dengan melepaskanmu tempo hari. Dan sekarang aku menyesal." Kilatan amarah di mata Park Yera begitu kentara. Dengan tangan bersedekap, dia meludah di hadapan Sejin.
Sejin berdiri dengan wajah gentar. Gadis itu ingin sekali bersikap berani tapi rasa traumanya membuat kaki-kakinya bergetar.
Yera maju satu langkah, mencengkeram dagu Sejin dengan satu tangan dan menariknya hingga gadis itu mendongak.
"Beraninya kalian berciuman di hadapanku."
"Ye-yera... Aku... "
"Aku akan memberimu pelajaran karena telah mencium Mark. Akan aku pastikan wajah dan tubuhmu rusak kali ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not an Ordinary Friend | MARK LEE
FanfictionSejin selalu berpikir, bahwa kebahagiaan itu adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang lain tidak memiliki tanggung jawab untuk membahagiakannya. Tapi ada satu orang yang ternyata dengan suka rela bahkan memaksa untuk ikut andil dalam mengurus kebaha...