Memperlihatkan langit padanya

348 22 0
                                    

Ditha merasa sedikit heran dengan suara teriakan barusan, bukankah itu seperti suara Dylan? Apakah mungkin terjadi sesuatu padanya?

Ditha mencoba untuk berjalan ke lantai bawah akan tetapi Michael sudah mendahuluinya. "Saya harap anda tetap disini dan mengurus tuan Ezra saja, saya akan mengeceknya ke bawah." ucap Michael.

"Oh baiklah." ucap Ditha yang lantas kembali lagi ke kamar Ezra. "Tadi aku juga sempat mendengar suara tawa dari sini, mungkinkah itu suara hantu? Kok aku jadi merinding sih." ucap Ditha mengusap lengannya.

Ia kemudian mengetuk pintunya dan mulai mempermisikan diri.

"Permisi tuan, saya ijin masuk." ucap Ditha sambil melihat ke sekitar, memastikan tidak ada apapun disana dan memang tidak ada yang berubah dari sana.

"Aku membawakan tuan makanan. Ini silakan dicicipi tuan." ucap Ditha yang lantas menaikkan kepala Ezra ke atas bantal hingga dirinya sedikit terdongak kepalanya, dan Ditha mulai menyuapinya.

"Saya ngerasa aja tuan, rumah ini agak angker ya? Masa tadi saya mendengar suara tertawa seorang laki-laki dari kamar ini, tapi tuan jangan merasa takut, nanti jadi keinget terus, pokoknya tuan enggak perlu takut deh, soalnya saya akan selalu menyolati tempat ini kok tuan, supaya hantunya pergi. Bahkan kalau bisa saya bacain ayat kursi terus deh selama ada disini. Supaya jinnya pergi hehe." ucap Ditha sembari terus menyuapi Ezra.

Ezra merasa ingin tersenyum tapi sayangnya ia tahan, ternyata Ditha mendengar juga tawanya tadi. Membuat Ezra jadi menertawakan itu didalam hati.

"Makanan hari ini katanya makanan favorit kedua tuan ya, bibi Mary sangat perhatian dengan tuan. Tuan pasti dulu sangat dekat dengan bibi Mary ya, sampai-sampai membuat bibi Mary selalu ingat dengan makanan favorit tuan." ucap Ditha masih terus menyuapi.

"Aku juga suka dengan makanan ini, sepertinya semua makanan favorit tuan enak-enak....Rasanya aku ingin sekali belajar memasak masakan ini dari bibi Mary, kapan ya aku bisa." ucap Ditha lagi.

Hape Ditha berbunyi. Tentu Ditha langsung melihat ke hapenya dan periksa.

"Bapak kamu udah selesai dioperasi dan keadaannya sekarang baik-baik aja." chat sang ibu. Membuat Ditha merasa lega. "Alhamdulillah ya Allah." ucap Ditha.

"Clemira rindu sama kamu. Katanya ada banyak hal yang ingin dia ceritakan sama kamu." chat ibunya lagi. 

"Emang ada masalah apa bu? Dia masih suka dibully sama teman-temannya?" tanya Ditha didalam chatnya.

Masih belum dibalas, tidak online juga ibunya. Membuat Ditha menaruh kembali hapenya ke meja.

"Kasihan Clemira, biasanya yang jadi teman curhatnya adalah aku, tapi sekarang aku sudah tidak ada lagi disisinya, aku takut dia kenapa-napa. Aku harus telepon dia nanti." ucap Ditha.

Sejujurnya Clemira adalah keponakannya, ibu dan ayahnya meninggalkannya sewaktu dirinya masih bayi, ibunya meninggal sedangkan ayahnya menikah lagi. Clemira dititipkan oleh ayahnya kepada kedua orang tua Ditha.

Awalnya tidak terima tapi lama-kelamaan Ditha sudah menganggapnya adiknya sendiri.
Clemira duduk di bangku kelas 1 SMK sekarang, ia mungkin masih belum terlalu beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya.

Karena dia anak yang pendiam, dan jarang mengobrol. Ia hobi membaca buku, ia juga hobi menggambar. Ia sangat bercita-cita ingin menjadi pelukis terkenal suatu saat nanti. Membuat Ditha seratus persen mendukungnya.

"Apa yang harus aku lakukan supaya membuat dia bersemangat kembali. Apa aku memohon kepada temannya saja untuk menjadi orang yang bisa membantunya disekolah?" tanya
Ditha cemas.

Ia langsung mengirim pesan kepada Clemira saat itu juga, meminta nomor telepon temannya.

Ditha kembali menyuapi Ezra hingga makanan itu habis. "Ah alhamdulillah, tuan sangat lahap memakannya. Terima kasih tuan karena itu cukup memudahkan saya dalam memberikan makan. Saya tidak perlu repot membuang makanan seperti di masa lalu. Ini mungkin terjadi karena makanan ini adalah kesukaan tuan." ucap Ditha.

Ezra sedikit tersenyum. Ditha melihatnya.

"Wah ini pertama kalinya saya melihat tuan tersenyum." ucap Ditha, Ezra membatin.

"Sial aku tak menyadarinya, apakah aku terlihat seperti orang tersenyum tadi?" batin Ezra merasa sedikit malu. Entahlah ia cukup merasa puas atas hal yang barusan ia lakukan kepada Dylan yang mungkin juga menambah semangat dirinya.

"Aku sangat berharap tuan ke depannya bisa berbicara kembali, trauma setelah kecelakaan saat itu membuat tuan tidak bisa berbicara. Makanya aku disini untuk membantu tuan bahkan kalau bisa aku mau menjadi seseorang yang bisa berguna untuk tuan." ucap Ditha.

Ia langsung memberikan segelas air minum untuknya, hingga segelas air itu habis diteguk olehnya. Ditha segera keluar membawa piring dan gelas kosongnya tapi sayangnya Ezra menahan tangannya dan memintanya untuk menunggu. Ezra segera menulis sesuatu di papan.

"Terima kasih, nona Ditha yang cantik." tulisnya.

Membuat Ditha tersipu malu dikatakan seperti itu. "Sama sama tuan Ezra yang tampan." balas Ditha sembari tertawa.

Ditha segera keluar dari kamarnya, lain hal dengan Ezra yang merasa sangat malu saat itu hingga membekap wajahnya ke bantal. "Aku rasa aku mulai gila." ucapnya sepelan mungkin.

Ia pun segera membuka bantalnya dan lihat ke langit-langit kamar.

"Ditha si wanita aneh. Kenapa juga aku harus salah tingkah begini, aku merasa ada yang salah dengan diriku." ucap Ezra, Ditha kembali dan Ezra kembali dalam keadaannya semula, diatas kasurnya.

"Hmm jika kupikir, tuan pasti merasa lelah jika berada terus disini. Apa boleh saya mengajak anda ke balkon tuan? Sekedar menghirup udara segar." ucap Ditha.

Ezra hanya diam saja. Ditha mulai mengangkat tubuh Ezra saat itu dan letakkan dirinya diatas kursi rodanya, dorong kursi rodanya dan buka pintu balkon.

Disana terlihat ketinggian yang ada, sebuah pemandangan dari atas entah itu area samping rumah, taman hingga kolam renang.

Terlihat Dylan yang disana sedang bersama ibunya dalam kegiatan

"Mengusir hantunya" bersama seorang paranormal yang cukup terkenal di daerah itu.

Menciprat-cipratkan air ke sekitar
area rumah itu.

Ezra sedikit heran dengan kelakuan mereka, tak disangka mereka akan sejauh itu menanggapi hal ini.

Jadi membuatnya semakin gemas untuk melakukan hal menarik lainnya. Lain hal dengan Ditha yang terus melihat ke atas langit biru sana.
"Apa yang ia lihat? Hanya langit yang kosong?" batin Ezra heran.

"Tuan, menenangkan ya melihat langit? Ketika saya melihat langit jadi teringat dengan tuhan saya. Semua orang islam dari kalanganku berkata kalau tuhanku berada di atas langit nun jauh disana. Termasuk nenekku." ucap Ditha.

Ezra terdiam sejenak lalu mengambil papan dan menulis. "Nenekmu berada di langit?" tulis Ezra. "Benar tuan, sejak saya tamat SMK meninggalnya." ucap Ditha, Ezra terdiam memahami perkataannya.

"Apa kau merindukannya?" Ezra tiba-tiba menulis itu dan tanyakan padanya.

"Iya tuan, sangat." ucap Ditha tersenyum.

Ditha kembali mendapat balasan dari Clemira. "Buat apa ya mbak? Aku enggak punya teman yang dekat sih mbak disekolah." balas Clemira.

"Udah kamu kasih mbak aja ya cepetan nomornya." balas Ditha. Clemira langsung memberikan nomornya setelah beberapa saat. Ditha baru akan menelepon temannya sudah dikejutkan dengan kehadiran seseorang disana. Seorang pria yang cukup tinggi darinya bahkan setinggi Ezra.

"Aku mengira dia sudah dibuang ke jalanan, ternyata dia masih berada disini. Ayah membayar mahal seorang perawat hanya untuk merawatnya. Membuang waktu sekali." ucap Philip membuat Ditha sedikit sebal mendengar perkataan itu terlontar dari mulutnya.

Tapi apa yang bisa diperbuatnya, ia hanya bisa menunduk dikatakan seperti itu dengan perasaan tidak terima.

Kemilau Hujan Di Hati Anandita (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang