Lelah

231 7 0
                                    

Beberapa saat kemudian.
Ezra terbatuk parah, ia coba bangunkan tubuhnya dari kasur meski sempoyongan. Ia tekan tombol yang mengubah kamarnya dengan segera.

Penuh layar dari hasil rekaman cctv. Tak disangka terlihat Ditha yang sedang dipeluk oleh Michael bahkan kini mereka sedang menuju ke dalam kamarnya, Michael menuntunnya.

"Maaf Ditha.... Aku tidak bisa menjadi pahlawan untukmu... Dylan brengsek... Dia memang bocah yang menyebalkan...." ucap Ezra terbatuk-batuk, ia tekan kembali tombol di kamarnya secara tiba-tiba kamarnya mengubah kembali ke bentuk semula.

Ezra langsung membaringkan dirinya di atas kasurnya, masih terbatuk.
Pintu akhirnya terbuka dan disana terlihat Ditha disana dituntun oleh Michael.

"Kamu benar tidak di apa-apakan olehnya?" tanya Michael pada Ditha. Ditha mengangguk, ia masih sesegukan disana.

Menangis terisak. Ia hanya diam saja saat itu, seakan masih syok dengan yang terjadi barusan. Ia mengalami trauma.

Ezra benar-benar mengutuk hal ini. Ia sangat membenci bocah itu.
Ezra segera menulis di papannya. Lalu berikan pada Michael.

"Biarkan dia pulang." tulis Ezra. Ditha masih terus menyeka air matanya. Sesegukan. Michael mencoba menenangkan dirinya, mengusap bahunya berkali-kali.

"Tuan Ezra mengijinkan kamu pulang lebih awal sekarang, ayo bereskan barang-barang kamu." ujar Michael. Ditha mencoba untuk tersenyum.

"M-makasih..." ujar Ditha masih berguguran air mata. Namun ketika Ditha beberes didekat Ezra, sebuah tangan terangkat dan mulai mengusap air matanya yang terus berguguran, dengan lembut. Tentu Ditha tersentak kaget bahkan matanya melotot saat melihat kalau itu adalah tangan Ezra yang hangat.

"T-tuan bisa menggerakkan tangan? Sendi tangannya udah enggak lumpuh lagi tuan?" tanya Ditha tak percaya. Ezra mengangguk dan tersenyum. Ezra menulis di papan kembali.

"Ini semua berkat bantuanmu... Setiap hari kau membantuku untuk olahraga tangan... Makanya tanganku bisa pulih kembali. Terima kasih padamu, nona Ditha." tulis Ezra membuat Ditha berkaca-kaca matanya. Ia kemudian menangis terharu saat itu.

"Ah... Alhamdulillah ya Allah... Makasih ya Allah.... Doa hamba akhirnya terkabul... Makasih ya Allah..." ujar Ditha. Ezra langsung membatin.

"Maafkan aku yang telah membodohimu selama ini nona Ditha... Aku harap kamu tidak akan membenciku perihal ini suatu saat nanti. Aku sangat berharap di masa itu kamu akan tetap menerimaku seperti yang telah kita lalui bersama selama ini..." batin Ezra tersenyum lirih.

Tangis yang semula berawal dari tangisan pilunya atas perlakuan buruk Dylan berubah jadi tangisan penuh haru atas kebahagiaan dan rasa syukurnya kepada tuhan.

"Tuan Ezra saya pamit pulang dulu ya.... Sampai jumpa besok.." ujar Ditha berpamitan, Ezra mengangguk dan melambai tangan padanya. Ia menulis di papannya dan tunjukkan.

"Tetap semangat nona Ditha..." tulis Ezra sembari tersenyum membuat Ditha balik tersenyum. "Makasih.. tuan juga semangat yaa..." ujar Ditha tersenyum tipis lalu pergi dari sana, meninggalkan Ezra berduaan dengan Michael. Pandangan mata Ezra menajam.

"Tolong kau ajukan laporan ke polisi setempat, tentang apa yang dilakukan oleh Dylan. Lelaki itu memang perlu diberi pelajaran. Bahkan kalau bisa buat dia dipenjara saja." ujar Ezra tersenyum menyeringai.

"Baik, tuan."

"Kita lihat apakah dia mampu keluar dari cengkramanku... Aku benar-benar tidak sabaran melihatnya menangis saat dipenjara..." ujar Ezra lagi.

Membuat Michael terdiam, mendengar perkataannya. Ia berpikir Ezra memanglah seperti itu, apalagi jika menyangkut Ditha.

Lelaki selalu terlihat protektif pada wanita yang merawatnya itu.

Kemilau Hujan Di Hati Anandita (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang