Harapan

167 8 3
                                    

"Tuan memanggil saya?" tanya Ditha selepas membuka pintu kamar Ezra. Ezra langsung menulis.

"Tidak, siapa yang memanggilmu? Kau justru mengganggu tidurku..." tulis Ezra sembari menguap.

"Loh, lalu ini nomor siapa? Ada orang yang mengirim chat ke nomor saya mengaku kalau itu adalah anda tuan... Dia menyuruh saya untuk ke kamar saat ini..." ujar Ditha, Ezra terheran.

Kane memekik kencang. "Dithaaaaa!!!!" Berkali-kali. Suara gaduh terdengar sangat kencang dari bawah.

Teriakan dan tangisan yang sangat kencang hingga membuat Ezea dan Ditha sedikit mendengar.

"Itu suara apa ya tuan... Saya cek dulu..." ujar Ditha langsung keluar dari kamarnya dan mendengar jelas keributan di lantai bawah.

"Dithaaa!!! Kau pembunuhhh! Kau meracuni anakku! Pembunuhhhh!!!" pekik Kane yang tentu saja suaranya sangat terdengar jelas saat itu.

"A-apa maksud.... Kenapa namaku disebut?" tanya Ditha langsung turun dari tangga coba menghampiri keributan itu.

Disana ada Karin, Philips, Dietrich dan paman lainnya berkumpul semua dan Kane.

Terlihat samar-samar Dylan digotong dibawa memakai tandu, pergi dari sana. Dimasukkan ke dalam ambulance. Kane ikut dengan mereka yang membawanya.

"Awas kamu Ditha!!!" pekik Kane kian menjauh.

Ditha ketakutan. "A-apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ditha gemetar.

Semua mata memandangnya kesal.

"Kamu masih bertanya??? Bukannya itu kamu yang membuatnya seperti itu?! Jangan berlagak polos!" tandas Karin.

"Enggak.. Ini fitnah..... Aku enggak akan membuat siapapun celaka. Ini fitnah!" ucap Ditha berkaca-kaca.

Tiada satupun dari mereka yang mempercayai perkataannya. Dietrich langsung menghampirinya dan menamparnya.

"Harusnya sudah sejak awal saya memecatmu!" tandas Dietrich kesal. Air matanya jatuh seketika. Perih... Sangat perih. Semua mata terlihat menajam ke arahnya.

"Sepertinya kita harus menuntutnya." ujar Karin, sang ayah Dylan lantas berkata. "Lebih bagus seperti itu. Bahkan kalau perlu, dengan hukuman yang sangat berat." ujar Roni. Membuat Ditha makin tersudutkan disana.

Dadanya sesak, Ditha berguliran air mata saat masuk ke kamar Ezra. Ezra terkejut saat melihatnya menangis sedalam itu hingga menyerosotkan punggungnya ke dinding kamar.

"Ditha! Kenapa kau menangis?" tulis Ezra. Tapi Ditha tidak kunjung menjawab perkataannya. Ia terus menangis sangat dalam saat itu. Terisak cukup parah.

"Aku takut ya Allah... Dengan tuduhan mereka. Kenapa begitu menyakitkan tinggal di negeri orang, hingga mereka menuduhku melakukan hal yang tidak akan pernah aku lakukan seumur hidup. Aku takut, jika aku menjadi beban bagi keluargaku yang jauh disana... Aku tidak ingin hal semacam ini terjadi...  Aku tidak memiliki uang, aku juga tidak memiliki kekuatan apapun di negeri yang jauh ini... Aku tidak memiliki siapapun ..."

Ezra jadi ikut bersedih melihatnya separah itu menangis. Kenapa dia seolah tidak mampu menceritakan apapun...  Apakah masalahnya serumit itu? Apakah dia melakukan kesalahan lagi yang membuat Kane marah?
Hanya menebak saja yang bisa Ezra lakukan saat ini. Hingga Michael datang ke kamarnya dan membuka pintunya.

"Polisi datang kesini... Untuk menginterogasi nona Ditha." ujar Michael.

"Memangnya apa yang dia lakukan?!" tulis Ezra seolah ingin berontak karena didiamkan terlalu lama oleh Ditha. Gadis itu masih menangis disana, sesegukan.

Kemilau Hujan Di Hati Anandita (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang