Zidan Al-Fatih

72 4 5
                                    

"Allah swt. memang pencipta luar biasa, sampai-sampai mampu menghadirkan
sosok setampan dia." -Zia

•••

Tuhan memang maha kuasa karena bisa mengubah cuaca kapan pun dan di mana pun. Terbukti dari beberapa menit lalu, hujan turun dengan begitu deras, sampai-sampai membuat para manusia enggan keluar dari tempat tinggal jika saja tidak memiliki keperluan di luar rumah. Namun, ajaibnya tiba-tiba air hujan tersebut berangsur mereda dan bergantikan sinar matahari dari atas sana.

Setidaknya mereka dibuat merasa lega karena aktifitas pagi ini bisa berjalan lancar tanpa harus khawatir pakaian akan basah kuyup. Terutama perempuan berpakaian tertutup yang baru saja turun dari dalam bus jurusan Yogyakarta–Cilacap itu.

"Terima kasih, Pak!" ujarnya kepada sang kenek.

Dia lantas berjalan menuju pinggir ruko mixue, menemui seorang wanita berhijab langsung. Di sana beliau terduduk seraya memainkan benda elektronik pipih sebelum terhenti akibat salam dan juluran tangan Zia. Beliau adalah ibu dari perempuan yang mengenakan jilbab pasmina berwarna abu-abu tersebut.

"Mau makan dulu nggak?" tanya sang ibu, membantunya membawakan tas coklat berisikan pakaian ganti selama liburan di rumah.

"Boleh. Mie ayam kaya biasa aja, Mah," jawabnya dengan suara lemah akibat merasa kelelahan. Padahal perjalanan dari Yogyakarta menuju daerah asalnya hanya menempuh tiga jam kurang.

Sosok berkulit kuning langsat itu lalu menaiki motor matic yang diambil alih oleh sang ibu. Mereka berdua lantas menyusuri kota Gombong yang siang itu cukup terik, tetapi sang bayu tetap berhembus pelan sehingga para pengguna jalan merasakan panas dan sejuk secara bersamaan.

Hari itu, perempuan yang memiliki nama lengkap Zia Humaira Safitri sampai di rumah tepat pada pukul 1 siang. Sore harinya, dia harus menjemput seseorang di tempat serupa tatkala dirinya dijemput oleh sang ibu.

"Langsung ke rumah aku aja, deh, ya," kata Zia kepada perempuan berambut panjang sepunggung tanpa jilbab di hadapan raga.

"Oke, gue juga udah capek. Pengen rebahan nanti." Eva Margareta—teman karib satu jurusan Zia di kampus mengipas-ngipas wajah sendiri menggunakan telapak tangan. Dia tak menyangka jika daerah tempat tinggal Zia bisa sepanas ini.

Enggan berlama-lama, kedua kaum hawa seumuran itu lantas bergegas kembali ke kediaman Zia. Mereka beristirahat di kamar yang sama selama berada di desa ini dalam kurun waktu sekitar satu bulan.

Tok! Tok! Tok!

"Zi, nanti malam kamu dateng ke mushola, ya. Diminta sama pamanmu."

Zia langsung memusatkan indra pendengaran pada suara di depan pintu kamar. Itu suara sang ibu. Berselang beberapa detik kemudian, wajah pun menoleh ke sisi kanan, di mana Eva sudah terlelap pulas.

"Kecapean pasti, nih anak," gumamnya sebelum beranjak mengambil handuk lalu beralih menuju kamar mandi di luar kamar.

Tidak terasa, malam pun telah menyapa. Seperti apa kata sang ibu, Zia harus pergi ke mushola sang paman. Entah untuk tujuan apa dia diundang ke sana.

"Assalamu'alaikum ...."

Salam yang Zia dan Eva berikan dengan kompak seketika membuat beberapa penghuni Mushola Al-Ikhlas menoleh, bersamaan dengan jawaban salam barusan.

Bismillah, Kamu Jodohku! {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang