Bahaya

14 2 0
                                    

"Tuhan, faktanya bersama dia memang sekedar fatamorgana."

•••

Zia kira saat kembali ke Yogyakarta hidupnya akan tenang. Namun, perkiraan itu salah besar. Dia justru semakin gelisah dan dirundung perasaan takut semenjak kedatangan Adnan. Entah apa tujuan lelaki itu, tetapi dia terus sahaja berusaha menemuinya.

Seperti hari ini contohnya. Zia kira kemarin Adnan langsung kembali begitu tidak berhasil menemuinya. Namun, ternyata pria tersebut kembali datang dan terus meneror melalui ponsel supaya dirinya segera keluar.

Zia sudah meminta bantuan kepada pemilik kos untuk mengusir Adnan. Namun, sang empu justru datang kesekian kali lalu masuk dan mengetuk pintu kamar Zia.

Jelas hal ini membuat perempuan itu ketakutan. Alhasil, disertai rasa waspada Zia memberanikan diri membukakan pintu. Menemui Adnan yang tampak berdiri di depan kamar sembari membawa sesuatu.

"Kenapa lama banget disuruh keluar doang? Takut, ya?" Pertanyaan Adnan ini terdengar amat menyebalkan bagi Zia.

Jika saja Zia tidak keluar detik ini, maka Adnan akan terus mengganggunya dan berujung mengusik penghuni kos lain.

"Ada apa, Mas? To the point aja." Nada bicara Zia bahkan terdengar kesal. Dia sudah tidak bisa menahan segala gejolak terpendam di benak.

"Buat kamu."

Zia hanya memperhatikan uluran dari Adnan yang ternyata kantung itu berisikan makanan. Awalnya dia enggan menerima, tetapi sang pemberi justru memaksa.

"Belum sarapan 'kan? Tenang aja, bubur itu aman tanpa dicampur apa pun," kata Adnan seolah mengetahui isi pikiran perempuan di hadapan raga.

"Terima kasih kalo gitu. Saya masuk dulu." Baru saja Zia hendak berbalik badan dan menutup kembali pintu kamar, jemari lelaki berkaus hitam polos lengan pendek itu menahan.

Yang membuat Zia semakin jengkel adalah saat dia mencengkeram pergelangannya secara langsung. Hingga kulit mereka berdua bersentuhan tanpa penghalang.

"Maaf-maaf." Adnan spontan melepas cekalan barusan. "Kamu lagi senggang 'kan? Bisa kita bicara di luar?"

Zia bukan perempuan bodoh dan tidak segan apabila menolak permintaan yang menurutnya amat merugikan. Terlebih ini berasal dari sosok yang sebelumnya sudah dia tolak. Pun kini tiba-tiba dia datang menyusul ke Yogyakarta tanpa memiliki tujuan jelas.

Malas membuang waktu, Zia langsung mengunci pintu persegi panjang miliknya. Dia lantas segera menghubungi sang ibu, memberitahunya tentang keberadaan Adnan yang sangat mengganggu.

Zia menceritakan semua kejanggalan Adnan sedari kemarin. Bukan bermaksud membuat orang tuanya khawatir. Akan tetapi, guna mengantisipasi dari sebuah kejadian yang tidak diinginkan setelahnya.

[Dia juga ngasih makanan, tapi belum aku makan.]

[Ngasih apa?]

[Bubur ayam]

Zia menuruti perintah sang ibu untuk jangan menyantap makanan tersebut. Terlebih ketika dia mengintip keluar melalui celah pintu, sosok Adnan masih berada di area parkiran.

Dia duduk seorang diri di bangku kayu sembari memainkan gawai pribadi.

•••

Hari pun cepat berlalu. Masa liburan Zia akhirnya telah usai. Perempuan itu juga sudah mendapat pembagian dosen pembimbing skripsi, sehingga bisa langsung mengajukan judul skripsi. Beruntungnya judul yang dia ajukan mendapat ACC cukup cepat, sehingga langkah awal ini tidak terlalu menjadi beban.

Namun, baru sahaja Zia ingin menidurkan diri setelah usai menjalankan sholat dzuhur, sebuah pesan masuk. Kedua matanya dibuat terbelalak begitu membuka pesan yang dikirim oleh Adnan.

Memang, beberapa hari ini Zia sudah tidak berhubungan lagi dengan lelaki itu. Bahkan dia telah menghapus nomor Adnan dan tidak pernah merespon setiap kiriman pesannya.

Akan tetapi, kali ini berbeda. Dia langsung mengirim spam chat ke sang ibu sembari menahan air mata. Sebelum beberapa menit kemudian dia berakhir dihubungi oleh wanita itu dan berujung saling panik satu sama lain.

"Tunggu mamah. Mamah sama yang lain bakal ke sana. Kunci pintu kamarmu dan lapor ke pemilik kos."

Niat tidur siang itu seketika sirna. Dia merasa amat waspada, sehingga dirinya langsung memblokir nomor Adnan dan justru keputusan tersebut berujung fatal.

"Mamah, tolong ...." Zia bersembunyi di balik selimut saat ketukan pintu terdengar beberapa kali.

Pesan yang Adnan kirim sekitar dua jam lalu masih saja terus terngiang. Pesan tersebut berisikan ancaman jika lelaki itu akan menghampirinya lagi disusul sebuah foto yang tidak sama sekalk pantas dilihat.

"Zia?"

Deg!

Zia membeku. Sebisa mungkin dia membungkam mulut lalu mengirim spam chat kesekian kali kepada sang ibu. Seharusnya dia bukan mengurung diri di kamar, melainkan pergi ke kos teman untuk berlindung di sana.

"Aku tau kamu di dalam. Buka atau aku dobrak?"

Zia semakin panik. Dia berharap tetangga kamarnya bisa membantu. Ingin berteriak pun enggan menimbulkan kegaduhan yang berarti, mengingat Adnan mengancam akan berbuat hal nekad apabila dirinya melakukan tindakan gegabah hanya untuk menghindari darinya.

Zia tidak mengerti, apa yang Adnan inginkan.

Tiba-tiba Zia teringat sesuatu. Dia akan meminta bantuan kepada sang pemilik kos. Sialnya, diri melupakan satu hal. Seluruh keluarga pemilik kosnya sedang pergi, teringat akan pesan ibu kos di grup yang di mana wanita itu baru akan kembali sekitar dua hari lagi.

Ting! Ting!

Zia terlonjak kaget ketika panggilan masuk terdengar, terlebih nada dering barusan cukup keras. Kemungkinan bisa terdengar juga oleh seseorang di luar kamar.

Tok! Tok! Tok!

Tanda bahaya semakin berbunyi nyaring. Kini Zia sudah tidak memiliki cara apa pun untuk bisa terbebas dari Adnan yang ternyata sedang mabuk---diketahui dari sang empu yang mengirim pesan menggunakan nomor baru.

[Buka pintunya, Cantik.]

[Mas cuma mau ketemu dan liat wajah kamu sebelum balik ke Semarang.]

Kemudian disusul foto wajahnya yang tampak teler dan kedua mata sayu. Zia tak habis pikir, ternyata selama ini sosok Adnan tidak sebaik perkiraan.

Hingga napas Zia dibuat tercekat kala pintu yang dia kunci dari dalam terbuka paksa. Sosok Adnan kini berdiri tepat di depannya seraya memegang ponsel di jemari kiri.

"Halo, Zia?"

Tubuh Zia bergetar hebat. Dia spontan menjerit saat Adnan maju lalu nyaris menerkam raganya. Beruntung perempuan itu gesit beranjak lantas berlari ke luar kamar. Dia mendapati satu teman kosnya hendak mengambil air wudu di keran area dapur umum.

Dia memandang Zia heran, sebab wajahnya yang terlihat ketakutan sembari berderai air mata.

"Eh, Mba kenapa?" tanyanya.

Dengan suara tercekat, Zia merespon, "Ada yang mau lukain aku." Kemudian dia melanjutkan lari keluar area kos. Tempat tujuan berlindung paling aman sekarang adalah warung makan langganan terdekat.

Orang-orang yang menyaksikannya pun dibuat heran, sama seperti perempuan yang akan mengambil air wudu tadi.

"Zia?!"

Sumpah demi apa pun, detik itu jua Zia menangis lepas. Dia bisa bernapas lega begitu ibunya datang bersama dua orang lain---sang kakek dan Zidan.

•••

TBC ⊱🌟

Bismillah, Kamu Jodohku! {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang