Bab 9 Menikah

43 5 3
                                    

Waktu semakin bergulir tanpa bisa ditahan.

Besok hari adalah hari pernikahan Raisa dan Jason.

Hari ini di rumah Raisa tengah banyak orang yang membantu memasak. Di daerahnya semua tetangga akan berdatangan untuk membantu dan sangat peduli jika ada tetangganya yang akan hajatan atau acara apa pun. Sifat gotong royong masih berlaku di daerahnya.

Saat itu Raisa tengah duduk di ruang tamu sambil bermain dengan keponakannya. Sementara ibunya tengah mengobrol dengan kerabat bapaknya yaitu paman satu-satunya Raisa yang dari luar kota sekaligus tamu undangan.

Di dunia ini Raisa punya saudara kandung paman, kakak dan bapaknya. Ibunya meninggal saat dia masih SMP. Lalu saat dia kelas tiga SMA, bapaknya menikah lagi dengan tetangganya yaitu ibu tirinya yang sekarang. Setelah itu lahirlah adik tirinya berjenis kelamin laki-laki. Saat ini masih kelas dua SMA.

Memang, Raisa tidak punya banyak keluarga. Hidupnya mungkin bisa dibilang sebatang kara. Apalagi sudah ditinggal kakaknya ke Garut ikut istrinya. Dengan pamannya pun dia tidak begitu kenal.

Kadang, ada masa dia tidak nyaman hidup di rumah ibu tirinya itu apalagi kalau ibunya itu lagi mode harimau.

Saat ibunya itu memarahi adiknya atau lagi marah sama bapaknya.

Kadang dia pun pernah mendapat imbasnya yaitu ibu tirinya berubah sikap padanya. Sering memasang muka judes.

Kadang dia pun ingin sekali pergi dari rumah itu. Namun, dia bingung harus pergi ke mana.

Akan tetapi kebaikan ibu tirinya pun juga banyak. Salah satunya menjaga, merawat, dan membimbingnya. Mengalirkan pemahaman agama kepada dirinya.

Sejak SMP, SMA dan sampai sekarang, di belum pernah tenggelam dalam dunia kenakalan termasuk pacaran.

Dari ibu tirinya juga, dia mendapatkan pemahaman bahwa pacaran itu haram.

"Pacaran itu kegiatan rugi. Dipegang-pegang, disayang, tapi kalau udah bosen dtitinggalin."

Raisa memegang teguh prinsip dari ibu tirinya itu. Walaupun kadang pro dan kontra selalu menghujam dirinya.

Kadang dia pun sering dikatai jomblo akut dan nggak laku saking enggak pernah ada cowok yang dekat dengannya.

Namun, Raisa tak pernah menghiraukan walaupun kata-kata itu sangat menyakitinya.

Raisa mendekati ibunya yang sedang mengobrol dia ikut gabung walaupun hanya menyimak obrolan saja.

"Mudah-mudahan acaranya lancar ya, Mba," ucap pamannya itu.

"Iya, makasih doanya,"

Setelah itu obrolan pun berubah menjadi ceramah yang ditujukan kepada Raisa.

"Nanti kalau sudah nikah, ingat! Seorang istri harus bisa menjaga aib suaminya. Tidak boleh kamu bicarakan kekurangannya kepada siapa pun termasuk orang tua kamu sendiri."

"Dan istri pun harus menuruti perintah suami, selagi perintah itu baik dan tidak melenceng."

Raisa hanya mengangguk sambil meresapi ucapan pamannya itu. Ibunya pun sama. Mereka seperti tengah memerhatikan ustadz yang sedang kultum.

Sementara Di dapur orang-orang tengah sibuk dan sesekali terdengar obrolan yang dibubuhi tawa.

Di luar pun pegawai dari WO tengah sibuk menghias dan mempercantik pelaminan untuk besok.

Sebenarnya Raisa tak begitu antusias terhadap acara resepsi. Awalnya dia hanya ingin pernikahan sederhana saja. Akad dan satu ganti baju.

Namun, ibu tirinya beda pendapat. Dia ingin acaranya sama persis yang biasa di lakukan tetangganya kalau hajatan. Bahkan dia ingin lebih bagus dari biasanya.

Mengadakan resepsi, hiburan, tamu undangan yang banyak dan segala macam tek-tek bengek.

Raisa tidak bisa mengganggu gugat keinginan ibu tirinya itu. Jadi dia ikutan saja.

Saat itu obrolan pun berhenti karena ada temannya Raisa yang mengantarkan kue pernikahan pesanannya.

"Kuenya mau disimpan di mana?" kata temannya bernama Iza.

Belum sempat menjawab, ibu tirinya ikut menimbrung dan mengatur.

"Di luar saja, supaya kelihatan nanti sama orang. Sayang kan kue sebagus ini disembunyikan," kata ibunya sambil memberikan isyarat.

"Di sini aja,"

Ibunya menunjukkan wilayah kosong di samping kanan pelaminan.

"Tinggal dikasih meja,"

Di sana tidak ada meja karena sudah dipakai semuanya.

Raisa pun ingat bahwa di belakang rumahnya ada meja yang lumayan bagus. Tinggal ditutupi kain saja untuk menutup kerusakannya. Dia pun meminta bantuan pada orang sekitar untuk memindahkannya.
Dia hanya ingin cepat selesai.

Benda itu pun sudah dirapikan. Iza pun mengambil kue di mobil dan meletakkan di atas meja itu.

Setelah dirapikan, akhirnya tampilannya terlihat cantik dan menawan.

"Tuhkan bagus!!" ungkap ibunya sambil berbinar.

Raisa pun ikut senang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raisa pun ikut senang. Setelah diperhatikan memang cantik juga tampilannya sesuai dengan yang diabayangkan. Dia pun merasa puas dan bahagia sekali.

Iza pun kini tengah sibuk memoto hasil karyanya itu untuk dokumentasi.

Setelah beres memfoto dia pun pamit untuk pulang.

"Makasih, ya Ra. Udah percayakan kue pernikahannya ke aku, semoga lancar nikahannya. Nggak nyangka akan secepat ini,"

"Iya, sama-sama. Makasih udah bikin kue sebagus ini. Aku suka banget. Terus, makasih juga doanya."

"Kemarin aku udah titipkan uangnya ke mama kamu, udah keterima?"

"Udah Ra, udah aku pake buat modal lagi, hehe."

"Oh iya, nggak apa-apa. Kalau udah memang harus kayak gitu."

"Kalau gitu aku pamit ya, dah!"

Iza pun berjalan dan meninggalkan Raisa.

Raisa pun memerhatikan temannya itu saat masuk mobil sampai benar-benar pergi.

Tak lama, ada beberapa rombongan ibu-ibu. Mereka adalah tamu undangan yang akan ke rumahnya. Setelah itu, Raisa pun berjalan cepat menuju ibunya yang masuk ke dalam untuk memberi tahukan.

Supaya segera bersiap diri menyambut tamu itu.

.....

Bersambung...




KALAU SUDAH JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang