Labirin Kehidupan

939 9 1
                                    

Malam ini aku, ibu dan ayah sedang makan malam bersama, dengan lauk seadanya. Kita mengobrol dan bercerita banyak sekali pada malam ini. Aku bersyukur sekali dikala orang laib membutuhkan kasih sayang orang tua dan aku sudah mendapatkannya sedari kecil.

"Agnes, sarapan dulu sini, ibu sudah masak nasi goreng untuk kamu, sekalian untuk bekal juga." Ucap ibuku sembari merapihkan piring untukku dan ayah

"Iya bu." Jawabku sambil menghampiri ibu yang sedang bersama ayah. Aku sangat menikmati momen ini, sungguh.

Pagi ini aku berjalan kesekolah bersama temanku, lily. Dia bercerita bahwa dia akan dikuliahkan di universitas favoritnya. Aku sedikit cemburu, aku tidak pernah mengobrol tentang perkuliaha bersama ibu dan ayahku.

Istirahat pun tiba, aku memakan bekal yang sudah dipersiapkan ibu tadi pagi. Lily kembali menceritakan tentang dia yang akan dikuliahkan oleh keluarganya. Aku sedikit muak mendengar itu, namun aku harus tetap mendengarkan dan menghargai lily

***

Malam ini, seperti malam biasa. Aku, ibu, dan ayah makan malam bersama. Tapi malam ini aku sedikit murung, jujur saja aku selalu kepikiran cerita lily tadi. Aku juga ingin kuliah di universitas impianku, tapi aku sadar kita bisa makan saja sudah bersyukur.

Ayah sepertinya sadar bahwa aku sangat murung malam ini, dia mencoba menyadarkanku, lalu dia berkata "maaf ya, ayah belum bisa janjiin kamu untuk kuliah seperti teman - teman kamu yang lainnya, ayah akan bekerja lebih keras lagi agar kamu bisa ayah kuliahkan di universitas impian kamu."

Aku kaget sekali mendengar perkataas ayah, sungguh. Bagaimana bisa ayah tau apa yang sedang aku pikirkan? Apakah ayah bisa membaca pikiranku? Aku benar benar bingung, tetapi aku harus bersikap tenang.

"Iya yah, gapapa kok, kita bisa makan seperti ini aja agnes udah seneng banget kok yah." Jawabku sembari tersenyum.

Ayah tersenyum mendengar itu, lalu ayah mengusap kepalaku dan berkata "Terimakasih ya, kamu sudah mengerti keadaan ayah dan keluarga kita. Ayah janji sama agnes, ayah bakal kuliahin agnes di univertas yang agnes mau." Aku tersenyum mendengar itu.

Ibu yang mendengar percakapan kami hanya tersenyum dan sepertinya sendikit terharu dengar percakapan kami, jujur saja aku juga sedikit terharu.

***

satu bulan telah berlalu, aku menjalanu hari - haru seperti biasa. Aku sedang jalan untuk pulang menuju rumah bersama lily, kami mengobrol banyak hal dijalan. Pandanganku tiba - tiba teralihkan, banyak sekalu kerumunan dipinggir jalan, sepertinya korban tabrak lari, karena aku dan lily ingin tahu ada apa, kami mendekat, pandanganku tiba - tiba membeku dan tidak percaya dengan apa yang aku lihat, dan reflek aku memeluk tubuh ayah, banyak sekali darah mengalur dikepala ayah.

"Ayah? Bangun yah!" Mataku mulai bergetar, aku benar - benar terkejut dengan apa yang telah terjadi. Tubuhku lemas sekali, aku dipegangi oleh lily dan orang - orang, melangkah mengikuti blankar yang sudab ada ayah diatasnya, jalan melewati lorong rumah sakit yang sangat luas.

Saat ayah dimasukan kedalam ruang ugd, aku tak henti - hentinya menangis, Ibu tiba - tiba menghampiriku sambil menangis. Rasanya baru tadi pagi aku, ibu, dan ayah masih mengobrol dan sarapan bersama, tapi suasana sekarang benar - benar berbeda, berubah seratus delapan puluh drajat.

"Kenapa? Kenapa bisa kaya gini, agnes? Kenapa?" Tanya ibu, aku langsung memeluk ibu, membiarkan tangisan ibu pecah didalam pelukanku.

Sudah satu malam, ayah masih belum sadar juga. Ibu sangat ingin sekali masuk kedalam ruang ugd, tapi tidak diizinkan oleh perawat dan ada beberapa hal yang sangat mengejutkan, ternyata satu bulan belakangan ini ayah menambah pekerjaannya, agar aku bisa berkuliah.

"Ibu, bagaimana bisa ayah melakukan itu demi aku?" Tanyaku yang sedikit frustasi dengan pernyataan yang ibu berikan kepadaku.

"Ayah sendiri yang mau seperti itu agnes, ayah pikir selama ini dua tidak pernah membuat kita bahagia." Jawab ibu, mendengar itu aku semakin sesegukan, aku sangat marah mendengar itu, padahal ayab selalu berusaha membuat kita bahagia dan itu selalu berhasil.

Ibu berjalan mendejati ruang ugd yang sudah ada ayah disana, dan ibu duduk dibalik pintu itu, "Ayah, Ibu sedih ayah ada didalam sana. Ayah bangun ya?" Ucap ibu dengan isak tangisnya. Sedih, hancur rasanya. Hari - hari yang biasanya hangat, berwarna dan penuh tawa itu, hancur seketika.

Sekarang sudah jam 6 pagi, ayah masih belum sadar juga. namun, ayah sudah bisa dijenguk secara bergantian. Aku termenung disamping ayah, sambil memegang tangannya. "Ayah, bangun, aku sama ibu kangen senyum dan ketawa ayah,"
"Ibu dari semalam nangis terus yah, bahkan saat tidur ibu mengigau nama ayah."

Ayah mengalami trauma otak, kata dokter pun tubuh ayah sangat keras terbentur mobil itu, wajah ayah terlihat sangat lebam. "Ayah, biarin aku yang disini yah. Aku gabisa lihat ayah seperti ini." Ucapku sembari diiringi tangisan.

Sekarang giliran mama untuk menjenguk ayah, aku keluar dan aku berniat untuk membeli sarapan. Tiba - tiba saja ibu berlari dari dalam ruangan ayah, "Agnes, ayah sudah sadar, nak!" Teriak ibu, sungguh, aku sangat menantikan itu.

"Ayah? Ini aku agnes," ucapku sambil tersenyum. Ayah hanya mengangguk dan berkata, "Iya sayang, maaf sudah bikin agnes dan ibu khawatir." Ucap ayah sambil tersenyum dibalik masker oksigennya.

"Makanya, ayah harus sembuh ya? Biar ibu sama agnes ga khawatir." Ucap ibu.

"Ayah pasti sembuh, bu. Pasti." Jawab ayah.

"agnes," kini ayah mengalihkan pandangannya kearahku.
"Anak ayah yang paling cantik, kamu sekadang sudah besar, jagain ibu terus ya? Jangan pernah kamu menyusahkan ibu, ya sayang?" ucap ayah, mendengar itu aku menangus sejadi - jadinya. Aku jarang sekali menangis, aku selaku berharap jika aku menangis itu akan menjadi tangisan bahagia, nyatanya tidak sama sekali.

"Bu, ayah titip anak ayah satu - satunya sama ibu ya? Agnes anak yang baik, anak yang benar dianugrahi Tuhan untuk kita. Tolong peluk agnes selalu, ya? Jangan biarkan dia sedih sendirian."

"Terimakasih kalian terlah lahir dihidup ayah, ayah sayang sekali sama kalian berdua." Setelah berkata seperti itu, ayah menutup matanya kembali. pelan sekali, seperti orang yang sedang mengantuk.

"Ayah? Ayah bangun, yah!" Aku lemas sekali, setelah memastikan bahwa nadi ayah sudah tidak terasa lagi. Ibu terjatuh lemas dan pingsan.

Saat dokter datang, aku langsung tertunduk lemas. menyadari bahwa tubuh ayah sudah tidak bisa bergerak lagi, bagaimana bisa itu terjadi hanya semalam dan tanpa aba - aba?

Selesai memakamkan jasad ayah, aku dan ibu pulang bersama. Aku melihat ibu yang sedang tidur dengan mata yang sembab. Aku duduk dipinggir kasur, disamping ibu. Lalu aku tak sengaja melirik kelemari dan menemukan sepucuk surat dengan uang didalamnya.

"Agnes, ayah ingin sekali kamu berkuliah nanti. Ayah sedang mengumpulkan uang untuk kamu. Ayah tidak tahu ini akan terkumpul berapa, semoga bisa cukup untuk kamu kuliah ya.

dari ayah, untuk agnes."

Setelah membaca itu aku menangis dan aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan berkuliah dan belajar sekeras mungkin.

*5 tahun kemudian*

"Ayah, aku sudah bisa berkuliah dan sekarang aku sudah menjadi pengacara. Ayah, terimakasih atas segalanya yang telah ayah berika kepada agnes dan ibu selama ini, agnes sayang sekali sama ayah." Ucapku sembaei diiringi tangisan, tangisan sedih dan kebahagiaan.

END

Nama : Yasmin Anazela Nurjanah
Absen : 35
Kelas : 9.10

cerpen IX.10Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang