Radix malorum est cupiditas: akar dari segala kejahatan adalah keserakahan.
Keduanya duduk dengan tenang di kursi, hanya diam, tak ada pembicaraan sama sekali. Jake bergumul dengan pikirannya sendiri, sedangkan Jongseong menatap sedih pada ramen yang mulai membengkak. Pemuda Park itu menghela napas panjang, berusaha mengeluarkan ketidaknyamanan yang ada pada perasaannya.
"Baiklah, daripada terbuang, aku akan menghabiskan makanan ini," ucap Jongseong.
Meskipun rasanya tidak seenak sejak pertama kali dibuat, tetap saja dengan lahap ia memakan ramen itu. Sesekali melirik ke arah Jake yang masih terpaku, sembari menikmati ramen yang telah dibuat. Kemudian ia tertawa kecil di tengah kegiatan mengunyah ramen, perut Jake yang berbunyi menandakan bahwa lelaki itu tak lagi dapat menahan laparnya lebih lama. Pun ekspresi Jake yang malu, membuat Jongseong menatapnya lebih lekat.
"Kalau tidak mau akan kuhabiskan," godanya.
Lantas Jake pasrah. Ia memajukan sedikit badannya, meraba meja untuk menemukan di mana ramen itu berada. Namun Jongseong malah sedikit menjauhkannya, mempermainkan pemuda itu sambil tersenyum nakal.
"Mau kusuapi?" Lagi-lagi Jongseong menggodanya, menimbulkan semburat kemeran di pipi Jake yang samar-samar mampu ia lihat.
"Kau gila?!" bentak Jake tanpa sadar, bahkan ia terkejut dengan ucapannya sendiri.
Lelaki itu memejamkan matanya sejenak, takut jika Jongseong akan marah. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik, pemuda yang lebih tinggi dari Jake ini malah mengusak rambut lawan bicaranya, kemudian menyerahkan mangkuk berisi ramen itu. Dengan bantuan Jongseong, Jake meraih mangkuk itu, menikmati makanan sederhananya sampai habis tak bersisa. Setelah melegakan tenggorokannya dengan secangkir minuman, ia bersandar di kursi itu lagi, terdiam seolah tumbang. Mungkin sudah merasa kenyang, perutnya menerima makanan dengan baik.
"Rasanya pasti sedikit tidak enak karena kau menunda makan terlalu lama," ucap Jongseong.
"Karena kau ada di sini," sahut Jake singkat.
Jongseong berpaling menatap lelaki ini dari samping, menelisik wajah Jake yang teduh.
"Kalau aku tidak ada di sini, dengan siapa lagi kau akan hidup?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Jongseong membuat Jake sedikit terhenyak. Fakta bahwa ia tak memiliki siapa-siapa lagi adalah hal yang menyakitkan. Lelaki manis ini menunduk, menyembunyikan wajahnya yang kembali menampilkan gurat kesedihan.
"Karena kau membunuh Han ahjumma," tutur Jake, terdengar tajam dan menohok meskipun ia berbicara pelan.
Jongseong manggut-manggut, tak lagi ingin membahas. Beralih mengambil peralatan makan kotor yang tadi mereka gunakan, membawanya ke tempat pembersihan.
"Sejak dulu keinginanku adalah membunuh wanita itu, dan memang sudah sepantasnya ia mati," ucap Jongseong sembari melangkah pergi.
Jake sendirian. Dahinya berkerut memikirkan ucapan Jongseong barusan. Ia berdiri, mengikuti kemana langkah kaki Jongseong yang ia dengar. Hingga Jake berhasil meraih sebuah lengan, membuat langkahnya terhenti, pun juga orang itu, Jongseong.
"Kau mengenal Han ahjumma?"
"Selingkuhan ayahku," jawab Jongseong dengan santai.
Penuturan pemuda itu membuat Jake menutup mulutnya dengan kedua tangan, terkejut dengan hal yang ia dengar. Dengan cepat ia menggeleng, menampik ucapan Jongseong yang ia rasa sangat tidak mungkin. Suara air mengalir mampu ia dengar, juga peralatan makan yang beradu untuk dibersihkan. Jake masih dalam posisinya, sedangkan Jongseong sibuk dengan kegiatannya mencuci alat makan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE: BLESSED KARMA | JAYKE
Fanfic⚠️ Top: Jay | Bottom: Jake ⚠️ 🔞 adult scenes | violence | harsh words | suicide & murder | drugs 🔞 Sang Domini tidak tidur, Ia mampu mendengar setiap penuturan makhluk-Nya, termasuk caci maki yang diutarakan oleh Jay pada lelaki bernama Jake yang...