Tarde venientibus oss: hanya tersisa tulang-belulang bagi mereka yang terlambat datang.
Lama sekali rasanya Jake tidak menginjakkan kaki di sini, menghindari Heeseung adalah keputusan yang ia buat sejak satu tahun lalu. Lelaki manis ini berdiri dengan canggung di depan meja kasir, menunggu ahjussi memindai harga barang yang dibelinya.
"Heesung bilang dia masih sering mengirim beberapa kebutuhan untukmu, benar begitu?" tanya ahjussi.
Jake mengangguk tipis. Tak bisa dipungkiri jika pemuda tersebut masih berbuat baik padanya, meski mereka tidak bertemu, meski tanpa kabar sama sekali.
"Maaf jika kau tidak bisa lagi bermain bersama Heeseung. Hampir setahun belakangan ini, ibunya sakit dan harus dirawat di rumah sakit kota, dia jarang sekali pulang," ucap ahjussi dengan sedih.
Jake mengerutkan dahinya. Untuk kali pertama ia mendengar berita ini, tak tahu sedikitpun jika ahjumma tengah dirawat di rumah sakit. Ia pikir dirinyalah yang menghindari Heeseung, namun ternyata, memang ada alasan yang membuat mereka sama-sama saling menjauh.
"Ahjussi menjaga supermarket sendirian?" tanya Jake, ia hanya basa-basi.
Ahjussi mengangguk. "Ya, aku hanya menjaga supermarket sampai jam lima sore. Aku butuh lebih banyak waktu istirahat karena sudah tua," jawabnya dengan tawa khas.
Jake hanya manggut-manggut tanda paham. Ia membungkuk hormat setelah melakukan pembayaran, kembali pulang ke unit apartemennya. Kali ini, ia hanya sendiri, berbekal tongkat miliknya. Jangan tanya Layla ada di mana, anjing itu tengah tertidur pulas setelah kenyang menyantap makanannya.
Setibanya di unit apartemen, Jake langsung menata selusin telur yang baru saja ia beli di supermarket ke tempat seharusnya. Kemudian ia duduk di mini bar, dengan secangkir air putih di tangannya. Pikirannya menerawang pada Heeseung, sedikit merasa bersalah karena dirinya tidak hadir di saat waktu sulit pemuda itu. Bahkan saat Heeseung masih disibukkan dengan merawat ibunya, pemuda itu masih sempat mengirimkan beberapa barang untuk Jake, menggantungnya di knop pintu tanpa berbicara apa-apa.
"Maafkan aku, hyung," gumam Jake.
Ditegaknya air putih itu sampai habis, melegakan tenggorokannya yang terasa kering. Lalu ia sibuk dengan urusannya sendiri, melakukan entah apa itu, agar pikirannya kembali tenang.
***
Dua orang itu saling berhadapan di dalam sebuah ruangan. Salah satu di antara mereka sibuk membaca beberapa berkas yang berserakan di atas meja, sementara yang lain duduk dengan patuh sambil menunduk. Tak ada percakapan antara keduanya, senyap, hanya detak jam dinding memecah kesunyian.
"Kau benar-benar ingin bebas dalam waktu dekat?" tanya pria berseragam itu.
Lawannya mengangguk. "Ayolah, tolong pertimbangkan itu. Berapa lama lagi aku harus menunggunya? Kau tidak muak jika aku harus merengek seperti ini setiap hari? Jake sudah berpisah dengan ku dalam waktu yang lama," ucapnya kesal.
Pria bertubuh gempal yang berstatus sebagai petinggi kepolisian itu menelisik tajam pada pemuda di hadapannya, Jay. Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya tertawa keras. Tubuhnya bersandar di kursi, melipat kedua tangan di dada.
"Kukira kau akan patuh berada di sini bersama pamanmu," ujar polisi itu.
Jay mendecih, lalu berucap dengan pelan. "Dia bahkan sibuk dengan teman-temannya yang lain."
Polisi itu menghela napas panjang, kembali mengubah posisinya. Tubuhnya condong ke depan, dengan kedua tangan yang tertaut di depan mulut.
"Apa yang bisa kau berikan untukku?" tanya si polisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE: BLESSED KARMA | JAYKE
أدب الهواة⚠️ Top: Jay | Bottom: Jake ⚠️ 🔞 adult scenes | violence | harsh words | suicide & murder | drugs 🔞 Sang Domini tidak tidur, Ia mampu mendengar setiap penuturan makhluk-Nya, termasuk caci maki yang diutarakan oleh Jay pada lelaki bernama Jake yang...