Suara hujan yang jatuh dengan derasnya di atas atap sejak jam 3.00 dini hari membuat tubuhku semakin meringkuk di atas kasur. Merapatkan selimut menghindari dari rasa dingin. Rumah dengan arsitektur bebahan kayu jati tak mampu meredam suara berisik hujan, namun tak mengganggu lelapnya Tidurku. Aku menggeliat menarik selimut dan memeluk gulingku dengan erat. Rasa dingin semakin menusuk jika hujan turun.
Sinar matahari masuk melalui jendela kamar yang terbuka lebar. Aku segera bangkit merentangkan kedua tanganku, melakukan peregangan agar otot rileks. Aku menguap lebar sembari membereskan kasurku. Aku tak pernah meninggalkan kamarku dalam keadaan berantakan.
Usai mandi dan berpakaian yang nyaman, ku rapikan rambut pendekku ini, memakai skincare dasar hingga sunscreen ke wajahku, menyemprotkan parfum dan tak lupa memakai kacamataku.
Aku keluar kamar menghampiri papa yang sedang membuat sarapan. Aku segera duduk menunggu papa meletakkan piring yang sudah ia isi makanan.
"Pagi pa" sapaku sebelum duduk.
"Pagi champ" jawab papa.
Champ, adalah panggilan khusus dari papa padaku sejak aku kecil. Aku hanya tinggal berdua dengan papa, ia adalah ayah beserta ibu bagiku. Papa pekerja keras dan sangat menyayangiku. Ia memilih hidup berdua denganku dan tak ingin menikah lagi.
"Halo bos" Paman Joy menepuk pundakku.
"Pagi paman" kataku menyapanya. Paman joy adalah satu-satunya keluarga kami, dia adalah adik kandung papa sekaligus orang kepercayaan papa. Ia tinggal bersama anak istrinya hanya 1 km dari rumah kami.
"Kamu ikut ke lapangan?" Tanya paman memperhatikan penampilanku. Aku sudah mengenakan kemeja panjang dengan kaos hitam di dalamnya, mengenakan celana hitam cudroyku.
"Ya, aku mau lihat proses panennya" jawabku. Hari ini aku akan ikut papa dan paman ke kebun anggur yang akan melakukan panen.
Aku duduk di kursi belakang. Kami menaiki mobil jeep papa menuju lokasi. Papa adalah petani, ia memiliki hampir setengah tanah di desa ini. Papa seorang bos dengan banyak karyawan yang bergantung padanya. Papa mencoba menanam anggur kali ini di lahan 4 hektar. Ini percobaan pertama papa menanam anggur. Aku pun penasaran bagaimana hasilnya.
Kami menjelajahi jalanan desa yang asri. Aku membuka jendela mobil, merasakan udara pagi yang sejuk sehabis hujan.
Sejak kecil aku tinggal di desa ini. Aku lahir dan besar disini, tak ada yang tak ku tahu tentang hidup di perdesaan. Aku juga berteman dengan hutan. Sebagian tanah yang papa punya, selain untuk bisnis papa juga tetap melindungi hak makhluk tuhan yang lain. Papa mempertahankan hutan lindung untuk kelangsungan hidup hewan.
"Champ, mau coba?" Tanya papa ketika kami sudah di ladang anggur. Aku mengambil satu biji anggur dari tangan papa. Aku merasakan manis dimulutku, ku acungkan kedua jempol pada papa. Papa pun mengangguk puas.
Aku ikut memetik anggur yang sudah waktunya panen, walau papa melarang namun aku tetap melakukannya. Aku suka menghabiskan waktuku dengan ikut bekerja bersama karyawan papa, walau tak banyak bicara selama prosesnya. Aku memakai topiku menghindari sinar matahari langsung ke kepalaku, memakai sarung tangan dan tak lupa memakai earphoneku, mendengar lagu kesukaanku sembari memetik anggur.
Papa mengajakku beristirahat di pondokan luas yang ada di tengah ladang. Aku mengambil air dingin yang diberi papa. Beberapa karyawan papa juga kembali ke pondokan untuk beristirahat.
"Kamu mau pulang?" Tanya papa, aku menggeleng. Aku masih betah disini, aku akan pulang bersama papa dan karyawan lain.
"Bos ini mirip sekali sama mu bang, kerja keras dari muda" ujar paman meledekku, aku hanya tersenyum menghabiskan air minumku. Aku sudah ikut membantu papa sejak kecil, aku tak takut sendirian di hutan, aku tak takut tersesat, aku sudah berteman dengan segala hal yang ada di desa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days Around You
RomanceHutan dan hujan. Dua hal yang bekaitan dengan alam, saling membutuhkan. Rimba dan Rain, dua makhluk yang berbeda latar belakang, tapi memiliki satu kesamaan yaitu CINTA. Namun, bagaimana mereka menemukan jalan mereka dari segala perbedaan?