"Kenapa kamu kesana?" Tanya papa di tengah makannya. Aku melirik papa, ia terlihat kesal padaku.
"Gak sengaja lewat pa" kataku berbohong
"Papa pikir kamu gak akan pernah kesana lagi" ujar papa, aku hanya diam. Aku terakhir kali kesana saat situasi yang sama, hujan deras namun disertai petir. Aku tak kuat untuk pulang dan memilih berteduh dirumah pohon. Petir yang menggelegar mmebuatku meringkuk ketakutan di dalam sana sampai aku jatuh sakit. Papa mencariku kemana-mana, aku juga tak bisa dihubungi, papa menemukanku disana keesokan harinya dengan keadaan dehidrasi.
Sejak itu papa melarangku pergi ke hutan sendirian. Sejak itu aku selalu bersama ben tiap ingin jalan-jalan di hutan. Mendengarku berada di rumah pohon saat hujan kemarin tentu saja papa panik.
Papa memintaku dan rain untuk tidak ke hutan ataupun ke kebun hari ini. Aku pun tak ada kerjaan di kantor. Aku menunggu rain keluar kamar untuk menyanyakan apa yang akan ia lakukan hari ini.
"Pagi" sapa rain dengan wajah bantalnya, ia jalan menyeret kakinya melewatiku menuju kulkas. Ia meneguk air hampir setengah botol dari tangannya. Mataku mennagkap gerakan lehernya yang menelan air.
"Mau?" Ucapnya mengulurkan botol itu, aku menggeleng.
"Kita kemana hari ini?" Tanyanya, mataku terpaku kembali pada leher rain ketika ia menyepol rambutnya. Aku menggeleng kuat, menghilangkan fokusku menatap rain.
"Kamu maunya kemana?" Tanyaku balik
"Lab" jawab rain. Ah, aku teringat sampel yang kami ambil. Aku harus membawa rain ke lab yang ada di kantor. Kami pun bersiap dan segera pergi ke kantor mengendarai motor.
"Kalau perlu sesuatu kamu panggil aja" kataku setelah rain duduk di meja berhadapan dengan bahan yang ia perlukan. Aku duduk di samping jendela tak jauh darinya. Sambil menunggu rain mengerjakan pekerjaannya, aku pun melihat laptop memeriksa pekerjaanku sebelumnya.
Karena tak ada kerjaan baru yang harus ku kerjakan. Aku pun mulai bosan. Ku tutup laptop dan memperhatikan rain yang masih fokus. Tangan rain dengan lincah bergerak kesana kemari dan mencatat, sesekali ia menyelipkan ke balik telingan rambutnya yang jatuh menghalangi pandangannya. Angin yang masuk melalui jendela membuat rambut rain lebih gampang jatuh dan mengganggu konsentrasinya.
Aku melangkah keluar ruang lab. Aku ingin membuat kopi, dan teh untuk rain.
"Butuh bantuan?" Tanyaku meletakkan teh di meja rain
"Bentar lagi beres kok" ucap rain, ia mengambil teh itu dan meminumnya.
"Pakai ini" kataku merapikan rambut rain, menjepitnya dengan jepitan yang aku minta dari salah satu karyawati di depan. Rain memeriksa rambutnya yang sudah dijepit.
"Terima kasih" ucap rain malu, aku tersenyum dan duduk di samping rain.
"Kamu suka kalau di lab begini?, gak bosan?" Tanyaku karena rain terlihat menikmati waktunya di ruangan ini.
"Hmm, aku lebih suka disini dibanding harus panas-panasan di luar. Tapi bukan berarti aku gak suka ya" jelas rain
"Kenapa? Takut jadi jelek?" Tanyaku bercanda. Rain tertawa
"Hmm itu salah satu alasan juga, tapi udah resiko kerjaan juga. Mamaku tetap cantik, ya harus perawatan juga nih" ujarnya menepuk-nepuk wajahnya.
"Perawatan?, mahal ya?"
"Tergantung jenis perawatannya. Rezeki mama bagus nikah sama papa"
"Kamu sendiri mau punya pasangan seperti apa?" Tanyaku, aku menopang dagu menatap rain. Bersiap mendengarkan jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days Around You
RomanceHutan dan hujan. Dua hal yang bekaitan dengan alam, saling membutuhkan. Rimba dan Rain, dua makhluk yang berbeda latar belakang, tapi memiliki satu kesamaan yaitu CINTA. Namun, bagaimana mereka menemukan jalan mereka dari segala perbedaan?