29. TwentyNine

1.1K 107 1
                                    

Malam itu aku tak bisa tidur sama sekali. Aku gelisah sepanjang malam memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Mataku selalu terpaku ke kalender yang sudah aku lingkari. Esok adalah hari ke 29, walau sudah memutuskan untuk berpisah, tetap saja hatiku masih berat.

Hari sudah terang. Aku yang belum tidur ini pun langsung mandi dan bersiap ke kantor. Hari ini papa melakukan acara perpisahan kecil di kantor untuk rain.

Aku menemani rain keliling, mendatangi pekerja di kantor satu persatu. Ia berpamitan dengan mereka, menyalami mereka dengan sedikit bercengkrama. Papa memyiapkan makanan dan hiburan di kantin kantor yang bisa dinikmati semua pekerja.

Mereka bernyanyi dan bergoyang bersama. Mereka menikmati acara perpisahan ini. Tapi tidak denganku. Aku menjauh dari keramaian, duduk memperhatikan acara itu dari jauh.

"Champ, kenapa disini?" Papa ikut duduk bersamaku

"Cuma mau sendiri pa"

"Ayolah sekali-sekali menikmati seperti mereka champ, kalau seperti ini terus papa yang khawatir dengan kamu"

"Khawatir"

"Papa ingin kamu berbaur dan bersenang-senang seperti anak muda yang lain"

"Aku gak masalah hidup seperti ini pa"

"Bagaimana kalau papa sudah tidak ada di dunia ini?, papa gak akan tenang kalau tahu kamu bakal hidup sendirian"

"Lalu papa mau aku seperti apa?"

"Kuliah. Papa ingin kamu bersosialisasi dengan baik, dengan begitu papa gak akan khawatir lagi"

"Aku juga sedang memikirkan itu pa"

"Benarkah?, kamu mau kuliah?"

"Apa aku bisa pa?"

"Tentu saja, kamu yang terbaik saat sekolah. Papa percaya kamu bisa" ujar papa sumringah.

"Champ lihat ini" papa menunjukkan layar hp nya, ia memperbesar foto segerombolan orang disana, papa memfokuskan ke salah satu orang.

"Ini sahabat papa, dia tinggal di Australia sudah lama, ia menikah dengan wanita berpendidikan di sana. Papa akan menelponnya untuk membantumu kuliah"

"Papa mau aku ke australia?"

"Ya"

Aku menggeleng menolak dengan cepat, bagaimana aku belajar disana. Itu terlalu jauh dari rumah dan papa, lagi pula aku tidak cakap berbahasa inggri, bagaimana aku akan bersosialisai.

"Tenang champ, kamu tidak langsung kuliah. Mereka akan melatih kemampuan bahasamu lebih dulu" jelas papa.

"Kalau aku pergi, bagaimana dengan papa?. Kita belum pernah tinggal berjauhan, apa papa tidak masalah sendirian di rumah?"

"Papa akan kesana kalau kangen kamu" jawab papa.

"Apa papa tak mau mencari pendamping hidup papa lagi?" Tanyaku, papa sudah terlalu lama sendiri dan fokus mengurusiku. Kini aku sudah dewasa, ia harus memikirkan dirinya.

"Sumber bahagia papa adalah kamu. Papa tahu juga kalau kamu ingin bahagiain papa. sebelum membahagiakan papa, carilah kebahagiaanmu champ, papa akan lebih bahagia melihat itu. Wakau terkesan egois, itu tak apa. Ini keinginan papa untuk masa depan kamu. Tapi kalau keputusan ini sulit, pikirlah dirimu dahulu"

Aku kembali ke ruangan lebih dulu, walaupun acara perpisahan rain belum selesai. Aku masih memikirkan obrolanku dengan papa tadi. Karena kurang tidur, kepalaku pun terasa sakit. Aku berbaring di sofa sembari menunggu jam pulang kantor.

Aku mencoba tidur, namun tak juga terlelap. Aku mendengar pintu terbuka, langkah kaki itu mendekatiku.

"Rimba"

30 Days Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang