9. Day Nine

1.2K 121 3
                                    

RIMBA ZAKSARA

Aku bangun lebih cepat. Aku harus segera bersiap, karena pagi ini aku akan ke kantor mengerjakan laporanku, sekaligus menemani rain yang akan mengerjakan laporannya. Aku memanaskan mesin motor sembari menunggu rain keluar.

"Pagi rain" sapaku saat rain tiba. Rain tak bergeming, ia hanya melirikku dan naik ke motor.  Sepertinya rain dalam mood yang tak baik. Ia tidak ceria seperti biasanya.

"Kamu butuh bantuan?" Tanyaku saat rain mulai mengerjakan laporan. Ia menggeleng pelan, ia memasang earphone dan fokus mengerjakan laporannya. Aku mulai heran dengan diamnya rain.

Aku duduk di balik mejaku, mengerjakan laporanku dan Sesekali aku melirik rain. Setelah 2 jam berlalu, aku ingin membuat kopi.

"Rain, kopi?" Tanyaku, rain masih tak bergeming. Aku mengetuk mejanya perlahan. Rain pun mengangkat kepalanya menatapku.

"Kamu mau kopi?" Tanyaku ulang, rain menggeleng dan kembali menatap layar laptopnya. Aku berlalu dengan bertanya dalam benakku, ada apa dengannya?, kenapa dia diam saja.

Diamnya rain berlanjut sampai jam istirahat. Aku melihat dari sudut mataku, rain merentangkan kedua tangannya, meluruskan pinggangnya.

"Kamu mau makan?" Tanyaku saat rain beranjak

"Iya"

"Ayo!"

"Aku sendiri aja" jawab rain membawa barang-barangnya. Aku mengikuti rain keluar, walau ia bilang ingin makan sendiri.

"Bos, mau ke kantin?" Tanya Arka ketika kami berdua keluar ruangan, aku melihat pekerja di sekelilingku. Aku sesekali makan siang bareng mereka jika sedang di kantor.

"Disini ada kantin?" Tanya rain, aku melirik rain. Aku belum pernah menunjukkan padanya kantin di belakang kantor.

"Ada mbak, ayo makan bareng kita" aja Arka, rain setuju. Ia baru saja menolak makan denganku dan ingin makan sendiri. Tapi ia menerima ajakan arka.

Rain duduk di hadapanku, kami duduk bersama pekerja yang lain. Rain tak tampak baru mengenal mereka, ia ngobrol dengan luwes tanpa kaku. Aku yang gak jarang berbaur dan jarang bicara ini pun hanya diam mendengrkan obrolan mereka.

"Mbak sudah punya pacar?" Tanya arka, orang-orang penasaran dengan jawaban rain, termasuk aku.

"Belum"

"Serius mbak?"

"Iya"

"Masa orang cantik begini belum punya pacar" sahut arka dibalas anggukan yang lain.

"Iya nih, kenapa gak ada yang mau ya" jawab rain disertai tawa. Aku tersenyum tipis mendengar candaan rain.

"Mbak boleh minta nomor telponnya gak?, mana tahu di desa ini ada yang naksir mbak" ucap arka, aku menoleh ke arka dengan kerutan keningku.

"Maaf, aku gak bisa sembarang kasih nomor telpon"

"Oh iya mbak, privasi ya mbak"

"Benar, kalau nomor pribadi privasi. Kalau nomor telpon khusus untuk kerja boleh"

"Berarti nomor pribadinya buat orang khusus aja ya mbak?"

"Iya"

Aku merenung mendengar ucapan rain, aku lega ia tak memberi nomor telponnya pada arka. Usai makan arka dan yang lainnya kembali ke kantor. Aku menatap rain yang duduk di depanku.

"Kamu mau pulang?" Tanyaku, rain menghela napas panjang. Apa yang sedang dipikirkannya, helaan napas seperti itu tak pernah ia dengar dari rain.

"Kamu kenapa?, ada masalah?" Tanyaku. Rain tak menjawab, bahkan tak melihatku.

30 Days Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang