20. Twenty

1K 105 7
                                    

RAINA VARSHINI

Aku gelisah, aku tidur tak tenang. Aku berguling kekanan kiri, memakai dan menendang selimut, memeluk dan memukul gulingku dengan kesal. Huft... hati dan pikiranku sungguh tak tenang. Apalagi saat mendengar suara rimba di balik pintu kamarku. Aku mengiriminya pesan agar rimba kembali ke kamarnya.

Apa yang akan aku lakukaj besok?, apa yang akan ku bicarakan padanya?, reaksiku saat ini pasti membuatnya bingung, tapi itu tak lebih dari kebingunganku. Bagaimana aku bisa menerima pernyataan arka, bagaimana arka menjelaskan sesuatu tentang rimba yang sangat tak masuk akal bagiku.

Flashback

"Kamu udah beres?" Tanya arka yang menemaniku mengambil sampel di lab kantor.

"Sudah"

"Ayo makan siang bareng aku!" Ajaknya, aku menerima ajakan arka sebagai rasa terima kasihlu karena mau direpotin olehku si anak baru yang baru saja membuatnya dalam masalah.

"Kita makan di kantin saja gak apa kan?, soalnya masih jam kerja" ucap arka, aku mengangguk.

"Kamu gak kabarin bos kalau lagi di kantor?" Tanya arka

"Gak usah deh, nanti juga aku duluan yang sampai di rumah"

"Kamu sama bos itu lengket banget, udah kayak pasangan" ucapan arka membuatku tersedak

"Kenapa?, bener kan?" Tanya arka memberiku segelas air.

"Kalian itu cocok, tapi sayangnya kalian berdua sama-sama wanita"

Aku memghentikan makanku. Apa maksud arka, wanita?, kenapa kami sama-sama wanita?. Aku menatap heran ke arka.

"Kamu gak tahu kalau bos cewek?" Tanya arka, ia spontan tertawa renyah. Aku sama sekali tak merasa ini hal lucu, ku letakkan sendok di tanganku dengan kasar.

"Ini gak lucu arka" ucapku keras. Arka terdiam menarik senyumnya.

"Apa maksud kamu rimba cewek?" Tanyaku, arka berdehem memperbaiki duduknya.

"Bos itu emang cewek rain, semua orang di desa ini juga tahu kalau bos itu cewek" jelas arka

"Gila ya arka, gak mungkinlah" kataku menolak penjelasan arka.

"Kamu boleh tanya semua orang yang kamu temuin, mereka juga tau kalau bos itu cewek. Nadin, kamu boleh tanya nadin, atau kamu juga bisa tanya ke bapak, sumber paling akurat ya bapak sebagai orang tuanya"

Aku menatap arka, aku meremas tanganku dengan gelisah. Penjelasan arka membuatku goyah, apalagi sampai membawa om, papa rimba. Kalau memang benar, apa cuma aku yang tak tahu kalau rimba wanita?, bodoh sekali aku. Kenapa bisa aku tak bisa melihat itu, bagaimana tanggapan mereka jika tahu aku dan rimba memiliki hubungan?, wanita dan wanita?, gila hubungan macam apa ini?.

Pagi ini adalah hari ke 20, aku menatap kalender di meja dengan sedih. Sepuluh hari lagi, atau bahkan lebih cepat aku akan pergi dari rumah ini. Pergi dari desa ini, dan pergi dari rimba.

Rimba?, apa yang akan aku lakukan dengannya?. Dadaku sesak, napas pun terasa berat. Aku menarik napas dalam sebelum keluar kamar. Di luar pintu ini rimba pasti sudah menungguku. Benar saja, ia sudah berdiri menatapku dengan celemek di badannya, senyumnya sumringah, namun aku tak bisa membalas senyumnya dengan lebar.

"Selamat pagi sayang" bisiknya menyambutku. Aku menutup mataku, menarik napas menenangkan hatiku ketika ia memanggilku sayang.

"Pagi" jawabku singkat. Aku duduk di depannya, menikmati makanan yang ia buat dengan tak semangat.

"Sudah makannya?" Tanya rimba, aku melihat isi piringku yang masih banyak.

"Sudah"

"Mau berangkat sekarang?" Tanyanya, perhatian kami teralihkan ketika papa rimba keluar kamar menyapaku.

30 Days Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang