02. Panti Asuhan

50 8 0
                                    

Happy reading...
.
.
.

"Emm, eh situ ada panti asuhan temenin gue dong, please," ucap Vivy setengah memohon.

"Lo gila? Ya kali kita masuk ke panti asuhan itu, gak gak!" ucap Nadhin.

"Malu maluin lo Vi." ucap Fanya tak habis fikir.

"Emang kenapa sih? Gue udah gak tahan nih ayolah" ucap Vivy

Fanya dan Nadhin pun akhirnya mau menemani Vivy masuk ke dalam panti itu, dengan wajah malas, kesel menjadi satu.

Nadhin menyapa beberapa anak yang ia lewati.  Gadis itu memang suka menyapa anak kecil. Nadhin selalu tersenyum ramah pada anak yang ia temui. Fanya yang melihat itu hanya akan mengatakan jika Nadhin itu sangat 'sokab'.

Tak sengaja Nadhin dan Fanya yang menunggu Vivy melihat anak-anak yang berkumpul di pintu kamar dan melihat kearah mereka. Namun, kali ini tatapan mereka tidak hanya mandang satu arah pada Nadhin dan Fanya. Nadhin dan Fanya yang merasa penasaran, otomatis menoleh dan melihat tiga sosok lelaki yang berjalan menuju Nadhin dan Fanya. Eh... maksudnya menuju keruangan Ibu panti yang memang berhadapan dengan kamar anak-anak.

Lelaki yang barambut gondrong di ikat setengah, dan memiliki tato bergambar pedang yang berapi di lengannya itu berhenti tepat di hadapan Nadhin.

Sedangkan lelaki yang berkemeja biru dan memakai kaos putih sebagai dalamannya  berada di hadapan Fanya.

Yang satunya? Lelaki berkacamata itu sepertinya menatap malas kedua temannya. Yang satu kalo dilihat seperti preman kompleks, tapi kalo udah ketemu cecan, beuh... gombalnya ngalahin kepintaran Charles Augustin de Coulomb si Fisikawan Prancis yang meneliti hubungan dua benda bermuatan listrik dengan menggunakan neraca puntir dan menemukan hukum Coulomb.

*Autor: Bukan yang meneliti hubungan aku sama dia dengan hukum cinta😐

Satunya lagi? Oh jelas gak kalah parah. Sok keren banget walau nyatanya iya. Lebih tepatnya cowok itu selalu narsis.

Back to story...

"Lo. Lo bisa minggir gak?" Tanya lelaki depan Nadhin.

"Oh, maaf." Cicitnya lalu bergeser bersama Fanya.

"Idih. Tumben banget lo Jo, gak ngombalin cewek?"

Laki-laki yang bernama Joshua pun mundur dan kembali ketempat semula, di depan Nadhin, "Dih, bukan urusan lo juga kali Than. Lagian, noh liat. Masih kelas... kelas...?" Joshua terlihat bingung saat melihat angka romawi IX. Ia tak mau terlihat pedofil di hadapan Nathan.

Nadhin yang tadinya berbinar melihat cogan, merasa bodoh dan mendatarkan wajahnya saat melihat Joshua yang cemen. Angka romawi sembilan aja gak tau. Batinnya.

"Ck, sembilan.." Ujar Nadhin bersamaan denan laki-laki yang berkacamata dengan suaranya yang bisa membuat siapa saja tertarik. Semua pasang mata melihat ke sumber suara.

"Woaaah, gokil! Oi, Faras, lo belajar narik perhatian cewek darimana?" Teriak Joshua sambil ngeguncang tubuh Faras.

"Pala lo peyang. Orang ngomong bersamaan di bilang narik perhatian cewek. Cih" sinis Faras.

"Lo tau gak sih yang di nopel-nopel itu kalo udah ngeluarin sura berat, beuh... itu mah udah narik perhatian cewek, nyet. Palagi nih bocah udah ngiler kali, ngapain sampe menganga gitu?"

"Eh, gue nganga gini gara-gara lo."

"Dih, sok-sokan mau jual mahal. Eh tau-taunya ternyata cowok bar-bar. Li bilijir nirik pirhitiin ciwik dirimini." Lanjut Nadhin menyindir sekaligus meledek.

Fanya menutup mulutnya tidak sangka. Baru kali ini temannya yang bisa dibilang paling sopan dan jaga ucapan, bisa sepedas itu kata-katanya. Oh My God! Mungkin akan terjadi kekacauan disini.

Lagi-lagi Fanya mengingat satu teman nya yang belum juga balik dari toilet. Seandainya ia tak mengajak temannya untuk masuk ke jalan dimana ia bisa melihat santri, pasti ia tak dapat triple malu. Sudah di teriaki santri, temannya kebelet pengen buang air kecil, dan... akh, satunya lagi malah barantem dengan cogan yang kekanak-kanakan.

"Apa lo cil? Eh dengar ya! Lo itu hanya bocil yang gak tau bagaimana bisa tersesat ampe sini!" Balas Joshua.

Nadhin menaikkan alisnya sebelah dan memasang wajah mengejek yang membuat tangan Joshua gatal pengen nampol.

"Oh, iya kah, jelek?" Jawab Nadhin tanpa rasa berdosa.

Baru kali ini Joshua dibilang jelek. Ia semakin geram dengan kelakuan bocil yang bikin... oh Tuhan, mengapa kau jahat pertemukan ku dengan bocil ini? Batinnya menggebu gebu.

"Ada apa ini ribut-ribut? Gak boleh bertengkar, nanti jadi jodoh. Kata orang sih." Ujar Vivy.

"Heh! Noh temen lo bawa pulang. Kalo kagak, gua seret dah sampe parit depan sono!" ucap Joshua galak.

"Lo masih bengong gua seret bener nih?!"

"Ada apa ini ribut-ribut?" Nah kan. Sekarang bu Rina alias bu panti itu keluar.

"Eh ibu. Punten bu, ini si akang yang kagak kasep, masa dia marah cuman karena aing bocil bu." aduh Nadhin menggunakan bahasa Sunda yang tidak fasih.

"Dih, kumat lagi. You're from Bandung, Nad. So you don't need to use Sundanese." kata Fanya sambil merotasikan matanya.

"Tuh, dengar! Apa yang dibilang sama temen lu. Emang artinya apa?" Joshua mengingatkan Nadhin apa yang di bilang Fanya. Tetapi, dia juga penasaran arti bahasa itu.

"Hahaha. Apa cakap dek?" Nathan bingung dengan apa yang dikatakan Fanya.

"Sejak kapan Nadhin jadi orang Bandung, Fan? Ya kalo emang dia orang Bandung, ya gak papa dong pake bahasa Sunda." Jelas Vivy.

"Hah?" Fanya jadi ngelag dengan apa yang mereka bilang.

Setelah sekian detik berpikir akhirnya mengerti juga. "Ya Allah Ya Rabbi. Maksud gue dia dari Sulawesi, gitu loh. Depresi gue kelamaan ama lo semua."

"Lah? Harusnya kami yang depresi sama apa yang lo bilang dong." Vivy sudah mulai malas dengan temannya itu.

"Oh iya, kita mau pamit pulang bu. Karena hujan udah mulai redah. Kami pamit dulu, Assalamu'alaikum." Pamit Vivy, karena sudah terlanjur malu dengan sikap kedua temannya.

Saat Nadhin melewati Jo, ia sempat berhenti lalu melototkan matanya pada Jo yang seperti mengisyaratkan sebuah kata yang seolah dia pemenang.

Author: oke, sekarang kita panggil saja Joshua dengan Jo. Soalnya panjang banget.

☆ ☆ ☆

"Jo, masuk dulu kedalam. Ada yang mau ibu omongin."

"Baik bu."

Saat tiba didalam ruangan ibu panti, Jo duduk di sofa dan melihat foto masa kecilnya yang tertata rapi di meja dan dinding sambil menunggu ibu panti balik dari kamar.

"Jo.." ibu panti memanggil Jo, dan memberikan secarik kertas pada lelaki yang bertubuh semampai itu.

Jo hanya menatap sebentar lalu membuka kertas itu dan membaca isinya. Matanya terpejam saat melihat isi surat itu.

.
.
.
Gak banyak karna otakku lagi full mikirin dia 🕊🕊

Tapi semoga menghibur teman dirumah atau dimanapun berada....

Jangan lupa follow akun instagram

~@nadhinzaanzira_
~@vivyan.alexander
~@fanya_olivia
~@astridlifiyah_
~@_nanagian
~@azela.queenata

Rajin buat vote dan komen, biar aku juga jadi rajin buat up.

happy read the next part....

Tiga AnagapesisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang