☆ ☆ ☆
"Senyummu terlalu kuat menahan kesedihanmu. Jika kau gundah, beri aku ruang untuk menemani mu."—Nadhinza Anzira Deandra—
☆ ☆ ☆
"Kita hanya manusia.
Wajar jika pernah bersalah.
Cuman kalian yang buat gue bahagia.
Rasanya semua tak pernah terjadi saat berada di dekat kalian."—Vivyan Az Zahra Alexander—
Happy reading...
.
.
.Vivy pov:
Saat Nadhin pulang di jemput sepupunya si kak Jeno. Tak lama kemudian, gue pulang dijemput oleh abang gue. Kebetulan aja dia habis dari rumah temannya dan ngelihat gue duduk seperti kehilangan arah bersama Zela. Akhirnya gue sama Zela pulang barengan.
Pas gue sampai di rumah, gak ada orang. Gue gak begitu peduli, karena udah biasa.
Tubuh gue kaku seketika waktu ngelihat dress biru malam di atas kasur. Tadinya gue kira punya mami. Tapi gak tau kenapa tangan gue gatal banget pengin nyoba. Dan ternyata cocok!
"Bang! Bang Ian!" Teriak gue di kamar menggelegar keseluruh ruangan saat manggil bang Ian. Ya, nama abang gue Ian, FAJAR LIANRO ALEXANDER. Satu-satunya abang gue yang paling deket sama gue.
Gue punya tiga saudara laki-laki. Yang pertama JENDRAFA GERHANA ALEXANDER. Dia bersifat cuek dan gak pernah peduli sama sekitarnya. Selalu membuat suasana di sekitar menjadi canggung. Berbicara seperlunya. Kata-kata nya selalu bikin orang down. Deskripsi-in dia tuh susah banget. Eh, bukan susah sih, tapi kepanjangan.
Yang kedua, FAJAR LIANRO ALEXANDER. Cewek diluar sana mengenalnya sebagai friendly, dan itu memang kebenarannya. Tak pernah lihat siapa dia, apa latar belakangnya, dari mana asalnya, bagaimana dia, apa derajatnya. Karena yang selalu ia ajarkan ke gue tuh "Jangan lihat orang dari penampilannya. Karena belum tentu orang berperawakan preman itu adalah orang jahat. Begitu sebaliknya. Meskipun dia terlihat rapi dan berwibawa, mungkin saja dia adalah orang jahat.
Yang terakhir adalah adik gue. Namanya GILANG ARMADA ALEXANDER. Dia sama seperti bang Rafa. Tetapi ada satu sifat dalam diri Gilang yang selalu bikin orang kesel. Dia itu suka lapor ini lapor itu. Kita punya salah dikit aja, dia langsung laporin ke papi. Gak tau apa maunya. Di deketin salah, dijauhin lebih salah.
"Kenapa sih, Vy? Teriak mulu!" Sahut bang Ian.
"Ini siapa yang punya bang?" Tanya gue sambil nunjukin dress yang udah pas di tubuh gue.
Bang Ian ngelihat dari ujung bawah sampai atas, "kata mami sih, itu buat kamu pake nanti malam." Gue cuman mangut-mangut doang.
"Udah setengah empat. Kamu siap-siap dulu gih. Cewek kalo dandan lama banget."
"Ih, siapa bilang? Kan tinggal mandi, pake baju, ngoles bedak, udah." Balas gue simple.
"Menurut kamu bentar, tapi yang nunggu ngerasa lama. Udah ah, cepetan mandi!" Titah bang Ian. Gue menghentakkan kaki dan mencebik sebal.
☆ ☆ ☆
Pemandangan kota tak pernah luput dari gedung yang tinggi, kendaraan ramai berlalu-lalang, dan pedagang kaki lima di trotoar tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Anagapesis
Teen Fiction"Dunia sangat baik, dan karena kebaikan itu sudah tak terbendung, makanya dunia memperlihatkan orang-orang yang jahat!" ☆ ☆ ☆ "Hampa. Mati rasa. Bahkan sakit itu sudah tidak berlaku lagi. Diriku benar-benar seperti raga yang ditinggalkan jiwanya." ☆...