Glen kemudian pergi dari ruang kelas meninggalkan Ita. Gadis itu meremas jemarinya kuat. Rasa tidak sukanya sekarang menjadi benci. Jelas sudah Glen membangkang dan semua itu sebab Kira.
Kira membuat Glen tidak takut dengan Ita.
Glen berhenti sebentar sebelum keluar dari gerbang. Dia mengatur napasnya seraya memasang tampang tenang. Semua ini dilakukan agar Kira tidak menaruh curiga.
Mengembangkan senyum palsu, Glen mendekati Kira yang sudah menunggu di parkiran. Halaman depan kini lenggang sebab para siswa telah pulang hanya menyisakan beberapa orang serta guru.
"Kok lama banget?" tanya Kira mengeluh.
"Maaf soalnya menghadap dulu sama wali kelas." Glen memberi alasan.
"Ohh, ya udah ayo cepet keburu hujan nih." Suara guntur terdengar. Glen cepat-cepat menyalakan mesin motor. Kira juga sudah bersiap dengan helm lalu duduk di belakang.
Sayangnya tidak lama hujan mengguyur deras. Terpaksa mereka berlindung di sebuah teras rumah yang kelihatan kosong. Bukan hanya mereka berdua, ada dua pengendara motor ikut juga berlindung.
Kira sendiri asyik memainkan game sedang Glen gusar sendiri. Ia tidak tenang mendapati kalau Ita ingin mendekati Kira. "Kira, gue boleh nanya nggak?" tanya Glen.
"Mau tanya apa?" Kira balik bertanya. Dia langsung memusatkan perhatian pada pemuda itu.
"Gue dari tadi ngeliat lo ngobrol sama Ita, kapan kalian dekat?"
"Oh baru tadi pas jam istirahat. Dia tiba-tiba datang deketin aku, emangnya kenapa? Kau punya masalah sama dia?"
"Tidak hanya ingin nanya aja." Glen lalu diam. Berpikir bagaimana caranya untuk memberitahu Kira agar menjauhi Ita.
"Dia aneh," ucap Kira mendadak.
"Hah?" Glen kembali memusatkan perhatian ke arah Kira. Tidak mengerti maksud pembicaraan gadis itu.
"Iya, Ita aneh. Saat kami mengobrol, dia berbicara buruk tentang kamu. Dia bilang kalau kamu melakukan hal curang saat ujian semester. Ita juga menyuruhku agar menjauhimu tapi sebelumnya dia juga bilang kalau kalian berteman. Apa itu benar?"
"Soal apa?"
"Kamu berteman sama Ita."
"Ya itu benar tapi itu dulu. Kamu percaya sama dia?" tanya Glen lesu. Namanya telah tercoreng akibat fitnah Ita. Dia akan paham jika Kira berusaha menjauh karena ini.
"Tidak!" jawab Kira tegas. "Kalaupun kamu memang melakukannya, aku nggak bakal jauhin kamu. Semua orang punya kesempatan Glen termasuk kamu, lagi pula aku senang kamu jadi temanku. Jika kita nggak satu kelompok, aku nggak bakal kenal sama kamu. Kamu yang orangnya asyik, enak di ajak ngobrol, pinter juga. Selagi aku nyaman temenan sama kamu begitu juga sebaliknya, hubungan kita akan baik-baik saja."
Sedikit kelegaan tapi tetap tidak membuat Glen tenang. "Tetap saja kalau gue inget kejadian itu rasanya seperti aib. Emang bukan gue yang ngelakuin tapi nama gue udah terlanjur rusak dan gue nggak mau lo rasain hal yang sama dengan gue. Jangan deket sama Ita, gelagatnya aneh."
Kira mengangguk, ia berusaha menenangkan Glen dengan mengusap tangan pemuda itu. "Oh ya soal dari tadi, dua minggu lagi ada ujian tengah semester. Gue mau perbaiki nilai gue yang kurang bagus dan mungkin akan butuh waktu. Kayaknya gue belum bisa nemenin lo untuk kerja kelompok tapi akan gue usahain belajar sendiri buat temenin lo presentasi."
"Beneran? Itu bagus loh Glen, nggak papa kalau kamu mau fokus sama nilaimu. Tapi jangan lupa prensentasi kita hari rabu nanti."
"Iya tenang aja." Hujan yang awalnya deras kini hanya menyisakan gerimis. Glen dan Kira segera melanjutkan perjalanan pulang.
"Makasih ya Kira," ucap Glen ketika Kira duduk di jok belakang.
"Untuk apa?"
"Karena udah percaya sama gue." Kira hanya bergumam menjawab ya dan perlahan motor mulai berjalan setelah Glen menyalakan mesin.
Glen sedikit tenang tapi ia masih belum bisa menjamin Kira hidup tenang.
***
Kira akhirnya sampai di rumah. Ia langsung masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri. "Kira, ganti baju terus makan.""Iya bu bentar lagi."
Suara notifikasi terdengar dan di layar ponsel ada chat dari Anggi. "Udah sampai?"
"Iya sudah sampai." Kira membalas singkat.
"Siap-siap ya aku jemput kamu kita ke toko buku sekarang." Kira lantas duduk menimbang sebentar kemudian mengiyakan Anggi.
"Tapi tunggu dulu ya aku mau bersih-bersih dan makan."
"Tenang aja pasti aku tungguin kok." Percakapan selesai, Kira bergegas makan dan mandi. Tak lupa ia minta izin sama ibunya untuk pergi.
"Jangan larut malam ya nanti kamu dimarahin ayah lagi."
"Iya bu, aku nggak akan lama."
"Assalamualaikum!" sapa Anggi yang baru saja datang.
"Ah itu Anggi sudah datang." Kira berjalan menghampiri sahabatnya itu. Berbicara sebentar dan tidak lama setelahnya mereka pun pergi.
Toko buku tidaklah terlalu jauh. Hanya memakan waktu 10 menit dan akhirnya mereka sampai. Keduanya masuk lalu bertanya pada penjaga buku.
Anggi kemudian berjalan lebih dalam lagi meninggalkan Kira yang asyik membaca sebuah majalah. "Hei!" panggil seorang pemuda. Dia menoleh dan tersenyum saat menemukan Bian baru saja masuk ke dalam toko buku.
"Sendiri?"
"Enggak bareng Anggi tapi dia lagi nyari buku. Mau beli buku juga?"
"Iya, dari tadi ngantar adik yang les makanya singgah dulu ke sini sebentar karena dekat dari tempat bimbel." Kira mengangguk paham.
"Aku pengen juga beli novel misteri tapi nggak ada buku yang pengen aku baca. Kata pemilik toko bukunya novel yang aku cari udah lama nggak ada. Di situs online juga susah sekali dapetin novelnya." Sekali lagi Kira menggerutu.
"Emang novel apa?"
"Itu loh novel misteri karya Pablo pokoknya novel semacam itulah. Nyarinya susah-susah gampang."
"Ooh novel yang itu, aku punya di rumah mau pinjam?" tanya Bian.
"Serius bisa?"
"Tentu, besok aku bawa ke sekolah ambil ya." Saat itu juga Anggi datang dengan membawa dua buah novel.
"Eh Bian ada di sini juga, udah lama?" tanya Anggi sembari tersenyum.
"Belum, aku baru saja datang mau beli komik. Aku pergi dulu ya, sampai jumpa besok."
Baik Anggi serta Kira mengangguk. Anggi kemudian melirik sahabatnya yang tampak berseri. "Kenapa senyam-senyum? Senang ya bicara sama crush?"
Mata Kira membulat. "Apa sih? Nggak, cuma senang aja novel yang ingin aku baca ada sama Bian jadi nggak perlu beli."
"Sama aja, kita beli minuman yuk kering sekali tenggorokanku," kata Anggi mengeluh.
Keduanya lalu keluar setelah membayar novel Anggi. "Kira kamu masih suka sama Bian?" tanya Anggi kemudian. Jujur dia ingin tahu hubungan Kira serta Bian.
"Kok tiba-tiba nanya gitu?" Kira ikut bertanya bingung.
"Aku penasaran. Setelah kencan kalian yang --entah apa yang harus aku katakan, tidak berjalan cukup baik tapi aku yakin kalian cukup banyak mengobrol benar, kan?"
Kira tertawa hambar. Tak tahu harus beralasan apa. "Kami temenan saja nggak lebih."
"Aku bertanya soal perasaan kamu. Kamu masih suka tidak dengan Bian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra
Roman pour AdolescentsKirana menyimpan rasa suka kepada Bian tapi Biam malah menyukai Anggi, sahabat Kirana siswi "most wanted" di sekolah mereka. Dalam kekalutan hati, muncul Glen Argantara, pemuda menyebalkan yang suka membuat Kirana bingung . Banyak gosip beredar namu...