"Lo ketemu dia lagi? Kapan?" tanya Glen menyelidik.
"Nggak sengaja di kedai es krim," balas Kira tenang. "Besok dia ulang tahun dan dia ngasih undangan buat aku datang.."
Kira sengaja menghentikan ucapannya. Dia ingin melihat reaksi Glen soal undangan Ita.
"Jadi lo mau gimana?" tanya Glen datar.
"Aku akan datang. Dia sebagai tuan rumah memintaku untuk datang jadi mau tak mau aku harus pergi." Kira menjawab lugas.
Dari wajah pemuda itu terlihat tidak setuju akan keputusan yang diambil Kira namun sebentar saja Glen mbuang napas pendek. "Kalau lo mau pergi ya pergi aja, itu bukan hak gue buat nentuin lo datang apa nggak toh kita juga belum pacaran ngapain juga lo harus kasih tahu gue kalau lo diundang sama Ita?"
"Ya biar kamu percaya sama aku. Coba aja kalau aku nggak kasih tahu nantinya kamu ngambek."
"Sorry gue itu nggak kayak cewek palingan gue diem aja." Glen membantah.
"Sama aja dari pada kamu dengerin belakangan mending sekarang aja aku kasih tahu kamu." Mereka berdua diam. Kira menunggu reaksi Glen sedang Glen memperhatikan seksama Kira dengan senyum simpul.
"Emang nggak salah pilih gue.."
"Salah pilih apa?" tanya Kira tidak mengerti.
"Calon istri."
"Kamu.." suara Kira dengan intonasi nada tinggi didengar oleh Ayah Kira dan ia langsung memanggil putri tunggalnya itu.
"Kira." Baik Kira dan Glen terkejut. Buru-buru Glen memasukkan setiap buku catatan milik Kira di dalam tas yang ia bawa.
"Mesin motornya jangan dinyalain depan ya, ayo cepat ayahku bakal datang ke sini."
"Iya, iya bawel." Glen menarik Kira mendekat. Sebelum sempat gadis itu menoleh, sebuah kecupan hangat mendarat di pipinya.
Kira terpaku sementara Glen tersenyum lebar. "Sampai jumpa di sekolah." Setelahnya Glen kabur seraya menuntun motornya yang mati.
Pintu terbuka menampakkan Ayahnya dengan mata tajam melihat ke segala arah. "Ngapain kamu ada di sini?"
Kira masih mematung. Otak yang semula encer kini menjadi rusak dihadapan Ayah, dia masih syok sebab kelakuan Glen. "Ayo masuk, udah jam berapa ini. Dari tadi mau ke warung kok nggak ada belanjaannya?"
"Anu ... itu barangnya lagi nggak ada." Kira bergegas masuk ke dalam sedang Ayah tetap berada di teras sementara.
Ibu yang awalnya asyik menonton TV lebih memperhatikan Kira berjalan cepat masuk ke dalam kamar. Dari jarak tempat duduknya pun ia bisa melihat wajah merah padam Kira.
"Ada apa?" tanya Ibu kepada suaminya.
"Nggak tau, tapi Ayah yakin ada orang yang ngajak Kira bicara. Pas Ayah datang orangnya nggak ada."
"Pasti anak-anak kompleks, biasa anak remaja." Ibu menyahut.
"Kalau mereka deketin Kira, hadapin dulu Bapaknya." Ibu hanya bisa menggeleng melihat tingkah Ayah, sungguh bapak yang overprotektif.
Di kamar Kira menutup tubuhnya dengan selimut. Dadanya bergejolak hebat mengingat ciuman pipi dari Glen. Kira bahkan bisa merasakan sentuhan bibir nan hangat di pipi kanannya.
Entah bagaimana harus menghadapi pemuda itu esoknya. Kira rasanya tidak sanggup untuk melihat wajah Glen.
❤❤❤❤
Pagi itu Kira dengan lemas berangkat ke sekolah. Wajahnya sengaja dibuat lesu supaya Ibunya tahu kode jika ia tak mau pergi hari ini. "Kenapa mukamu begitu? Ada masalah?"
Ibu memang terbaik. Langsung mengerti jika ada sesuatu masalah. "Kira nggak mau sekolah Bu hari ini ya," kata Kira dengan nada memelas.
"Kira, bukannya Ibu nggak mau bantuin kamu sekarang tapi Ibu nggak mau kalau kamu sampai lambat materi hanya karena kau malas jadi maaf ya." Kira mengembuskan napas kasar. Dia harus menyapa Glen suka tidak suka.
"Oh ya bu, mana Ayah?" tanya Kira. Ini baru jam tujuh pagi tapi batang hidung Ayahnya tidak terlihat.
"Oh Ayah udah pergi duluan, tiba-tiba kantor telepon jadi pagi sekali udah pergi."
"Terus gimana dengan aku? Aku perginya bareng siapa?" Kira kini panik. Setahunya jam sepagi ini belum ada transportasi umum entah itu bus atau angkot.
"Soal itu.." Ibu menghentikan ucapan begitu suara klakson motor berbunyi. "Nah itu sudah datang, ayo habiskan sarapannya. Udah siapin bukunya?"
"Ibu pesankan aku ojol?" terka Kira.
"Lebih baik lagi. Ayo selesain makanmu, Ibu bawa tasmu ok?" Tidak menunggu Ibu sudah menghilang entah kemana. Satu dua gigit roti, Kira menyudahi sarapan setelah menghabiskan susu.
Dia lalu keluar dan terkejut melihat Glen sudah ada di depan pagar seraya bercengkerama dengan Ibu Kira. Ingin sekali Kira masuk tapi Glen serta Ibunya sudah melihatnya keluar.
"Hati-hati ya di jalan nak Glen, jangan sampe ngebut takut terjadi apa-apa sama Kira." Ibu memberi nasehat.
"Baik bu," jawab Glen singkat.
Begitu Kira berada di hadapan mereka. Glen memberikan helm untuk dipakai oleh Kira. Tidak lama Kira sudah duduk di belakang dengan jaket serta helm terpasang aman. "Ibu Kira pamit ya," ucap Kira lalu mencium tangan sang Ibu.
"Iya hati-hati di jalan." Glen kemudian menjalankan motornya meninggalkan rumah Kira. Di tengah jalan, tidak ada percakapan sama sekali. Kira masih malu dengan sikap Glen semalam.
Bau parfumnya saja sama seperti tadi malam makin tak karuan degup jantung Kira. "Lo kenapa cuma diam?" Pertanyaan Glen tak disambut oleh Kira dan pemuda itu bertanya lagi. "Lo masih syok pas gue cium tadi malam?"
"Siapa sih yang nggak kaget dicium kayak gitu. Aku sampe nggak bisa tidur."
Glen terkekeh mendengar pengakuan Kira. Senang sudah pasti. "Harusnya aku marah sih sama kamu karena nyium sembarangan."
"Iya, iya gue minta maaf tapi kalau kita jadi suami istri jangan marah ya kalau gue cium lo."
"Glen!" Suara Kira terdengar marah. Sebelum sempat protes, Glen menghentikan motornya. Mereka sudah sampai di sekolah, entah sampai kapan.
Kira kemudian turun dan memberikan helm cadangan untuk Glen. "Makasih, mau dibayar berapa?"
"Bayar? Nggak usah," balas Glen menolak.
"Tapi aku maksa, motor kan butuh bensin, oli masa iya aku nggak bayar."
"Gampang sih bayarnya, nanti pas pulang sekolah kita pulang bareng lagi." Kira tidak bisa mengomel sebab Glen sudah pergi menuju kelas.
Pada akhirnya Kira mengikuti Glen dari belakang. Sampai di kelas, Glen duduk sebentar untuk membuka tas dan meraih beberapa buku milik Kira untuk dikembalikan.
"Makasih ya." Glen berucap sembari memberikan buku catatan milik Kira.
"Loh, kamu udah tulis semuanya?"
"Udah," jawab Glen enteng. Dia kemudian mengambil tempat di samping Kira untuk duduk. "Tulisan lo bagus, gue nggak ngerasa sulit untuk bacanya jadi udah selesai."
"Sebanyak ini?" tanya Kira masih bingung.
"Iya, nggak percaya? Coba tanyain gue soal catatan bahasa Indonesia."
"Nggak," tolak Kira langsung. "Aku percaya kok kalau kamu udah nulis catatan semuanya. Jadi sekarang gimana? Mau ujian remedial?"
Glen mengangguk. "Tinggal tunggu aja untuk kapan harinya."
Dari arah luar tampak Ita melihat tajam pada mereka berdua tapi dia lebih berfokus pada Glen yang sering kali tersenyum. Sudah lama Ita tak melihat senyum di wajah pemuda itu ataupun binar di matanya.
Dulu senyuman dan setiap candaan yang dilontarkan oleh Glen tertuju pada Ita seorang. Namun semuanya direbut oleh Kira. Kira yang harusnya tak pernah ada di kehidupan Glen. Begitu pula sebaliknya.
Dada Ita serasa terbakar. Saat ini hanya satu yang ia tuju. Bagaimana membuat Kira menjauh dari Glen.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra
Teen FictionKirana menyimpan rasa suka kepada Bian tapi Biam malah menyukai Anggi, sahabat Kirana siswi "most wanted" di sekolah mereka. Dalam kekalutan hati, muncul Glen Argantara, pemuda menyebalkan yang suka membuat Kirana bingung . Banyak gosip beredar namu...