Seperti biasa hari ini Kira masuk ke dalam kelas. Ia di sapa oleh beberapa temannya yang sudah datang terlebih dahulu. Tatapannya lalu beralih pada kursi kosong yang letaknya tepat di samping meja Kira.
Glen belum datang. Apa dia masih kesal karena kemarin? Dia lalu mendaratkan bokongnya ke tempat duduk. Sampai bel masuk pun Glen tak pernah datang. Kira jadi gelisah sekarang. Jangan sampai pemuda itu cari gara-gara dengan Rio.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan, Lina berada di depan dengan senyum sungkan pada Guru yang mengajar. "Maaf bu saya ingin manggil Kirana, dia dipanggil sama pak Bima."
Kira kaget dengan ucapan Lina. Sepengetahuannya ia tak memilki keperluan apapun dengan pak Bima atau sebaliknya. Guru kemudian melirik Kira, menganggukan kepala sebagai tanda Kira bisa keluar saat ia mengajar.
"Kenapa pak Bima manggil?" tanya Kira langsung kepada Lina.
"Nggak tahu sih manggil karena apa, mending datang aja ke kantor gue pergi dulu ke kelas ya maaf nggak bisa nemenin lo." Kira belum sempat berucap, Lina melengos duluan seakan tak mau berlama-lama bersama gadis itu.
Kira mau tak mau harus pergi ke ruang guru sendiri. Cemas menyelimuti dirinya namun ia berusaha menyakinkan diri sendiri untuk jangan takut.
Dengan langkah pelan, Kira masuk menemukan dua guru dan para staf sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Kira memasuki sebuah ruangan dengan atas papan nama Wakil kepala sekolah. Di sana pak Bima sibuk merapikan meja.
Tatapannya berubah tatkala Kira mengetuk pintu. "Masuk," perintahnya tenang. Suasana langsung tak enak begitu dia masuk sebab Pak Bima begitu mengintimidasi.
"Bapak manggil saya? Ada apa ya Pak?" tanya Kira berusaha sopan.
"Duduk." Kira lalu duduk di depan Pak Bima. Mereka tak langsung berbicara. Pria itu membuka sebuah buku besar yang letaknya di atas meja.
Dengan membuka beberapa lembaran dia menatap sebentar tag nama Kira. Kesunyian di antara keduanya membuat Kira makin tegang. Sekarang hanya bisa berharap tak ada masalah serius.
"Kira, saya dapat kabar kalau kamu menolak untuk ambil bagian dalam kegiatan osis, kamu memiliki alasan apa untuk tidak mengikuti kegiatan?" tanya Pak Bima setelah lama bungkam.
Kira kali ini yang diam. Akhirnya Kira sadar tentang "masalah" yang ia hadapi. "Pak saya sudah memiliki janji jadi-"
"Apa janji itu penting sekali sampai kamu tidak mau ikut kegiatan organisasi?" potong Pak Bima mengintimidasi.
"Tapi pak saya bukan pengurus osis, saya pun tak pernah ikut organisasi lalu kenapa itu menjadi tanggung jawab saya?" Kira mencoba membela diri.
"Jelas sudah kewajiban kamu. Kamu itu adalah anggota osis, biar kamu bukan pengurusnya tapi kamu itu harus jadi contoh adik kelasmu. Jangan karena kau tidak mengikuti kegiatan apapun, kamu bisa keluar dengan bebas," tutur Pak Bima panjang lebar dengan tegas.
"Tapi Pak saya..."
"Nggak usah membantah, kamu harus mengikuti kegiatan itu. Kalau tidak kamu akan saya beri nilai kepribadian tidak baik. Kamu tahu bukan kalau konsekuensinya nilai kepribadian tidak baik maka kamu bisa tinggal kelas."
Kira tak memasang ekspresi apa-apa tapi dalam hatinya mengumpat sumpah serapah. Ita sungguh serius dalam mengejar bahkan meminta Pamannya sendiri untuk mengekang Kira.
"Baik Pak," sahut Kira. Dia tak punya pilihan selain setuju dengan keputusan Pak Bima.
"Kamu boleh keluar tapi ingat sore ini jangan pulang dulu, kamu harus membantu. Buka blokirmu, biar Lina memasukan nomormu di grup osis. Jangan pernah keluar tanpa seizin Bapak." Kira bergumam sebagai jawaban. Setelah berpamitan dengan lesu Kira berjalan keluar dari kantor.
"Lo ada di sini juga?" suara Glen mengejutkan Kira. Dari atas sampai bawah, Glen tampak kusut dengan seragam olahraga yang kotor.
"Kamu habis di hukum ya?" Kira menerka.
Glen tertawa ringan. "Ya begitulah, gue terlambat. ke kelas bareng yuk. Btw, ngapain kamu datang di kantor?"
"Punya masalah sama osis makanya aku datang ke sini." Kira menyahut dengan nada malas.
"Osis? Gara-gara Ita?" tanya Glen. Riak wajah yang keberatan tidak bisa disembunyikan oleh pemuda itu. "Tenang aja biar gue yang ngurus dia, lo nggak usah pusing ok?"
Sebelum sempat Glen melangkah, Kira langsung menghentikannya. "Nggak usah bertengkar Glen, aku bisa urus masalahku sendiri. Aku takut nanti gara-gara ini kamu nggak bisa remedial lagi."
"Tapi dia sudah keterlaluan, Ita sengaja nyeret elo buat dia ngawasin lo selama 24 jam. Dia emang selalu kekanak-kanakan, nggak mau ngalah," omel Glen ketus.
"Aku tahu tapi lebih baik tenangin diri kamu dulu, kita ke kelas aja ya." Kira menarik tangan Glen, memaksanya untuk ikut. Sampai istirahat jam pertama Glen tetap memasang wajah kesal.
"Dia kesal karena apa?" tanya Anggi. Seperti biasa Anggi, Bian, Kira serta Glen duduk di meja kantin yang sama. Bian sendiri berusaha mengubah suasana hati Glen tapi hanya ditanggapi dengan anggukan tanpa berminat.
"Biasa, Ita." Kira menyahut singkat.
"Emang Ita buat masalah apa lagi? Dia nggak nyakitin kamu, kan?"
"Lebih parah lagi, aku nolak permintaanya kemarin untuk bantu di rapat osis dia malah laporin aku sama pak Bima yah akhirnya aku nggak punya pilihan untuk ikut kegiatan itu."
Anggi termangu. "Jadi kamu nggak bisa nemenin aku hari ini?" tanya gadis itu lesu.
"Aku minta maaf, aku tidak punya pilihan lain." Kira membalas ikut kecewa.
Anggi lantas menggeleng. "Aku ngerti, aku rasa kamu nggak bakal punya waktu untuk persiapan ulang tahunku jadi akan lebih baik kalau kamu selesaikan dulu masalahku dengan Ita tapi ingat ya harus datang ke acara ulang tahunku. Awas aja kalau nggak datang."
"Aduh aku nggak ngerasa enak, nggak mungkin kamu belanja tanpa aku. Bagaimana kalau kamu ditemani sama Bian atau Glen? Biar aku bicara sama mereka." Kira memutar badannya hendak bersuara agar mendapat atensi dari kedua teman lelakinya.
"Kira nggak usah! Takut ngerepotin mereka berdua, aku bisa sendiri kok."
"Nggak bakal repotin, tenang aja." Kira kembali berbalik menatap Glen.
"Teman-teman, Anggi butuh bantuan. Kalian punya waktu nggak pulang sekolah ini?" tanya Kira pada keduanya.
"Aku masih ikut rapat osis. Aku ketua kelas 2-B jadi harus ikut." Bian menjawab cepat.
Kira lalu beralih memandang Glen. "Nggak bisa, gue sibuk. Cari orang lain aja," kata Glen ketus.
"Kamu pasti nyari alasan kan? Udah jujur aja, kamu pasti nggak sibuk."
Mata Glen langsung melotot. "Kok elo jadi nyolot sih? Suka-suka gue dong mau nemenin atau nggak."
Tangan Kira ditarik oleh Anggun. Gadis itu menggeleng pelan. Tepat saat itu juga bel masuk berbunyi, Glen berjalan terlebih dahulu disusul oleh Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra
Fiksi RemajaKirana menyimpan rasa suka kepada Bian tapi Biam malah menyukai Anggi, sahabat Kirana siswi "most wanted" di sekolah mereka. Dalam kekalutan hati, muncul Glen Argantara, pemuda menyebalkan yang suka membuat Kirana bingung . Banyak gosip beredar namu...