Ulang Tahun Ita (2)

9 4 0
                                    

"Kirana," panggil suara seseorang. Mereka sontak menoleh ke arah pintu di mana Ita berdiri sembari tersenyum ramah. Glen langsung diam serta sebaik mungkin berekspresi seakan tidak ada sesuatu di antara Ita dan dirinya.

Kira tersenyum canggung ke arah Ita. Suasana di kelas ini langsung jadi pengap begitu bendahara osis itu masuk. "Jadi gimana? Kamu datang, kan ke ulang tahunku?"

"Tentu, nanti kan jam 7 malam? Aku sudah tanya sama Ayah dan Ayah izinin aku untuk datang tapi kayaknya agak terlambat nggak papa, kan?" tanya Kira mencoba sebaik mungkin untuk mengobrol santai.

"Oh nggak papa asal kamu datang ke acaraku." Ita kemudian menoleh pada Glen yang tidak senang akan kehadiran gadis itu.

"Glen, aku nyangka loh kamu temenan sama Kira. Gimana kabarnya?"

Andai saja Kira tidak berada di situ pasti segala umpatan keluar dari mulut Glen. Ia jelas sengaja menyapa di depan Kira agar Glen tidak emosi. "Baik," jawab Glen singkat.

"Eh kamu belum dapat ya undangannya, aku udah siapin khusus untuk kamu. Datang loh ke rumah, orang rumah kangen tahu ketemu sama kamu." Ita lalu memberikan sebuah undangan yang sama dengan milik Kira bedanya ada aroma parfum yang wangi tercium dari undangan milik Glen.

"Iya nanti kalau punya waktu." Glen menjawab seperlunya saja. Tak mau mengobrol banyak dengan Ita.

"Ok, aku tunggu kalian di rumah." Ita kemudian berjalan pergi dari kelas 2-C. Glen segera memberikan undangan tersebut kepada Kira.

"Kenapa dikasih ke aku?"

"Gue nggak mau nerima pemberian dari perempuan itu. Muka dua tahu nggak?" Glen kemudian meletakkan undangan tersebut di atas meja Kira.

"Jadi bener kalian sedekat itu dulu sampai kamu sering kunjungin rumahnya?" tanya Kira.

"Ya begitulah, kami itu temenan dari SMP tiap kali tugas kelompok ya sering di rumahnya jadi semua orang yang tinggal di rumahnya kenal sama gue."

Kira mengangguk paham. "Kenapa? Cemburu ya?"

"Bisa nggak sih serius dulu? Kita lagi ngebahas hal yang penting. Jadi kamu, kan punya undangan juga gimana kalau kamu--"

"Tidak!" potong Glen sebelum sempat Kira menyelesaikan perkataannya.

"Tapi, kan Glen kamu kenal sama keluarganya."

"Iya gue emang tau mama, papa bahkan kakeknya tapi dia udah terlanjur bikin gue sakit hati jadi sampai dia minta maaf sama gue, nggak bakal gue datang ke rumahnya."

Kira membuang napas kasar. "Laki-laki emang gitu ya, kalau harga dirinya udah tercoreng pasti bakal junjung tinggi rasa egonya."

"Ini bukan soal harga diri Kira, gue nggak peduli mau dikatain apa karena kebencian gue sama Ita asal hati gue nggak sakit."

Tepat saat itu juga Beni berjalan masuk ke dalam kelas. Hari ini adalah hari piketnya. Jikalau bukan karena ketua kelas meneleponnya pagi-pagi Beni pasti masih ada di rumah.

"Wih ada apa nih? Kok serius banget?" tanya Beni semringah.

Glen dan Kira tak menjawab. Pemuda itu memutuskan untuk kembali ke kursinya sedang Beni berjalan menghampiri Glen dengan tatapan penuh minat. "Lo punya masalah sama Kira?"

"Dari pada lo nanya hal yang nggak penting mending nyapu tuh di luar. Sampah berserakan di mana-mana." Glen membalas kesal.

"Oh atau lo jangan-jangan mau PDKT ya sama Kira?" Pertanyaan Beni langsung mendapat pandangan melotot dari Glen. "Jangan marah kawan, gue dukung kok lo jadian sama Kira nggak papa gosip lo sama Anggi nggak bener yang penting Kira dipepet terus," ujar Beni tersenyum menampilkan sederet giginya yang rapi.

"Lo mau ambil tuh sapu atau gue yang ambil tuh sapu?" Kali ini Glen mengancam. Beni langsung patuh meski masih memberikan reaksi senyum malu kepada Glen.

❤❤❤❤

Tiada yang istimewa dengan menghabiskan waktu untuk belajar dan mengobrol bersama teman-temannya. Glen sendiri tak memusingkan obrolan mereka di pagi hari. Nyatanya, pemuda itu tengah bercanda ria bersama Bian serta Anggi dikala mereka berkumpul saat jam istirahat.

Sampai pulang pun Kira dan Glen hanya diam tak mau berbicara mengenai ulang tahun Ita. "Bener nih kamu nggak pergi ke sana?" tanya Kira. Dia masih ingin Glen ikut bersamanya di ulang tahun Ita.

Glen menggeleng. "Tapi tenang aja gue bakal pantau lo kok dari jauh."

"Caranya?"

"Pokoknya nanti gue bakal pantau lo. Usahakan jaga jarak ya sama dia."

"Iya, tenang aja." Setelahnya Glen menghentikan motornya tepat di depan rumah Kira. Gadis itu turun lalu memberikan helm cadangan milik Glen.

"Makasih udah mau antar jemput aku," ucap Kira.

"Sama-sama lain kali kalau ayah lo nggak ada telepon gue aja, gue bakal jemput lo."

Kira mengangguk dan Glen akhirnya pamit. Tak lupa dia menitip salam kepada ibunya Kira yang tak ia temui.

Tepat jam 6.30 sore, Kira sudah siap dengan make up seperlunya. Dengan ajaran Anggi serta kemampuan ingatan yang baik, Kira berdandan tipis. Setelah memoleskan lipstik di bibir, Kira sudah siap dengan gaun terusannya. Gaun hitam selutut yang dipadukan dengan tas kecil berwarna putih selaras dengan warna sepatu.

Sejujurnya Kira merasa kurang pede tapi dia tak punya banyak waktu. Dia kemudian keluar dari kamar berjalan menghampiri Ibunya yang asyik melipat pakaian. "Aduh cantik banget anak Ibu. Perlu di foto, bentar jangan pergi dulu."

"Ibu aku nggak punya waktu. Bentar Bian datang jemput aku, udah otw dia."

"Jarang banget penampilan kamu kayak gini, udah pandai berdandan sama pilih pakaian cantik sendiri. Ayo berdiri di sana."

Tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan sang Ibu, Kira mencoba tersenyum di kamera begitu dia di foto.

Layaknya sebuah profesional fotografer, Ibunya memberi arahan gaya yang bagus. Kira menuruti saja. Tak lama suara klakson motor berbunyi.

Bian sudah sampai. Buru-buru Kira keluar dan ya Bian menunggu di luar pagar rumah. Kira dan Ibunya berjalan keluar menghampiri Bian.

"Eh nak Bian, udah lama nggak ketemu. Gimana kabarnya?"

"Baik bu. Kalau Ibu sendiri?"

"Baik, eh kapan-kapan datang ke sini lagi nanti tante bakal masakin makanan yang enak." Permintaan Ibu Kira disambut oleh anggukan Bian. "Jadi nak Bian ke undangan juga?"

"Tidak cuma nganterin Kira aja, dia minta tolong pas di kantin." Tidak lama akhirnya Kira pamit bersama Bian menuju rumah Ita. Jaraknya masih dekat hingga hanya butuh 15 menit itu pun Bian sengaja tidak kebut-kebutan mengingat Kira memakai rok.

Kira lalu turun begitu sampai. Dia merapikan rambutnya sedikit dan melihat riasan jika sudah luntur atau tidak. Bian yang hanya diam melihat penampilan Kira dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dari sudut pandangnya, Kira sudah layaknya gadis sepantaran usia mereka yang mementingkan penampilan.

Bukannya Bian tak suka malah dia senang akan kemajuan Kira hanya saja Bian merasa aneh melihat gadis itu berpenampilan cantik dan ya Bian mengakui. Kira begitu cantik di malam ini. "Makasih ya Bian, nanti aku telepon kalau udah selesai."

"Iya, kalau pengen pulang cepet telepon aku."

SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang