Insiden

10 4 0
                                    

Kira mengembuskan napas berat. Ternyata hari ini jauh lebih berat dari mos sekolah. Mos sekolah pasti ada perkenalan ketika duduk bersama kelompok atau pun saat pertama masuk ke dalam kelas.

Beda hal sekarang. Orang-orang sibuk dengan teman mereka sementara Kira hanya berdiri mematung sambil membawa segelas jus di tangan. Tidak ada yang mau mencoba mengobrol dengannya meski hanya sekedar basa-basi.

Kira kemudian mendekati kolam renang. Ia membayangkan jika saja Glen ada di tempat ini pastilah dirinya tak kesepian.

"Jangan diam mulu nanti kesambet setan setan." Kira langsung menoleh ke asal suara.

"Kak Mahen? Ternyata kakak ada juga di sini." Mahen, mantan ketua osis yang sekarang sibuk dengan beberapa bimbel menghadapi ujian nasional.

"Ini pesta ulang tahun anak populer masa iya gue nggak dateng. Btw ngapain lo ke sini? Perasaan lo bukan tipe anak yang suka keluar malam-malam."

"Di undang juga sama Ita, syukur Kakak ada kalau nggak udah pasti aku mati kutu di sini." Kira cengar-cengir. "Temenin aku ya kak, aku kesepian nih."

"Kebiasaan lo, dari kecil sampai sekarang nyusahin aja." Mahen kemudian menyesap rokok yang ia punya dalam-dalam beberapa saat sebelum akhirnya menoleh pada Kira. Gadis itu mencoba sebisa mungkin memperlihatkan wajahnya yang memelas kepada Mahen. "Ok gue bakal nemenin lo tapi ini semua nggak gratis, lo harus bayar gue gimana?"

"Iya, iya bakal ku bayar kok tenang aja."

Mahen mengangguk. "Bagus deh kalau gitu. Btw, gue denger gosip tentang lo."

"Hah? Tentang apa? Perasaan aku nggak punya masalah."

"Tentang lo yang pindah dari kelas A ke kelas C. Semua pada ngejek elo karena lo dikira nggak bisa nyamain kemampuan belajar di kelas A padahal lo itu juara umum di sekolah. Kenapa sih lo mau pindah?"

Kira tersenyum simpul. "Aku pengap aja di kelas itu terlalu banyak persaingan makanya aku minta sama Ayah buat bikin kontrak supaya nggak masuk kelas unggulan."

"Tapi karena lo juga, pengumuman juara umum nggak pernah diadakan. Anak-anak kelas A tuh nggak tahu kalau lo dapet juara umum."

"Yang penting aku tenang dan tidak masuk ke kelas unggulan. Aku tidak berkompetisi dengan siapapun."

"Tapi gue denger lo sering banget dimintai tolong sama teman kelas lo?"

"Itu jauh lebih baik dari pada harus ada di kelas A." Mahen menatap tak percaya ketika melihat Kira. Sungguh pemikiran aneh sekaligus unik.

***

Berbanding terbalik dengan Kira yang merasa aman. Glen tampak tak nyaman begitu seseorang datang menghampirinya dan Dika yang asyik main catur. "Ya ampun Glen kok lama banget sih mikirnya?" tanya Dika.

Dika kemudian mengalihkan pandangan pada Ita yang menatap lekat ke arah Glen. "Pasti karena ada pawangnya yah?" goda pria itu.

Glen segera berdiri, pura-pura ia melihat jam di ponselnya. "Ya ampun Mas, saya baru sadar ada urusan bisa nggak pertandingannya kita lanjutin lain kali?"

Kening Dika mengkerut. "Emang urusan apa? Kita baru main 30 menit loh."

"Maaf Mas saya nggak bisa lain kali saja. Saya cuma mau titip salam sama keluarga besar Mas," kata Glen mencoba sebisa mungkin untuk tetap terlihat ramah.

"Kalau gitu hati-hati di jalan. Oh iya, boleh minta nomor teleponmu siapa tahu kita bisa nongkrong bareng." Glen segera menyebut nomor teleponnya lalu setelah pamit kesekian kali, Glen berlalu dari ruang tengah.

"Kapan sih kamu mau ngomong sama crushmu? Mas udah terlanjur suka nih sama dia, kok sampe sekarang nggak pernah jadian?" gerutu Dika kesal.

"Iya, iya tungguin aja. Aku ngejar dia dulu ya Mas." Dika belum mengatakan apa-apa, Ita sudah pergi lebih dulu. Pria itu hanya mengembuskan napas berat. Sungguh masa muda yang penuh kenangan.

"Glen," panggil Ita setengah berlari. Glen otomatis berhenti dan menoleh ke arah Ita dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ngapain sih lo datang ngeliat gue bareng Mas Dika? Bikin muak tahu nggak? Untung aja ini rumah lo kalau nggak udah gue maki lo, dan jangan pernah sebut nama gue pakai mulut lo yang k*tor itu."

Bukannya merasa terintimidasi Ita malah tersenyum. "Makasih ya udah mau dateng ke pesta ulang tahun aku, yah biar kamu nggak bawa hadiah."

"Jangan kegeeran lo, gue datang ke sini bukan buat lo tapi buat Kirana. Gue tahu kok lo pasti bikin sesuatu yang buruk sama Kira makanya lo undang dia ke sini," tutur Glen panjang lebar.

"Ah masa buktinya kamu datang dan main dengan Kakakku bukan melihat Kirana. Kasihan sekali dia, sendirian tanpa seseorang yang ia kenal apalagi sekarang dia berada di rumahku."

"Apa maksudmu?" tanya Glen tak mengerti. Tak berapa terdengar suara seseorang yang menjerit. Glen buru-buru ke asal suara sedang Ita berjalan biasa saja tanpa ambil pusing ada kekacauan di pestanya.

Kira berada di air bersama dengan Mahen yang menolongnya sedang dua orang pemuda tampak bertengkar di tepi kolam renang. "Dugaanku salah ternyata biar kamu nggak ada, dia udah punya seseorang yang diajak datang ke sini. Mantan ketua osis pula. Udah jelas dia itu suka banget tebar pesona." Ita mencoba untuk menghasut Glen.

Pemuda itu sendiri hanya menatap sekilas pada Ita dengan pandangan datar sebelum akhirnya melangkah mendekati Mahen mengeluarkan Kira dari kolam renang. Gaun terusan berwarna hitam milik Kira kini basah, make up di wajah luntur.

Penampilan Kira kacau sekali. Dia pun tak berani mengangkat wajah sampai sebuah jaket menutup seluruh tubuh yang basah. "Lo nggak papa?" Suara lembut Glen berhasil membuat Kira langsung memandang pemuda itu. Dengan keadaannya masih syok, ia mengangguk. Tidak banyak bicara.

Mahen sendiri melerai kedua pria yang masih beradu mulut. "Diam?!" bentak Mahen keras. Sebab itulah suasana menjadi hening. Musik pun dimatikan oleh dj karena suara bentakannya.

"Kalau kalian punya masalah mending keluar aja jangan bikin keributan di sini?! liat ini gara-gara kalian, ada satu orang yang hampir aja tenggelam!" ujar Mahen sambil menunjuk Kira.

"Kalian pengurus osis?" Kedua pemuda itu mengangguk. "Kalau kalian pengurus osis, cerminkan sikap kalian sebagai pengurus bukannya bertengkar kayak anak kecil. "

Mahen kemudian mendekati Kira. Bertanya pertanyaan yang sama dan menuntun Kira untuk berdiri serta berjalan. "Boleh gue bantu?" tanya Glen menawarkan diri.

Mahen mengerjapkan mata. Ia baru sadar akan kehadiran pemuda asing di depannya ini. "Dia siapa?" tanya Mahen.

"Teman kelasku." Kira menjawab singkat.

"Nggak usah terima kasih, aku bawa mobil. Gue nggak mau juga kalau lo sampe disalahin sama bapaknya." Mahen kemudian mendekati Glen. "Bapaknya Kira galak," bisik Mahen.

SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang