"Ayahmu nelpon tuh, angkat." Kira lantas bangun dari tempat duduk dan berjalan keluar dari kedai yang terbuat dari tenda kecil.
"Halo Ayah," sapa Kira setelah mengangkat telepon.
"Kira, kamu ada di mana? Ini udah jam 7 malam loh," tegur Ayah dengan nada khawatir.
"Iya Kira tahu, aku sama teman-teman masih makan. Baru saja keluar dari bioskop.." Kira bergumam pelan. Berusaha merangkai kata agar Ayahnya tak marah.
"Ayah boleh tidak aku pulang jam 8? Aku masih pengen jalan-jalan bareng Anggi dan yang lain, boleh nggak?" tanya Kira gugup.
"Kira, kamu masih sekolah besok gimana kalau.." Perkataan Ayah terhenti saat suara Ibu terdengar dari balik telepon. Mereka beradu argumen sebentar. Ibu lebih membela Kira merasa jika putri semata wayangnya berhak menghabiskan waktu yang menyenangkan.
"Baiklah kau harus pulang jam 9 jika tidak maka Ayah akan mengunci pintu rumah."
"Terima kasih Ayah." Kira menutup telepon dan kembali kepada teman-temannya.
"Jadi gimana, mau pulang sekarang?" tanya Anggi seakan tahu permasalahan Kira.
Gadis itu menggeleng. "Bener nih nggak papa? Aku tahu sifat ayahmu seperti apa, jangan memaksakan diri. Itu lebih baik dari pada kamu kena masalah," lanjut Anggi.
"Nggak seru Kira kalau kamu nggak ada." Glen menyahut. Membujuk Kira untuk tetap di tempat itu.
"Menurutku tidak masalah kalau Kira mau pulang toh kegiatan kita udah selesai, uang juga kita sudah habis. Tidak ada yang bisa dilakukan." Bian mengeluarkan pendapat. Setuju dengan Anggi.
Suara notifikasi terdengar. Glen segera mengambil ponsel miliknya hanya untuk memeriksa sebentar. Mendadak segaris senyuman muncul. "Oh kalian nggak usah khawatir, gue ada solusinya."
"Solusi?" ulang Bian tak mengerti.
Glen memperlihatkan notifikasi masuk dari ponsel yang merupakan sebuah sms transfer masuk dari rekeningnya. "Bapak gue baru transfer uang jajan gue selama 3 bulan."
Usai membayar mereka lantas jalan mengelilingi taman kota. Sebab Glen memiliki uang jajan, mereka sedikit terbantu. Keduanya mencoba "Nggak papa nih kita pake uang kamu dulu?" tanya Kira tidak enak.
"Nggak papa sih kalau sesekali. Eh mau warnain gambar?" tanya Glen mengalihkan pembicaraan.
Tangan Kira ditarik oleh Glen berjalan mendekat pada beberapa kanvas yang memiliki gambar tanpa warna. "Kalian mau juga?" tanya Glen kepada Anggi serta Bian.
Keduanya mengangguk. Glen lalu mendekati pedagang dan membayar empat kanvas. "Kalian mau minum apa? Aku akan membelinya,"
"Aku mau minuman dingin rasa coklat," kata Bian langsung.
"Sama tapi rasa bubble gum." Kira ikut menjawab.
"Gue ikut!" pinta Anggi. Glen sontak melihat Anggi dengan tatapan curiga. Kenapa gadis di depannya ini selalu saja mencoba mendekat? Padahal Anggi begitu membencinya.
"Ayo." Akhirnya Anggi dan Glen pergi dengan gadis itu menarik paksa lengan Glen.
"Kenapa nih? Mau bikin Kira sama Bian lebih dekat gitu?" tanya Glen.
"Ya iyalah, ini kan kencan mereka berdua." Glen langsung menghentukan . Ingin ia tertawa terlebih saat melihat Anggi yang memasang wajah polos.
"Lo ini bodoh atau pura-pura bodoh sih? Lo sadar, kan kalau ini bukan kencan? "Kencan" ini nggak akan ada kalau lo terima ajakannya Bian buat jalan-jalan." Glen membuang napas kasar. "Apa lo nggak kasihan sama Kira? dia itu cuma jadi pilihan kedua 2 kalau lo nggak mau diajak sama Bian."
"Lebih baik kaya gitu dari pada Bian dan Kira nggak dekat sama sekali." Anggi membalas tanpa melihat ke arah Glen.
"Tapi itu salah, bukan hanya Kira tapi Bian juga ngerasa kecewa dan nggak ada baik-baiknya kalau hubungan itu didasari dengan pemaksaan."
"Lo bilang kaya gitu karena lo nggak mau kan kalau Kira deket sama Bian? Udah ngaku aja lo juga cemburu." Kali ini Anggi menatap mata Glen dengan tajam namun ada sorot kesedihan di dalamnya. Sebuah perasaan bersalah.
"Iya gue cemburu tapi gue nggak akan maksa Kira buat ngejauhin Bian. Gue sadar gue cuma temannya dan gue berusaha agar Kira tetap nyaman di dekat gue."
Anggi memalingkan wajahnya. Ia sedang berpikir. Glen pun tidak mengatakan apa-apa selain diam menunggu respon dari gadis itu.
"Kalau Kira dan Bian jadian suatu saat nanti? Lo bakal ngelakuin apa?" tanya Anggi dengan sedikit suara yang bergetar. Ia tampak ragu.
"Gue bakal seneng karena Kira pantas dapat seseorang yang baik seperti Bian lagi pula dia emang suka sama Bian ya walau sedikit sakit sebenarnya tapi gue akan terus dukung keputusan Kira." Glen menjawab enteng.
Anggi tertawa hambar. "Lo emang suka banget sama Kira."
"Jelas dong, kalau bukan karena dia ... mungkin gue nggak akan ada di sini bareng kalian." Anggi sontak menoleh menatap Glen yang telah berjalan pergi. Seketika pikiran buruk tentang Glen menguap begitu saja.
Selama ini ia selalu mencap Glen buruk sebab masa lalu dan kedekatannya dengan Kira begitu mendadak. Sekarang Anggi mengakui kalau ia salah dan sahabatnya benar.
Glen adalah pemuda yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra
Ficção AdolescenteKirana menyimpan rasa suka kepada Bian tapi Biam malah menyukai Anggi, sahabat Kirana siswi "most wanted" di sekolah mereka. Dalam kekalutan hati, muncul Glen Argantara, pemuda menyebalkan yang suka membuat Kirana bingung . Banyak gosip beredar namu...