Kirana akhirnya sampai di gudang yang dimaksud. Pintu lekas dibuka dan Kira masuk tanpa menutup pintu. "Eh tunggu dulu!" seru seorang pria yang tak lain adalah staf sekolah.
Pria itu baru saja keluar dari kantor dan bergegas menghampiri Kira. "Kamu ngapain di sini?" tanya pria itu.
"Mau ambil pel sekolah pak, untuk pel ruang rapat."
Pria itu mengembuskan napas lega. "Dek, ingat ya gudang ini memang bisa dibuka pintunya dari luar tapi kalau dari dalam nggak bisa jadi kalau masuk pakai penyangga buat pintunya."
Kira mengangguk pelan. Segera gadis itu mengambil kursi untuk menyangga pintu agar tak tertutup sendiri. "Maaf ya dek bikin kaget, Pak pergi dulu."
"Iya Pak makasih infonya." Kira kembali mencari pel dan kembali ke ruang rapat. Hanya Tuti yang menunggu sementara Lina sepertinya masuk lagi di ruang rapat.
"Syukurlah kau tidak terkunci, aku sempat khawatir karena kupikir kau tidak tahu gudang di dekat kantor itu pintunya rusak." Tuti berucap setelah bernapas lega.
"Memang aku tak tahu, aku baru tahu setelah ditegur," sahut Kira enteng. "Tapi kau tahu pintunya rusak?" Tuti mengangguk.
"Aku ingin ikut tapi Lina tidak mau aku ikut." Kira diam. Lina sudah pasti sengaja mengirim Kira supaya dia tak bisa keluar.
"Sudah nggak papa, siapa tahu kau di sini dibutuhkan." Satu jam berlalu, para osis keluar dengan santai. Setelah perbincangan berat mereka akhirnya menyelesaikan rapat dengan beberapa keputusan.
Kira pun tak ikut terlibat dalam rapat. Dia hanya ditugaskan mungkin sebagai petugas kebersihan saja seperti itulah pikiran Kira. "Lina," panggilnya.
Lina menatap Kira tak minat. Matanya memutar bosan tatkala Kira mendekat. "Aku sudah bawa alat pelnya jadi..."
"Oh ya aku lupa, kamu bersihkan ya ruangannya. Ada banyak sampah berserakam, sapu bersih dan pel ya. Terima kasih," potong Lina sambil tersenyum.
Kira lalu ditinggalkan Lina. Cia yang berjalan menghampiri Kira dan diberikan kunci. "Semangat ya bersih-bersihnya." Cia kemudian tertawa lalu melenggang pergi.
Sekarang hanya ada Kira seorang. Entah ke mana Tuti berada, dia rasa sudah diseret oleh beberapa anggota OSIS lain agar tak membantu Kira membersihkan ruangan.
Kira mengembuskan napas panjang dan bergerak masuk ke ruang rapat. Di sisi lain, Cia dan Lina tertawa. Keduanya membicarakan ekspresi Kira yang membuat mereka puas.
Tak jauh dari mereka Glen menunggu di atas motor. Kedua matanya menatap tajam Lina dan Cia. Meski marah tapi pemuda itu membiarkan kedua temannya Ita pergi dari sekolah.
Glen lalu memilih masuk lagi kembali ke sekolah lebih tepatnya ruang rapat.
***
"Loh, Kira belum pulang?" Kira mendongak, menemukan Rio berjalan masuk.
"Iya, Lina mau aku bersihkan seluruh ruang rapat dulu baru pulang." Kira menerangkan singkat.
"Dasar gadis itu, bisa-bisanya meminta Kira selesain kerjaan dia," gumam Rio kesal.
"Hah, apa yang kamu bilang?" Rio mengubah raut wajah dengan senyuman dan menggeleng.
"Biar gue bantu. Kasihan kalau cuma lo sendiri bersihin nih ruang rapat."
"Makasih Rio, sudah ngerepotin."
"Nggak papa, gue bantu angkat kursi dulu." Kira mengangguk. Kedua tangannya sibuk memunggut botol-botol plastik di meja.
Ditaruhnya semua sampah di dalam plastik berwarna hitam. Kira hendak membawa plastik tersebut ke tong sampah tapi seseorang sudah menarik benda itu. Dia adalah Glen.
"Loh, Glen ada di sini juga?" tanya Kira.
"Iya lama banget gue nungguin lo, makanya gue datang ke sini siapa tahu gue bisa bantu lo." Glen menjawab sekenanya.
"Eh Kira, mana sapunya? Biar cepat kelar kerjaan kita." Di saat bersamaan pula Rio berjalan menghampiri Kira. Baik Glen maupun Rio, mereka sama-sama terkejut dengan kehadiran mereka satu sama lain.
"Kok lo ada di sini?" tanya mereka hampir bersamaan.
Tidak terima Glen langsung menyambar. "Jangan lo ikut-ikutan kalimat gue, gue tanya lo duluan sekarang jawab."
Rio mendengus. "Gue ngikutin kalimat lo? Lo kali yang ngikutin gue."
"Diem lo, ceking! Nggak usah nyela gue!" ucap Glen ketus.
"Ceking? Lihat nih badan gue, penuh otot emang kayak lo yang nggak pernah ngegym."
"Sudah kalian berhenti bertengkar!" seru Kira. Keduanya sontak diam, fokus pun beralih pada gadis itu. "Kalau kalian nggak bisa bantu aku, pergi sana bertengkar saja di luar, aku bisa sendiri kok."
Rio dan Glen sama-sama diam, merasa bersalah. Kira dengan cepat menyambar plastik sampah di tangan Glen, bergerak menjauh dari keduanya. "Ini semua gara-gara lo, Kira marahin kita berdua kalau saja lo nggak nyolot." Rio berbisik kesal.
"Lo kali yang salah, bukannya ngejawab malah nantangin."
"Siapa yang nantangin lo? nggak ada gue nggak nantangin lo."
"Udah deh jawab aja, ngapain lo ada di sini?" tanya Glen sudah muak dengan keberadaan Rio.
"Gue mau ambil helm yang ketinggalan, gue kasihan sama Kira makanya gue mau bantuin dia."
"Kasihan? Lo kasihan sama Kira?" Rio mengangguk pelan. Entah kenapa Glen sontak tertawa, tawa cekikikan.
"Apa sih yang lucu?"
"Iya lucu soalnya sejak kapan sih lo punya empati sama seseorang?" Senyum Glen menghilang. Tatapannya tajam langsung diarahkan pada Rio. "Sama teman saja lo nggak kasihan apalagi sama gadis yang baru lo kenal beberapa hari lalu jelaslah gue nggak percaya."
"Lo pasti disuruh sama Ita, kan buat ngedeketin Kira karena Ita nggak terima gue deket sama Kira."
"Jangan bicara sembarangan! Buktinya apa gue sekongkol sama Ita?" tanya Rio tak menerima tuduhan Glen.
"Udah deh jangan munafik, gue tahu kok Ita sengaja bikin Kira lambat pulang minta dia ngebersihin ruang rapat supaya lo bisa pura-pura bantu dia. Biar Kira itu jauh sama gue."
Rio terdiam. Meski ucapan Glen itu adalah sebuah terkaan, dia terkejut Glen bisa menyimpulkan segalanya dengan benar. Rio memang datang ke ruang rapat semata-mata dia disuruh oleh Ita untuk menemani Kira.
"Kalau lo diam berarti benar dong dugaan gue." Senyuman puas Glen entah kenapa membuat Rio emosi. Dia tidak suka diejek seperti ini apalagi jika yang mengejeknya adalah Glen.
Rio ikut tersenyum. Sebuah senyum angkuh. "Terserah lo mau bilang apa tapi gue memang niat bantu Kira. Ketimbang lo bicara hal-hal yang nggak masuk akal, mending lo pergi aja. Lo nggak dibutuhin di sini."
Dari kejauhan Kira berjalan menghampiri. Rio bergerak masuk ke dalam mencari sapu sedang Glen menunggu Kira.
Ketika mata Kira dan Glen beradu pandang, Kira mendengus kesal, masih marah. Dia pun melewati Glen ingin melanjutkan pekerjaan. "Kira," panggil Glen lembut.
Kira membalikan badan, menunggu ucapan Glen. "Maaf ya, gue keterlaluan. Gue memang mau bantu lo kok jadi jangan suruh gue pulang."
Gadis itu diam, menimbang sebentar ucapan maaf Glen sebelum akhirnya membuang napas kasar. Kira kemudian memberikan alat pel untuk Glen. "Kamu bantu ngepel ya, aku mau lap meja, kursi sama kaca jendela."
***
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra
Novela JuvenilKirana menyimpan rasa suka kepada Bian tapi Biam malah menyukai Anggi, sahabat Kirana siswi "most wanted" di sekolah mereka. Dalam kekalutan hati, muncul Glen Argantara, pemuda menyebalkan yang suka membuat Kirana bingung . Banyak gosip beredar namu...