Terjebak

9 3 0
                                    

Kira turun dari motor begitu Rio menghentikan laju motornya tersebut. Gadis itu menyunggingkan senyum manis. "Makasih udah nganter sampai di rumah, kapan-kapan aku traktir di kantin sekolah sebagai tanda terima kasih."

Dia sungguh bersyukur dengan adanya Rio. Jika tidak mungkin sekarang ia masih dalam perjalanan. Dari arah rumah, Ibu Kira berjalan keluar. "Kira kok kamu baru pulang? Ibu khawatir loh," ucapnya.

"Ayah sudah datang?" Kira balik bertanya. Cemas jika dirinya di interogasi.

"Ayahmu lembur tadi sempat nelpon, masuklah kamu kelihatan lelah sekali."

"Iya bu, aku masuk dulu ya. Rio, makasih karena sudah menolomgku." Tinggallah Ibu bersama Rio yang menjulurkan tangan ingin menyalami.

"Aku pamit ya Bu," ucap Rio.

"Nak ini siapa ya? Kok baru saya lihat," sahut Ibu Kira.

"Temannya Kira nama saya Rio baru kenalan hari ini juga, sampaikan juga saya mau berterima kasih karena dia mau membantu kami pengurus osis dalam kegiatan pramuka tadi." Ibu Kira mengangguk paham.

"Makasih ya nak Rio sudah bawa dia pulang, lain kali mampir ya biar kita bisa lebih lama mengobrol."

"Iya bu pasti," balas Rio singkat.

Rio kemudian memutar balik arah motor lalu pergi dari rumah Kira. Ibu Kira bernama Melia lekas memasuki rumah. Dia mendapati Kira tengah bermalas-malasan di depan tv dengan wajah kusam.

"Aduh anak putri Ibu belum mandi," katanya memulai pembicaraan.

"Ibu Kira lagi capek sekarang, nggak mau ngobrol dulu."

"Iya, iya cepat mandi ya jangan sampe Ayah datang ngeliat kamu kusam kayak gini bisa-bisa dia cecar kamu sama banyak pertanyaan." Teguran dari Ibunya hanya dibalas gumaman. Saat itu pula suara notifikasi dari ponsel Kira yang sedang di isi baterainya mulai terdengar begitu Kira menyalakannya.

Ada notifikasi chat dari Anggi, nomornya yang masuk grup kepengurusan osis dan Glen. Iya, ada notifikasi dari si bocah tengil. Pesan singkatnya hanyalah bertanya ia berada di mana.

"Di rumah ada apa?" tanya Kira membalas chat Glen. Tak lama pemuda itu mengirim fotonya yang diboncengi oleh Rio. Fotonya tampak biasa namun Glen memberikan emoticon marah.

"Dari tadi aku tiba-tiba di minta bantuan oleh salah seorang pengurus osis, aku ikutlah kegiatan mereka. Saat aku pulang ada seseorang yang mau mengantarku pulang," tulis Kira panjang lebar.

"Siapa dia?" tanya Glen.

"Rio, pengurus osis juga dan kayaknya dia di kelas 2-A." Setelah itu tak ada balasan untuk waktu yang cukup lama. Kira kemudian pergi ke dapur untuk mandi beberapa menit.

Gadis itu mengambil ponselnya sehabis mandi mengecek chat yang masuk. Dia jadi lupa dengan chat Anggi karena fokus chat Glen. "Ini udah ada di rumah, maaf ya lama balas soalnya baru habis mandi."

"Iya nggak papa, aku udah pesan kue ulang tahunku dan latihan hari ini. Besok temenin aku mau beli baju buat ulang tahun."

"Iya besok aku ada waktu kita jalan-jalan." Kira menambahkan emoticon senyum disertai hati. Percakapan usai begitu chat Glen masuk lagi.

"Kok nggak kasih kabar sama gue? Gue bisa kok nyempetin waktu buat jemput."

"Ya maaf nggak punya waktu, ponsel juga habis baterai gimana bisa aku hubungin kamu." Kira memberi alasan.

"Makanya nomor gue itu harus hapal di luar kepala biar langsung hubungin gue pake ponsel orang lain."

"Idih emang kamu siapa sampe aku harus hapal nomormu?" tanya Kira kesal.

"Calon suami lo lah!" balas Glen mantap.

"Sejak kapan? Jangankan lamaran kamu aja bukan pacarku, enteng banget nulis calon suami kalo kita nggak jodoh gimana?" Kira segera menutup chat percakapan Glen dan pergi ke dalam kamar.

Suara notifikasi kembali menyita perhatian Kira yang sibuk mengerjakan PR. Glen kembali membalas. "Gue yakin kita bakal jodoh, gue punya firasat baik."

"Aku tak percaya, mana ada lelaki punya firasat, kalian kan lebih mementingkan logika." Kira menyahut sinis.

"Tapi firasat gue sering benar, di masa depan kita akan punya restoran yang terkenal di dunia, cabangnya ada di mana-mana dan kita bakal kelola toko kue enak bersama dua anak kita. Dua-duanya cewek pasti gemesin."

"Eh siapa bilang mau cewek? Aku juga mau anak cowok," ujar Kira tak terima.

"Oh kalau gitu tiga anak." Kira menautkan alis. Ini kenapa tiba-tiba mereka berdebat tentang anak, nikah saja belum.

"Lah kok jadi ngomongin anak? Nggak usah chat aku lagi, aku sedang ngerjain tugas nih."

"Iya, iya bawel. Met malam Kira." Kira dengan kasar melempar ponsel di atas kasur mungkin dengan begitu Kira merasa damai namun baru beberapa menit ketenangan dering hp kembali mengganggu.

Kira buru-buru mengangkat saking kesalnya. Hanya satu orang yang suka usil kepada Kira yaitu Glen.

"GLEN, AKU BILANG JANGAN CHAT! KOK MALAH NELPON SIH?!" bentak Kira.

"Glen? Ini Ita bukan Glen." Kira langsung membeku. Rasa kesal langsung sirna berganti cemas. Ia takut akan ada masalah lagi untuknya karena membentak Ita.

"Ita, wah maaf ya dari tadi ada yang menggangguku jadi-"

"Yang mengganggumu itu Glen?" tanya Ita dari seberang.

Kira menggigit bibir. Pasti masalah besar akan menimpanya ketika ada nama Glen. Dalam hati Kira segera mengomel diri sendiri.

"Ah lupakan soal itu, kamu sudah lihat di grup osis? Besok setelah pulang sekolah jangan pergi dulu ada rapat aku ingin minta tolong padamu kami sedang-"

"Maaf tapi besok aku tidak bisa, aku sudah janji pada Anggi mau nemenin dia jalan-jalan lagi pula aku bukan pengurus osis kenapa tidak minta orang lain saja." Kira memotong dengan cepat.

"Tapi ini mendadak hanya kamu yang bisa aku andalkan sekarang." Ita memelas. Bukannya polos, Kira sepenuhnya sadar dengan sikap Ita yang selalu melekat. Kalau bisa jujur Kira sebenarnya malas menanggapi apalagi ini kedua kalinya Ita memutuskan tanpa bertanya lebih dulu padanya.

"Kau sudah janji Ita dan aku menuruti kemauanmu, maaf aku tak bisa, minta orang lain saja. Oh ya lain kali jangan masukan aku ke dalam grup OSIS tanpa persetujuanku dan tolong apapun yang berkaitan dengan kegiatan melibatkan aku tanya dulu jangan masukan namaku sebelum bertanya lebih dulu." Kira mematikan telepon dan keluar dari Grup OSIS tak peduli nomornya di tag oleh seseorang.

Seketika itu juga riwayat grup di hapus dan tak lupa memblokir nomor telepon Ita. Kira sungguh tak mau ikut campur apalagi dalam kegiatan sekolah yang seharusnya sebagai orang asing Kira tak boleh menempatkan diri. Bagaimana jika terjadi masalah dan ia disalahkan. Ita tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Dia bisa melakukan apa saja agar orang yang ia benci kalah telak.

SCHOOL SERIES : Teman Tapi Mesra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang