Bagian 13 : Keinginan

1 2 0
                                    

"Tidak, aku tidak mau melakukannya." Larry menyanggah permintaan Lyra yang tidak masuk akal. "Aku tidak mau menyakiti mu, Lyra!" Seru Larry.

Lyra tersenyum, "kenapa seseorang terus menganggap hidupku ini sangat penting? Padahal aku merasa lebih baik mati daripada harus menghadapi ketidakjelasan tentang kehidupan ini."

"Mengapa kau berpikir begitu? Kau itu penting!" Larry sudah agak kesal.

"Apa pentingnya orang lemah seperti ku?" Kini Lyra agak meninggikan nada bicaranya.

Semua yang Lyra katakan hanyalah untuk melindungi orang-orang yang tidak bersalah. Lagi pula, keberadaannya di Prasium seakan menjadi permulaan bencana. Jika tidak ada cara lain untuk menghentikannya, mau tak mau Lyra harus mati. Namun, Larry tidak menginginkan hal semacam itu. Mungkin baginya ada cara lain agar bencana yang tidak diinginkan itu terjadi. Entah cara macam apa, tapi alasan Lyra sesungguhnya hanya untuk mengakhiri penderitaannya.

Kalimat 'bunuh aku, jika aku kehilangan kendali' adalah ungkapan yang sebenarnya sangat sulit untuk dikatakan.

"Kau pikir aku mau melihatmu terus menderita begini? Kau pikir aku tahan melihatmu menahan semua derita itu sendirian? Kau pikir.. kau pikir aku tidak menginginkanmu bahagia?" Larry menggenggam kedua tangan Lyra yang terasa dingin.

"Sudahlah, aku tidak bermaksud begitu." Lyra tersenyum diakhir katanya.

"Kau tidak boleh terus begini!" tukas Larry. "Kau harus bertahan sampai kita tahu siapa pelaku dibalik semua ini."

Lyra sendiri tidak mau mendengar nasehat apapun, dia sudah cukup mengerti dengan keadaan yang sesungguhnya. Hanya saja, hatinya berat menerima kenyataan bahwa Rick tidak bisa beristirahat dengan tenang bahkan setelah dia meninggal. Apakah itu bertujuan untuk menebus dosa-dosa yang sudah dilakukan Rick? Atau hal semacam itu?

"Ya, terima kasih banyak Larry. Aku menyayangimu." Lyra menarik Larry ke dalam pelukannya, merangkul adiknya dengan hangat penuh sayang. "Kalau begitu, biarkan aku sendiri dulu, aku butuh waktu. Aku juga ingin istirahat."

Saat pelukan itu terlepas, Larry menatap Lyra beberapa detik sebelum akhirnya mencium dahi kakaknya. "Aku juga menyayangimu Lyra, istirahatlah kalau begitu. Kau tahu, kau bisa mengandalkan aku."

Senyuman terukir di wajah Lyra, bahkan untuk merasa tenang meski sudah ditenangkan, hatinya tetap tidak bisa menerimanya. Ada begitu banyak hal yang harus diperhatikan lebih lagi sekalipun sudah meninggal, seseorang tetap harus dijaga dengan baik.

"Kirim salam pada Clementine dan Arius, ya."

Larry yang berjalan menuju pintu untuk segera keluar kini menoleh ke arahnya lagi, "ya, akan ku sampaikan. Selamat tidur, Lyra." kemudian menutup pintu kamar tersebut.

Lyra terbangun setelah memejamkan mata selama sekitar dua jam, tidak tahu pasti apa yang menggangunya saat itu tapi dia sudah tidak bisa melanjutkan tidurnya lagi. Padahal dia perlu istirahat demi menyelamatkan pikirannya dari hal-hal buruk yang akan berdatangan, tapi lagi-lagi rasa kantuk itu hilang begitu saja saat dia terbangun. Dia tidak bermimpi yang aneh-aneh dan tidak merasa kedinginan, seakan-akan ada yang memintanya untuk terjaga sampai pagi.

Dia melirik ke arah jendela yang tertutup selembar kain satin berwarna putih yang sudah lusuh, keadaan di luar sana masih gelap gulita. Lyra tidak tahu akan melakukan apa di tengah malam yang dingin itu, ingin sekali kembali tidur tapi dia tidak mengantuk lagi, bahkan tubuhnya terasa segar dari sebelumnya. Perutnya tidak lapar dan dia pun tidak ingin membuang air sama sekali.

Pikiran konyol sempat terlintas dibenaknya, yaitu pergi berjalan-jalan keluar seperti dulu. Memang tidak seharusnya dia pergi keluar di tengah malam gelap yang dingin itu, tapi sepertinya itu adalah rencana yang bagus, Lyra sendiri juga rindu dengan kegiatannya yang lalu, menghabiskan waktu di luar dan berjalan-jalan seorang diri.

Another War : Silver FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang