Bagian 18 : Pertarungan Berat Sebelah

2 2 0
                                    

Sebenarnya, Lyra ingin melakukan suatu kegiatan—terserah apa, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Jadi menuju siang hari itu dia hanya uring-uringan di beranda rumah alih-alih menjaga rumah.

Larry pergi bekerja usai sarapan pagi itu dan Lyra bersyukur dia tahu ada kemajuan dalam penyelidikan, meski dia sangat ingin tahu alasan dibalik pencurian ilegal tersebut secepatnya. Namun, itu tidak mungkin.

Ternyata Prasium sangatlah luas dan penduduknya sangat banyak, terlebih mereka tidak bisa sembarangan menggeledah suatu rumah. Tidak seperti di Portsmouth yang nampak memaksa alih-alih membawa surat pernyataan peringatan yang diberikan hari itu juga, bukan dua hari sebelumnya atau sehari sebelum penggeledahan dilakukan.

Lyra melihat rumah di sebelahnya—tempat tinggal Sean dan Tobias—dengan perasaan yang bercampur. Matanya melihat beberapa pot bunga yang sudah ditanamkan beberapa tanaman, tapi pikirannya bercabang ke arah lain. Lyra seakan bisa melihat Sean, Tobias dan Rick tengah bersenda gurau di beranda tersebut. Perasaan itu tiba-tiba muncul dan membuat dadanya seketika jadi sesak, tapi Lyra berhasil tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Jangan menangis, Lyra, aku di sini.." 

Lyra membayangkan Rick mengucapkan kalimat itu sambil berjalan ke arahnya. Namun, apa yang baru saja dia bayangkan tidak akan pernah terjadi sekalipun. Kalaupun di kehidupan lain dia dilahirkan sebagai Lyra, sulit untuk bertemu Rick, bisa-bisa di kehidupan itu Lyra yang lebih dulu meninggalkannya.

Perempuan itu akhirnya menangis, lagi, dengan perasaan yang bercampur aduk. Entah kapan dia akan berhenti menangis saat mengingat laki-laki itu, yang bersikap lembut padanya, penuh perhatian. Meski mulanya Rick sempat meninggalkan Lyra dan membuatnya berada dalam kesulitan, itu karena Rick sedang dalam pengaruh Valdes dan bukan seratus persen kesalahannya.

"Kapan aku benar-benar bisa berhenti menangis saat mengingatnya?" Lyra bergumam pelan sembari mengusap air matanya dengan kedua tangannya.

"Tidak apa-apa untuk bersedih,"

Lyra kaget mendengar adanya jawaban, padahal dia yakin sudah bergumam sangat pelan tapi masih ada yang berhasil mendengarnya. Dia melihat ke sumber suara dengan cepat dan dia semakin terkejut mendapati Rowan tengah bersandar di tiang beranda rumahnya dengan topi di salah satu tangannya.

"Semakin kau mencoba untuk berhenti, rasanya akan semakin sulit." Pria itu kemudian menghampirinya, duduk di kursi sebelah Lyra padahal Lyra belum mempersilahkan. "Tapi dengan terus bertahan dan melanjutkan hidup, kau sudah luar biasa." tambahnya.

Lyra tidak asing dengan kata-kata yang diucapkan oleh Rowan barusan, dan benar saja, dia kembali teringat ucapan Rick.

Ku duga, kau pada akhirnya bertemu dengan ibu mu, ya Rick. ucap Lyra di dalam hati. Kita berdua sudah bertemu dengan keluarga kita masing-masing, meski dalam dunia yang berbeda. Lanjutnya dengan sisa perasaan sedihnya.

"Terima kasih, Rowan. Dan, aku baru menerima surat pernyataan perintah dari pamanku hari ini."

Pria itu menautkan alisnya, agaknya dia kebingungan dengan apa yang akan Lyra sampaikan.

"Itu artinya aku percaya padamu."

"Oh.." ucapnya, "terima kasih juga kalau begitu."

Bukan hanya gelagatnya, tapi Rowan memang orang yang nampak aneh.

"Lalu, tujuanmu?"

Rowan menaruh topinya di atas paha, "aku sampai lupa. Padahal aku bilang sampai bertemu dua hari lagi, tapi aku mendengar kau butuh seorang lawan untuk diajak bertanding? Apa aku boleh mencalonkan diri?"

"Jadi kau ingin bertanding denganku? Itu lah sebabnya kau kemari?"

Bahkan Lyra tidak repot-repot untuk bertanya dari mana dia mendengar hal itu karena terlalu senang mendengar ada yang mau bertanding dengannya. Menunggu sang ayah kembali, rasanya dia tidak akan membawa kabar baik.

Another War : Silver FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang