Udara dingin musim gugur mengelilingi atmosfer rumah, sinar rembulan yang mengintip dari celah-celah pohon memberi kesan dramatis malam itu. Hanya ada suara jangkrik di balik tanah di bawah kolong beranda rumah tersebut.
Lyra duduk seorang diri di sana, sementara Orance dan lainnya sedang membahas banyak hal di ruang khusus tamu. Sean yang baru saja kembali harus pergi lagi karena orang tua tirinya sudah mengetahui identitas asli anak itu, entah bagaimana dia menjelaskannya sampai harus memberitahu tentang hal itu yang mana melanggar aturan resmi para manusia serigala. Namun, Lyra tahu kalau Sean tak punya pilihan selain mengungkapkan yang sebenarnya, mencari alasan untuk putus sekolah dan pergi begitu saja meninggalkan orang tua hanya akan membuat para orang tua khawatir.
Semilir angin kembali berembus, membawa aroma basah dari dalam hutan. Lyra begitu rindu berada di sana, keadaan sunyi yang membuatnya berhasil mendengar suara napasnya sendiri. Entah mengapa, dia jadi teringat awal mula dari segala hal yang terjadi. Padahal itu baru saja terjadi beberapa bulan lalu, tapi terasa sudah sangat lama. Pertemuan yang tidak sengaja dengan Rick, kebohongan laki-laki itu, yang setelah dipikir-pikir ternyata tidak seburuk itu. Lyra bahkan mengira kalau tatapan mereka yang bertemu di hari itu adalah sebuah takdir yang entah bagaimana tidak ingin dia hindari. Ada begitu banyak hal yang terjadi dalam perjalanan, tapi mereka tak sempat membuat banyak kenangan indah. Meski begitu, untuk menyesalinya Lyra sudah tidak ingin, yang dia pikirkan sekarang adalah bagaimana dia akan mengungkapkan kejahatan yang terjadi di Prasium. Rick memang tidak punya keluarga sedarah yang tersisa untuk menuntut hal tersebut, tapi Lyra—yang seakan sudah menjadi wali—memiliki hak untuk melakukannya.
"Bersabarlah sedikit lagi, Rick.." gumamnya.
Sudut matanya yang melengkung karena tersenyum ketir itu tidak tahan menampung lebih banyak air mata, tapi Lyra buru-buru menyeka air matanya itu. Akan ada masalah lain kalau Orance dan Peal sampai tahu mengenai itu, tapi sepertinya cepat atau lambat mereka akan tahu juga tentang itu, terutama tentang Lyra yang sempat berpacaran.
Lyra beranjak dari duduknya untuk berjalan ke arah samping rumahnya, melihat pohon pinus yang pernah dinaiki oleh Rick dan laki-laki itu terjatuh setelahnya. Tindakannya itu memang terdengar konyol, tapi sukses membuat Lyra mengukir tawa di wajahnya.
Saat diingat kembali tentang perilaku Rick yang berusaha meminta perhatian dari Lyra agaknya menggelikan, tapi akhirnya usaha laki-laki itu tak ada yang sia-sia. Setidaknya untuk beberapa hal, Rick benar-benar sudah menolongnya. Lyra jadi rindu mendengar suara detak jantung yang tenang itu.
Sorot cahaya kekuningan dari arah lain menyadarkan Lyra, Sean akhirnya kembali. Lyra buru-buru menghampiri sahabatnya itu dan mendapati Orance dan lainnya sudah berada di beranda entah sejak kapan.
Tatapan aneh dari Orance seakan memberitakan kalau ada sesuatu yang ingin dia bicarakan dan Lyra hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Bagaimana?" Tanya Lyra ketika Sean keluar dari mobil.
Sean mendengus, "seperti yang kau bayangkan, tapi mereka sudah baik-baik saja dan mengerti dengan situasinya. Aku juga membawa barang lebih agar Tobias juga bisa menggunakannya."
"Wow, kau sempat memikirkan hal itu juga." Lyra agaknya terkejut. Padahal beberapa hari itu Sean nampak tidak mempercayai Tobias, tapi diam-diam dia memikirkan anak malang tersebut.
"Ayo, masuk, atau ada yang ingin langsung istirahat?"
Lyra mengerutkan dahi mendengar Peal mengucapkan itu, bukankah mereka sudah seharusnya berangkat?
"Kita akan tinggal dua hari lagi, pimpinan meminta untuk menunggu kedatangan orang kepercayaannya itu." Rowan sudah menjawab semua pertanyaan padahal Lyra belum bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another War : Silver Feather
FantasyBuku 2 [Hiatus] Disarankan untuk membaca Buku 1 terlebih dahulu. Di antara manusia serigala dan penyihir, akan selalu ada keberadaan vampir. Yang mana mereka lebih memilih tinggal di tengah-tengah Kota dan hidup berdampingan dengan manusia normal s...