Bagian 21 : Portsmouth

3 2 0
                                    

Waktu berjalan begitu cepat, malam turun bersama bintang-bintang yang memenuhi langit cerah tanpa awan. Meski sudah cukup lama berkendara tanpa berhenti sejak tadi pagi, Rowan belum ingin menepi untuk sekadar beristirahat karena dia pikir lebih baik mencari tempat yang lebih cocok untuk tidur daripada menepi di sembarang tempat yang malah mengundang marabahaya.

Lyra dan Sean setuju saja bila Rowan sendiri tidak keberatan, karena mereka percaya dengan Rowan yang penuh perhitungan itu, tahu mana yang lebih baik. Tidak seperti mereka yang sebelumnya, yang amatir.

"Kalau begini, kita tidak butuh waktu selama sebelumnya untuk menempuh Portsmouth." Ujar Sean kepada Lyra.

Lyra yang sudah merebahkan diri di kursi belakang sadar bahwa perjalanan yang dilakukan mereka kala itu benar-benar memakan banyak waktu. Melakukan beberapa kali pemberhentian alih-alih berlindung.

"Mendengar kau mengatakan itu, aku jadi rindu dengan mobilku." Gumam Lyra.

Sean tertawa kecil, "benar-benar perasaan yang aneh, tapi aku sungguh berterima kasih kau menyelamatkan kami."

Lyra menghadapkan wajahnya ke langit-langit mobil, jemarinya memain-mainkan rambutnya yang terurai. "Kalau saja orang gila itu tidak mengganggu perjalanan, aku tidak perlu merelakan mobil kesayanganku."

"Sepertinya perjalanan kalian terdengar menarik." Rowan urun bicara.

Sean yang tadinya menghadap ke Lyra, tiba-tiba berubah haluan. "Dari semua cerita yang ingin kau dengar, mungkin akulah yang paling tidak berguna."

"Aku setuju." Lalu Lyra tertawa begitu senang sampai tak sadar kalau suaranya cukup nyaring.

Perempuan itu jadi mengingat kontribusi apa yang sudah Sean berikan selain mengacau? Meski mulanya dia memang membantu, tapi setelah perjalanan lebih serius lelaki itu malah menghilang dan membuat Lyra kerepotan mencarinya. Lalu Sean membiarkan Lyra mengalami kesulitan dengan hanya marah-marah tidak jelas, entah Sean sadar atau tidak kalau dia sudah melukai Tobias karena kehilangan kendali.

"Mendiang Rick berhasil melindungi kami di awal-awal perjalanan, dan mungkin juga bisa dikatakan kalau dia menyelamatkan ku saat aku dalam masalah." Sean membawa pandangannya keluar jendela, keadaan gelap di luar dengan sedikit pencahayaan memantulkan dirinya di kaca jendela. "Kalau saja aku bisa percaya padanya lebih awal."

Lyra tak urun bicara, dia pikir dia cukup mengenal Rick selama perjalanan mereka itu. Walaupun mungkin ada beberapa hal yang disembunyikan darinya, semua itu sudah tidak membuat Lyra ingin tahu lebih banyak, mengetahui Rick mencintainya saja rasanya sudah cukup. Namun, karena melamun sambil memikirkan mendiang Rick, Lyra kembali teringat dengan penglihatannya dan sangat disayangkan kalau dia tidak bisa mengatakan secara langsung kepada Tobias sehingga dia hanya menuliskan surat yang menyampaikan tentang pencurian jasad itu.

Entah apa yang istimewa dari seorang Rick, dia hanyalah seseorang yang tidak beruntung sebab harus kehilangan orang-orang yang disayanginya. Dia tak beruntung karena bertemu dengan orang yang salah, alih-alih ingin membalaskan dendam ternyata dia hanya dimanfaatkan. Rick hanya manusia yang tidak beruntung, yang diubah jadi serigala untuk diperbudak, yang kemudian dipercaya sebagai sebuah alat untuk menghancurkan orang-orang di Prasium.

Jika saja Lyra bisa melihat dengan jelas wajah orang-orang yang ada dibaliknya, dia pasti sudah mencabik-cabik orang-orang gila tersebut karena melakukan hal ilegal secara terang-terangan. Lyra ingat dengan pesan Tobias dan ayahnya untuk tidak bertindak gegabah, oleh sebab itu dia meminta Tobias memantau sosok laki-laki yang melakukan ritual di pohon Jacaranda. Karena hanya Tobias yang memahami perasaannya ketika sedang berada di tempat itu, dan juga karena Tobias adalah satu-satunya orang yang benar-benar dekat dengan Rick.

Another War : Silver FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang