Keesokan harinya ketika Baek Gu tengah menikmati tehnya, telinganya menangkap derap langkah kaki kuda, dua ekor. Tak lama disusul oleh panggilan dari Yong Min yang memberi tahu bahwa ia dan Yong Rae sudah tiba.
"Hmm, sudah datang."
Baek Gu meletakkan gelas tehnya dan keluar dari rumahnya untuk menemui kakak beradik Han.
"Selamat pagi, Tuan Baek Gu," sapa keduanya.
Baek Gu mengangguk. "Hmm, selamat pagi. Sepertinya kalian cukup bersemangat."
"Ya, aku sudah tak sabar." Yong Min mengangguk membenarkan.
"Ini, kubawakan makanan seperti janjiku," Yong Rae mengangkat buntalan kain yang dibawanya.
"Hmm...bawa sini," perintah Baek Gu sembari duduk di atas rumput lalu menoleh kepada Yong Min. "Kau, coba bidik pohon itu. Perhatikan di sana ada titik yang sudah kubuat. Kau harus bisa mengenai target tersebut."
"Baik, Tuan Baek Gu. Atau kupanggil guru?" Yong Min mengangguk.
"Jangan panggil aku guru."
"Baiklah." Setelah itu Yong Min melangkah ke arah pohon yang dimaksud oleh Baek Gu untuk melihat targetnya.
"Coba kau bidik dari sini." Baek Gu menunjuk titik tak jauh darinya sambil menunggu Yong Rae membuka semua yang dibawanya.
Aroma lezat masakan Yong Rae seketika menguar di udara yang membuat Baek Gu tergoda untuk segera mencicipinya.
"Silakan," kata Yong Rae sembari memberikan sepasang sumpit kepada Baek Gu.
"Hem." Baek Gu menerima sumpit dan mencicipi sepotong lauk yang ternyata rasanya selezat baunya dan mulai makan, tetapi ia menjaga wajahnya tetap datar sambil terus mengawasi Yong Min. Sementara itu Yong Rae menanti reaksinya penuh harap. "Kalau caramu seperti itu, sampai usiaku seribu tahun pun, kau akan terus gagal."
Yong Min sudah mencoba sebanyak tiga kali dan gagal. Ia menoleh pada Baek Gu, menunggu petunjuk.
"Berdiri tegak dengan kaki dibuka selebar bahu. Pegang busur dengan santai, posisikan jari pada senar dengan jari telunjuk di atas panah dan dua jari di bawah. Tarik senar menggunakan otot punggung, bukan otot lengan. Gunakan matamu yang paling baik, lihat panah ke bawah dan sejajarkan dengan target," kata Baek Gu yang diangguki oleh Yong Min.
"Baik, Tuan Baek Gu." Yong Min pun mencobanya, tapi masih gagal.
Alih-alih memberikan komentar, Baek Gu hanya memperhatikan sambil makan. "Apakah dia pernah memanah sambil berkuda?" tanyanya pada Yong Rae yang duduk di sampingnya tanpa menoleh. Matanya fokus kepada Yong Min.
"Tentu saja," jawab Yong Rae sedikit tajam seolah adiknya baru saja dihina.
Baek Gu melirik Yong Rae dengan satu sudut bibirnya terangkat, lalu kembali fokus kepada Yong Min. "Apakah dia baru berlatih atau sudah lama?"
"Sudah lama. Dia berlatih memanah sejak kecil," jawab Yong Rae seraya menatap adiknya yang tekun berlatih.
Kedua alis Baek Gu terangkat, ia menoleh kepada Yong Rae sebelum kembali menatap Yong Min. "Seharusnya dia cukup mahir, kan? Kenapa seperti baru belajar?"
Yong Rae menatap adiknya dengan sedih. "Aku juga tidak mengerti. Aku tidak terlalu paham apakah dia sesungguhnya sehebat itu atau tidak mengingat kami belum pernah meninggalkan desa ini, hanya saja Yong Min tidak sebodoh itu. Setidaknya dia bisa mengimbangi kemampuan pasukan keluarga Han. Tetapi, setelah ibu meninggal, Yong Min seolah bukan dirinya lagi dan diperburuk dengan ayah menikah lagi. Tidak hanya ayah, kepala pasukan dan anggotanya lebih sering memuji Hong Sam Dol dan menganggap Yong Min anak kecil. Dia memang masih muda, tetapi bukan anak kecil lagi. Tujuh belas tahun bukan anak kecil, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of a Man
FantasyKim Eun Woo sudah hidup lebih dari seribu tahun dan ia sudah menghadapi berbagai macam kehidupan termasuk memanipulasi kematiannya sendiri, hingga suatu hari ia bosan hidup sendiri dan berharap bisa sepenuhnya menjadi manusia termasuk menjemput kema...