Tale 4

26 11 1
                                    

Sudah beberapa hari Yong Min belajar dari Baek Gu. Kemampuannya juga meningkat cepat khususnya memanah dalam kondisi diam tanpa kuda dari berbagai jarak. Seperti kata Baek Gu sebelumnya, ia hanya memolesnya saja, sebab pemuda itu sudah memiliki dasarnya dan memang memiliki bakat. Di saat yang sama, Yong Rae juga mulai diajari memanah. Bagi Baek Gu dan klannya, pria dan wanita sama-sama memiliki ilmu yang sama tentang seni bertarung. Yang membedakan hanya kemampuan setiap individu tidaklah sama. Sedangkan bagi manusia biasa, wanita tidak perlu harus memilikinya. Hanya saja, Baek Gu merasa perlu bagi Yong Rae mempelajarinya, setidaknya untuk membela dirinya mengingat kondisi keluarganya tidak sebaik dulu.

"Kau cukup berbakat, Nona, seperti adikmu," puji Baek Gu meskipun wajahnya masih tampak datar.

Senyuman di bibir Yong Rae merekah seketika. Ia senang karena kerja kerasnya dihargai, juga karena Baek Gu yang memberikannya. "Terima kasih."

Terus terang saja bahwa Yong Rae masih merasa takut karena aura Baek Gu sangat kuat dan mengintimidasi, tetapi ia juga bisa merasakan kebaikan lelaki itu, selain karena wajah Baek Gu yang menurutnya tampan.

"Tuan Baek Gu, maaf, boleh aku bertanya?" tanya Yong Rae hati-hati dan saat ini mereka tengah beristirahat sebentar.

"Katakan saja," jawab Baek Gu seperti biasa dengan wajah datar yang membuat Yong Rae tetap waspada karena takut membuatnya kesal.

"Kapan saya bisa menguasai semuanya?" Yong Min menelan ludahnya beberapa kali.

Sebelah alis Baek Gu terangkat, ia tidak langsung menjawab tetapi mengambil gelasnya dan minum. Ia juga tak tampak buru-buru ingin menjawab, justru terlihat santai dan menikmati minumannya.

Yong Min dan Yong Rae menanti penuh antisipasi, meskipun keduanya tidak berharap Baek Gu akan ramah kepada mereka.

Masih dengan tenang, Baek Gu meletakkan gelasnya ketika berkata, "Manusia dan keserakahannya."

Yong Min terkesiap mendengar ucapan Baek Gu, terutama sekarang saat makhluk yang berwujud manusia tampan, elegan dan anggun seperti seorang bangsawan tinggi itu menatapnya langsung seolah menembus hatinya. Kedua mata Baek Gu berkilat membuat keringat dingin mulai bercucuran. Ia menelan ludahnya berkali-kali.

Baek Gu berdiri dan mendekati Yong Min. Setiap langkahnya seperti sinyal maut segera tiba dan mengakhiri hidup kakak beradik Han dengan pelan dan menyakitkan. Ia membungkuk sembilan puluh derajat untuk menyamai tinggi Yong Min yang masih duduk dan menyamakan wajah keduanya agar sejajar.

"Tidak ada orang yang hebat dalam semalam, kecuali kau sedang bermimpi, anak muda! Jangan serakah! Kau melawanku saja belum becus!" kata Baek Gu pelan tapi dingin sambil menepuk pipi Yong Min.

"M-maafkan a-aku, T-tuan Baek Gu," ucap Yong Min dengan suara bergetar.

Baek Gu kembali berdiri tegak lalu mendengkus. Kemudian ia berjalan kembali ke tempatnya semula dan mengambil pedangnya, membuka sarungnya dan mengarahkan mata pedangnya ke arah Yong Min.

"Lawan aku!" perintahnya yang segera dikerjakan oleh Yong Min.

Adek Yong Rae itu segera berdiri kemudian mengambil pedangnya sendiri. Keinginannya untuk segera menjadi kuat dan hebat mengalahkan ketakutannya bahwa ia bisa terbunuh sewaktu-waktu oleh Baek Gu, baik dengan pedang maupun cara lain.

Ia tahu Baek Gu siapa, walaupun lelaki itu tidak pernah lalai menyembunyikan sosok aslinya, kecuali kedua matanya berkilat jika merasa marah. Sebetulnya warna rambutnya yang cokelat kemerahan saja seharusnya sudah bisa membuat seorang manusia waspada jika mau berpikir, sebab tak ada seorangpun yang memiliki rambut dengan warna demikian.

Namun, belum sempat mereka beradu pedang, dari jauh terdengar derap langkah kaki kuda dan itu tidak hany seekor.

"Cepat sembunyi!" perintah Baek Gu sambil menyimpan kembali pedangnya, lalu menarik tangan Yong Min di sebelah kiri setelahnya berjalan cepat ke arah Yong Rae dan menariknya juga.

The Tale of a ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang