04 -

115 10 3
                                    

Zoya memperlambat laju Camry putihnya, dari jauh terlihat sebuah bangunan megah yang biasa ia datangi hampir setiap hari. Zoya menyalakan lampu sein dan tak lama kemudian membanting kemudi ke arah kanan. Sorang satpam tersenyum ramah ke arahnya.

"Anya udah pulang Pak?" tanya Zoya dari balik jendela yang setengah terbuka.

"Kayaknya belum, Bapak belum lihat Anya pulang."

"Oh yaudah, terima kasih Pak. Titip Mobil ya." Zoya melajukan mobilnya kembali dan memberhentikannya berjejer dengan mobil yang lain.

Gadis itu meraih ponsel, mencari nama Anya dan menekan icon dial.

"Belum pulang?" tanya Zoya.

"Lagi beli nasi padang nih, tadi aku mampir ke perpus dulu. Tunggu ya," jawab Anya dari seberang panggilan.

"Okay."

Zoya menutup kaca jendela dan bergegas keluar. Setelah menekan tombol lock ia mengedarkan pandangannya sekilas. Bangunan ini sepertinya kurang cocok jika disebut sebagai kosan, karena fasilitas dan luas setiap unitnya hampir mirip dengan apartemen.

Kosan yang ditempati Anya hanya memiliki 10 unit kamar. Lima di lantai dasar dan lima di lantai dua, fasilitasnya juga sangatlah lengkap. Mulai dari gym, laundry, kamar mandi, water heater, wifi, AC, tv, kulkas dan mini kitchen di setiap unit. Setiap hari ada dua orang satpam yang akan berjaga bergantian siang dan malam. Meski akses masuk terbuka 24 jam, tetapi kosan ini khusus perempuan. Area parkir pun sangatlah luas.

Orang tua Anya mengeluarkan budget cukup besar agar anak mereka tinggal dengan nyaman di tempat ini. Awalnya mereka menawarkan apartemen, tetapi lokasi yang jauh dari sekolah dan kampus membuat Anya enggan. Lagi pula sahabat karib Zoya itu sudah tinggal di kosan ini sejak lama.

Zoya meninggalkan tasnya di mobil dan pergi dari parkiran. Melewati ruang laundry lalu menapakai tangga menuju lantai dua. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar paling ujung. Kamar no 10, kamar Anya.

Gadis itu duduk di sebuah kursi yang ada tepat di depan kamar lalu menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Sungguh, rasa kantuk kini luar biasa menyerangnya. Beruntung ia masih bisa sedikit berkonsentrasi di perjalanan tadi. Akhirnya, tak sengaja ia tertidur sampai sebuah tangan menyentuhnya dengan lembut.

Zoya tersentak dan menoleh cepat, didapatinya Anya yang terlihat kerepotan membawa beberala buku, map skripsi dan keresek berisi dua bungkus nasi padang lengkap dengan kerupuk jangek.

Dengan sigap Zoya meraih buku dan keresek yang dipegang Anya agar sahabatnya itu bisa mengambil kunci.

"Nasi sama lauk aku dipisah?" tanya Zoya.

"Iya, memangnya kenapa? Eh, tumben pakai cenala jeans. Emang nanti malam mau pergi? Sama siapa?" Anya membuka pintu tanpa mengalihkan pandangannya dari Zoya.

Zoya tidak menjawab, ia lebih memilih mengikuti Anya masuk ke kamar. Perasaan lega merasuki hati Zoya begitu saja, kamar bernuansa pastel dengan televisi besar di seberang tempat tidur itu sudah bagaikan rumah baginya. Beruntung Anya tidak pernah protes dengan keberadaanya. Meski ia kerap kali berlama-lama.

Tanpa kata Zoya menaruh bawaannya di meja lalu masuk ke kamar mandi untuk membasuk muka dan kaki. Ia paham betul si pemilik kamar tidak pernah suka pada siapa pun yang datang dan lalai pada kebersihan. Gadis itu menghela napas panjang lalu membuka laci meja belajar Anya.

"Anya. Aku gak akan ke mana-mana." Zoya menyodorka sebuah salep penghilang memar pada Anya yang baru keluar dari kamar mandi.

"Sudah kubilang pulangnya ke sini aja."

MELLIFLUOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang