Deru napas terdengar cepat dari seorang pria bertubuh jangkung yang tengah duduk di bangku taman komplek. Dadanya naik turun seiring dengan tarikan napas yang terengah-engah. Pria itu menutup tumbler-nya pelan dan memandang ke sekitar seraya mengusap peluh yang mengucur di kening dan pelipis menggunakan haduk kecil yang tersampir di lehernya.
Pria itu melirik jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Sudah hampir satu jam ia berlari mengitari perumahan.
"Pagi Mas Arthur," sapa seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba menghampirinya.
Arthur tersenyum dan mengangguk hormat. "Pagi."
"Kebetulan ketemu di sini. Ini saya mau antarkan risol mayo pesanan Bu Devina, tapi saya buru-buru harus antar sekolah si bungsu. Sudah telat banget. Saya titip Mas Arthur saja ya?" Wanita itu menyerahkan sebuah tootebag berisi dua box risol mayo.
"Udah dibayar kok Mas. Terima kasih ya," ujar si wanita saat melihat Arthur merogoh saku celananya.
"Oh, Baik. Sama-sama Bu."
Setelah ibu tersebut menaiki sepeda motor dan berlalu, Arthur beranjak bangkit. Berjalan santai menyusuri komplek menuju rumahnya. Sepi, mungkin karena semua orang sudah sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Cukup jauh Arthur berjalan, akhirnya ia berbelok ke salah satu rumah besar tanpa pagar yang sangat asri. Sebuah taman kecil dekat teras menambah suasana menjadi lebih sejuk. Design modern dengan nuansaa putih coklat memberikan kesan elegan dan mewah.
Pria itu membuka pintu utama, melewati ruang tamu dan ruang tengah. Matanya bergerak-gerak ke sana ke mari seperti tengah mencari seseorang. Sesampainya di dapur ia tersenyum mendapati ibunya -Devina Pramudya- sibuk memasak dengan Mbok Yem -asisten rumah tangga mereka-.
Arthur menaruh tootebag yang ia bawa di atas meja makan lalu berjalan menuju kulkas. Mengambil air mineral dan menenggaknya sambil mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi.
"Kamu bawa apa?" Devina yang sudah menyadari kehadiran putranya tersenyum sambil membuka tootebag dan box yang tadi Arthur bawa.
"Risol mayo. Tadi Bu Riska titip, katanya Ibu yang pesan." Arthur mencomot satu buah risol. Ia mengangguk-angguk kala merasakan rasa gurih asin yang begitu nikmat memenuhi indera pengecapnya.
"Enak 'kan? Kamu mau sarapan? Ibu sama Mbok Yem masak ayam woku kesukaanmu. Kali ini gak terlalu pedas."
"Boleh," jawab Arthur.
Devina menyimpan soup pot yang masih panas di atas meja yang sebelumnya ia beri alas. Harum rempah dan kemangi semerbak seketika kala Devina membuka tutup soup pot tersebut. Tak hanya ayam woku, Devina juga menyajikan nasi yang masih mengepul, tempe mendoan, sambal dan tumis pakcoy. Semua itu membuat perut Arthur semakin keroncongan.
"Harum banget Bu." Seorang laki-laki muncul dari arah ruang tengah. Jordie Pramudya -Ayah Arthur- kini duduk tak jauh dari putra semata wayangnya.
"Kamu gak kerja?" tanya Jordie.
"Shift malam Yah. Tumben Ayah belum berangkat!"
"Sebentar lagi ke pabrik, kamu mau ikut?" Jordie memperhatikan gerak-gerik Devina yang menyajikan nasi beserta lauk pauk untuk Arthur dan dirinya. Seulas senyum terukir begitu saja entah kenapa.
"Lain kali aja Yah, aku ada perlu ke kampus terus-"
"Tidur?" potong Jordie sembari menoleh ke arah Arthur yang tengah asik menikmati makanannya.
"Arthur shift malam Yah. Kalau gak tidur dulu 'kan kasihan," sergah Devina yang kini ikut bergabung.
Jordie menghela napas panjang, sulit sekali ia mengajak Arthur berkunjung ke kantornya, apalagi ke pabrik. Inginnya, Arthur mulai tertarik dan ikut mengelola pabrik dan klinik-klinik kecantikan yang ia punya. Toh sebenarnya Arthur tidak harus terjun sepenuhnya. Hanya tinggal mengawasi dan memastikan segala berjalan sesuai semestinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
ChickLit"Kamu tidak mau menurut? Apa susahnya menjauhi pacar sialanmu itu? Apa yang bisa membuatmu setuju dengan semua keputusanku? Kematianku, hah?! Anak tidak tahu diuntung! Sudah bagus aku kasih kesempatan untuk hidup, malah jadi pembangkang!" Renata men...