Waktu masih menunjukkan pukul sebelas siang, matahari semakin tinggi naik menyinari bumi.
Entah kenapa hari ini cuaca sangat cerah, bahkan langitnya terlihat halus berwarna biru muda dibalut awan yang agak tipis serta angin yang sejuk.
Jergas tengah berada di kamarnya bersama Javas, menonton serial drama Korea yang belum sempat Ia selesaikan.
Camilan seperti keripik kentang, coklat, kerupuk udang, popcorn bahkan ice cream ada di atas meja kecil untuk melengkapi acara menontonnya.
Tetapi Jergas tidak membutuhkan itu.
Jergas lebih membutuhkan Javas yang sekarang entah sedang melakukan apa di kamar sebelah.
Setelah kesepakatan sepihak tadi, lelaki itu langsung membawa serta laptop dan beberapa barang untuk menunjang kerjanya.
Termasuk dua kaleng kopi tentu tidak pernah ketinggalan.
Lelaki April mendengus kesal karena tidak bisa menikmati tontonan yang seharusnya sangat seru.
Pikirannya dipenuhi oleh sang kekasih.
"Javy beneran kerja, kah?" Tanya Jergas entah pada siapa.
Tadi sudah dua atau tiga kali Jergas ke luar kamar dengan dalih mengambil minum dan camilan. Padahal niat sebenarnya ingin melihat Javas.
Namun percuma saja karena pintu kamar sebelah dengan sengaja Javas kunci agar Jergas tidak bisa masuk.
Berbeda dengan Jergas yang sudah misuh-misuh menggerutu, Javas di tempatnya tengah serius.
Tidak masuk kerja bukan berarti dia bebas dari pekerjaan. Apalagi dia tidak datang karena terpaksa tertahan oleh sang kekasih hati.
Javas melirik jarum jam yang sudah hampir mendekati angka 12, dia teringat apa dia harus ke luar untuk makan siang bersama Jergas?
Tetapi akhirnya dia memutuskan untuk urung dan memilih menyelesaikan semua pekerjaan secepatnya.
Jergas kembali ke luar kamar. Matanya tak lepas dari pintu putih polos dengan gantungan bertuliskan kamar tamu.
Kekasihnya ada di sana.
"Dia ga akan makan siang?" Ucapnya dalam hati.
Agak sedikit curiga, Jergas pikir apa mungkin sebenarnya Javas tertidur di dalam sana? Dengan alasan bekerja agar tidurnya tak terganggu?
Apa Jergas sebegitu menyebalkannya sampai Javas memilih untuk menghindar dan enggan melihatnya?
Pikiran buruk yang sudah jelas tidak benar itu terus berputar di otak Jergas membuatnya jadi gusar sendiri.
Matanya memanas memikirkan semua kemungkinan terburuk.
Tanpa memikirkan perutnya yang berbunyi, Jergas memilih masuk ke kamar dan menangis.
Mengabaikan film yang masih terputar Jergas bersembunyi di balik selimut guna menutupi tangisnya.
Perdebatan batin antara meneruskan kerja atau menghampiri Jergas membuat Javas kini ke luar dari goa hitam yang membelenggunya.
Entah kenapa saat ke luar dia justru merasa sunyi. Atau karena kamar mereka kedap suara?
Atau Jergas pergi? Pikirnya.
Pintu kamar utama di buka, mata Javas disuguhi dengan tv yang menyala dengan suara menggelegar. Sedangkan di kasur ada gumpalan yang tertutupi selimut.
"Kebiasaan, bukannya dimatiin dulu malah langsung tidur."
Javas mendekat dan duduk di tepi kasur, tangannya mengusap bagian kepala Jergas yang menyembul.
"Sayang, bangun. Udah sore ini kamu belum makan siang." Ujar Javas seraya mengguncang gumpalan lucu berisi kekasihnya.
Merasa ada pergerakan kecil dari Jergas tapi tak kunjung membuka selimutnya, membuat Javas berpikiran aneh.
Lantas dia tarik kain tebal itu dan bisa dia lihat wajah sang kekasih yang berkeringat dan sembab.
"Kamu nangis?"
Rasa khawatir mulai menyambangi serta banyak pertanyaan tentang apa alasan Jergas menjadi seperti ini.
Javas maju semakin ke tengah membalik paksa tubuh bongsor Jergas menghadap ke arahnya. Bisa dia rasakan ada gerak berontak dari yang lebih tua.
"Kenapa? Aku tau kamu ga tidur, Jergas."
Tangan besar Javas menyingkap rambut halus sang kekasih yang terkesan lepek karena keringat.
Ada apa sebenarnya.
"Sayang? Kok malah makin nangisnya."
Lelaki Agustus sontak panik melihat buliran air mata turun satu persatu dari mata cantiknya.
"Ada apa sayang, kenapa? Mau cerita?"
Javas membawa Jergas ke atas pangkuan. Pinggang ramping Jergas dipeluk erat serta punggungnya diusap lembut.
Sekitar sepuluh menit tangis Jergas mulai reda dan Javas kini menatap lekat wajah sang terkasih yang begitu sendu.
"Udah mau cerita?"
"Kamu.."
"Aku? Aku kenapa, sayang?"
Jergas menepuk kesal dada bidang Javas disusul air matanya yang kembali jatuh.
"Kamu ngerasa keganggu sama aku ya? Aku nyusahin kamu ya, Javy? Aku terlalu manja sama kamu-"
"Hey, hey. Kenapa gitu ngomongnya?" Javas memotong omongan Jergas yang terlihat melantur.
"Siapa yang bilang kamu nyusahin? Nggak ada. Aku keganggu sama kamu? Nggak juga. Kalau kamu manja itu kan hak kamu dan aku suka kok. Kenapa mikirnya sejauh itu, sayang."
Jergas semakin mengeratkan pelukannya pada leher Javas. Mata bulat yang berkaca itu menatap sedih.
"Kamu minta pisah ruangan dengan alasan kerja dan nenangin diri, sampai dikunci pintunya biar ga keganggu sama aku kan? Kamu males liat muka aku ya, Javy? Aku bikin kamu kesal terus."
Kini Javas tau alasan kenapa kekasihnya menangis ternyata karena mengira Ia sedang menghindarinya.
Padahal Javas benar-benar bekerja, justru dia memburu pekerjaannya agar cepat selesai dan bisa bertemu kembali dengan Jergas.
Lagipula dia membuat alasan itu kan sebagai hukuman juga untuk Jergas. Kenapa jadi dia yang salah?
"Aku beneran kerja, sayang. Kan aku bilang tadi itu hukuman buat kamu dan kita juga cuma pisah ruangan bukannya beda Kota." Jelas Javas.
"Kalo aku takut kamu gangguin kenapa ga sekalian aja aku berangkat kerja tadi? Walaupun udah terlambat pasti lebih nyaman kerja di sana."
Jergas mengangkat pandangannya, wajah basah serta bibir yang mengerucut gemas menyapa Javas.
Karena tidak tahan Javas menyambar bibir tebal favoritnya, dilumat lembut tanpa tekanan.
Jergas yang diserang tiba-tiba tidak terkejut sama sekali justru dia ikut membalas lebih dalam.
Lelaki April segera menepuk bahu si Agustus karena kehabisan stok udara. Tetapi sang lawan main justru menahan tengkuknya enggan melepaskan.
"Ja-vy.."
Javas menjauh setelah dirasa puas dengan pangutan panas serta Jergas yang terus memberi tanda jika dia sudah kehabisan nafas.
Untaian saliva menjadi bukti seberapa intens pergulatan lidah keduanya.
"Mau ya?" Tanya Javas tersirat.
Jergas yang mengerti maksudnya hanya mengangguk. Sedetik kemudian suara basah kembali memenuhi ruangan.
thank you for coming and reading~
for support:
https://trakteer.id/tulisan_iyoo©Tulisan_Iyo
KAMU SEDANG MEMBACA
TOTALLY YOURS | JAEMJEN
FanfictionTentang Jergas Tirta Yudha dan Javas Evan Kalandra, baca aja.