Baru tujuh belas menit mereka meninggalkan parkiran, Jergas sudah bertanya demikian.
"Mau main di mobil?"
Apakah itu pertanyaan yang sangat lumrah atau bagaimana? Bisa-bisanya dia dengan mudah berucap.
Javas menggeleng pasti menolak. Kali ini dia tidak akan berbelas kasih meski Jergas menangis nanti.
Dalam waktu kurang dari satu minggu mereka sudah bermain terlalu sering, padahal biasanya hanya dua minggu sekali.
Siapa yang tidak khawatir?
"Gak dulu ya. Kalau kamu minta terus aku lebih baik pulang ke rumah." Ujar Javas enggan dibantah.
Hanya dengan ancaman ini mungkin Jergas akan menyerah.
Lelaki taurus melengos mendengar penolakan dari sang kekasih. Bibirnya maju mengerucut serta kedua lengan terlipat di depan dada.
Melihat itu Javas benar-benar tidak peduli, sesuai dengan tekadnya memilih untuk mengabaikan.
Jergas terus fokus menatap ke luar jendela kursi penumpang sedangkan Javas fokus menyetir seraya mencari cari tempat yang mungkin akan mereka tuju.
"Kamu mau makan?" Tanya Javas dengan sedikit menoleh pada sang kekasih.
Jergas tidak menjawab, masih sibuk dengan aktivitas melihat lalu lalang kendaraan lain tanpa mau menanggapi Javas.
"Sayang, mau makan ga? Kalau mau aku cari resto kalau ngga aku cari cafe. Kamu belum makan loh."
Masih tidak adanya tanggapan dari Jergas ternyata membuat Javas tersulut emosi.
Dipukulnya setir cukup kuat, menimbulkan atensi salah satu pihak yang memang sedang dicari perhatiannya.
"Aku nolak kamu karna khawatir. Kamu pikir berhubungan setiap hari itu ga bahaya? Tenaga kamu habis, energi kamu terkuras. Ga capek?" Luap Javas kali ini sangat serius.
"Berhubungan terlalu sering juga bisa merusak saraf otak, sayang. Itu fatal kalau beneran terjadi.—
—Ngerti ga? Kalau masih ga ngerti aku antar kamu pulang sekarang, jangan ketemu dulu sampai kamu bisa paham dan kontrol diri." Tegas yang lebih muda penuh penekanan.
Javas tidak pernah tidak serius dengan ucapannya. Lelaki Agustus itu langsung memutar kemudi berbalik ke apartemen setelah penjelasan panjangnya tidak mendapatkan jawaban.
Jergas tentu panik bukan main, dia tadi masih mencerna apa yang diucap sang kekasih dan baru mengerti.
Matanya berpendar gelisah ingin menjawab tetapi suaranya tercekat tak bisa dikeluarkan.
"Turun." Titah Javas sesampainya mereka di parkiran apartemen.
Ya, Javas tidak bercanda.
Tanpa menunggu Jergas, Javas keluar meninggalkannya dengan kunci mobil masih terpasang apik.
Dia berniat mengambil beberapa barang penting termasuk peralatan penunjang kerjanya sebelum pulang ke rumah.
"Javy, tunggu!!!" Jergas berlarian mengejar pintu lift yang sudah hampir tertutup.
Nafasnya tersenggal karena bercampur rasa takut, darahnya berdesir hebat.
"Aku minta maaf! Javy, aku janji nggak akan minta main lagi sampai kamu yang bolehin. Jangan pulang!! Javy, please." Jergas memeluk Javas erat.
Kedua lengannya bertengger erat di pinggang yang lebih muda yang kini hanya menatap lurus ke arah pintu lift.
"Javy!!! Please, aku minta maaf karna nggak dengerin kata-kata kamu. Aku juga minta maaf karna selalu buat kamu capek akhir-akhir ini. Aku kekanakan, aku nyusahin, aku—"
KAMU SEDANG MEMBACA
TOTALLY YOURS | JAEMJEN
FanfictionTentang Jergas Tirta Yudha dan Javas Evan Kalandra, baca aja.