Javas merasa terusik karena adanya pergerakan entah dari mana yang membuat kasur terus berderit.
Susah payah membuka mata guna melihat apa yang kini mengganggu tidurnya. "Kamu ngapain sih?"
Jergas yang tengah melakukan sesuatu sontak menegang. Desahan yang mula tidak begitu terdengar justru malah semakin jelas.
Suara Javas penyebabnya.
Suara berat khas bangun tidur yang sangat Jergas sukai, ternyata kini membantunya pelepasan.
"Beneran ga bisa tahan ya?" Tanya Javas lagi kali ini dengan nada tegas sekaligus bingung harus bereaksi seperti apa.
Pukul dua dini hari dia terbangun dan mendapati sang kekasih tengah memuaskan diri sendiri.
"Yang aku maksud ditahan itu kamu juga jangan main solo. Aku ngomong panjang lebar kamu dengerin ga?" Ujar Javas terdengar kesal.
Jergas yang merasa atmosfer di sana mulai tidak kondusif memilih untuk kabur lebih dulu ke kamar mandi.
Seiring dengan suara gemercik air, Javas sedikit merasa bersalah karena sudah memarahi sang kekasih.
Dia juga merasa sudah keterlaluan karena memaksa Jergas untuk tidak menuntaskan hasrat lelakinya.
Rasa khawatir itu nyata, Javas tidak mau jika nantinya entah salah satu atau justru mereka berdua menjadi kecanduan dan berakhir merugi.
Tetapi mungkin jika terlalu ditahan pun akan menjadi penyakit. Javas bingung harus bagaimana.
Ketika pikirannya mulai melanglang buana, tiba-tiba fokusnya berubah menjadi Jergas yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.
Terhitung sudah dua puluh menit.
Karena takut terjadi sesuatu, Javas dengan cepat beranjak menuju pintu putih yang tadi dimasuki oleh Jergas.
"Sayang." Tok tok tok.
"Kamu gapapa? Jergas, kenapa belum keluar." Ketukan kedua dan ketiga masih belum ada jawaban.
"Sayang, perlu aku dobrak? Jergas jawab!!" Rasa paniknya sudah diujung kepala ketika pintu putih itu akhirnya terbuka juga.
Jergas keluar dengan tanpa sehelai benang serta tubuhnya yang dibalut warna kemerahan.
Fokus Javas terjatuh pada pusat kenikmatan sang kekasih yang masih setengah tegang. Apakah sebegitu susah menahannya?
Atau memang karena ingin yang pada akhirnya sulit untuk dituntaskan.
"Sakit ya?" Tanya Javas merasa bersalah karena sudah mengabaikan sampai membuat Jergas merasa sakit sendirian.
Harusnya dia tidak egois.
"Kamu marah? Javy, aku nggak bisa nahannya.. aku udah berusaha untuk tidur tapi tetep nggak bisa. Aku gak mau dimarahin, tapi ini gimana caranya biar gak sakit." Jergas rasanya ingin menangis.
Di satu sisi dia takut Javas akan meninggalkannya, di sisi lain dia sudah kehabisan akal untuk menuntaskan hasrat yang tak kunjung hilang.
Dia sudah mengguyur tubuh dengan air dingin tetapi tidak ada hasil yang pasti. Rasanya tidak hilang.
Tanpa menjawab Javas langsung menggendong Jergas menuju ranjang dan dibaringkan perlahan.
Kecupan-kecupan kecil dibubuhkan pada wajah, leher sampai ke perut.
"Maaf ya? Harusnya aku ga marahin kamu untuk hal yang kayak gini."
"Aku yang harusnya berusaha nahan, Javy.. kamu bener mungkin nanti bisa jadi berujung sakit kalau terlalu sering. Tapi aku nggak bisa.."
"Aku bantu, sayang. Mau?"
Jergas menatap serius pada wajah Javas yang begitu tampan meski baru bangun tidur.
"Kalau boleh.." Cicit lelaki Taurus.
"Boleh. Mau sampai pagi juga boleh."
"Kita lanjut besok pagi, oke? Aku bisa izin kerja tapi sekarang aku ngantuk banget. Gapapa, sayang?"
Jergas langsung mengangguk patuh. "Tapi jangan dilepas, ya??"
Javas terkekeh melihat Jergas yang begitu menggemaskan. Tidak seperti beberapa menit yang lalu.
"Boleh, baby.. ayo tidur dulu."
Jergas sontak memeluk leher sang kekasih ketika lelaki Agustus itu ingin mengubah posisi mereka menjadi berbaring.
Javas memeluk Jergas dari belakang sesuai permintaan si pangeran kecil. Tanpa melepas tautan mereka.
"Selamat tidur, Baby Prince."
/yang mau baca harus 21+/
https://karyakarsa.com/tulisaniyo/red-night
Thank you for coming and reading~
for support:
https://trakteer.id/tulisan_iyoo©Tulisan_Iyo
KAMU SEDANG MEMBACA
TOTALLY YOURS | JAEMJEN
FanfictionTentang Jergas Tirta Yudha dan Javas Evan Kalandra, baca aja.