1.2 || Hadiah Untuk Adik Kecil

1.6K 139 2
                                    

Angin berhembus cukup kencang, dinginnya udara malam tak membuat semangat gadis yang masih mengamen sejak siang tadi itu mengurang, dirinya sekarang hanya bermodalkan hoodie yang cukup tebal untuk membuat tubuhnya lebih hangat. Dirinya hendak pulang ke rumah sekarang, Kakak-kakaknya pasti akan khawatir pada dirinya yang belum sampai rumah saat ini juga.

Zee membawa gitarnya dengan senyuman lebar, setelah menghitung uang yang ia dapatkan dari hasil mengamen dia terlihat senang. Cukup banyak karena dia mengamen dari siang sampai malam, semoga cukup jika dikumpulkan dengan uang kakak-kakaknya yang lain untuk membawa Shani ke rumah sakit, agar mendapat perawatan yang seharusnya dan segera melaksanakan operasinya.

Gadis dengan nama lengkap Gistara Azizi Reswara itu mengamen kesana-kemari, berjalan dari tempat ke tempat yang lain dengan membawa gitar. Kini dia pulang dengan hasil yang memuaskan.

Zee membuka pintu rumah pelan, diruang tengah ada Gita dan Eli yang sedang membantu Muthe mengerjakan pekerjaan rumah. Mereka terpaksa membantu Muthe karena Gracia belum pulang ke rumah sekarang, Zee menyenderkan gitarnya pada tembok lalu duduk disamping Gita. "Mandi Zee, bau," kata Gita, dia sedikit menjauh dari Zee yang bau keringat.

Bukan Zee kalau tidak usil, dirinya sekarang malah memeluk Gita erat lalu mencium pipi Kakaknya itu beberapa kali, setelahnya dia berlari menjauh sebelum remote televisi yang dipegang Gita melayang pada kepalanya. "Gue tabok lo ya!" Zee tak menghiraukan Gita, sekarang ia berjalan menuju kamar mandi tanpa melihat Gita yang sedang menatapnya tajam, wajah tanpa dosa sekali memang si Zee Zee itu. Dia masuk kedalam kamar mandi untuk melakukan ritual mandinya.

Gita, Eli dan Muthe berada diruang tengah, sementara Shani dan Christy berada dikamar sambil mengobrol ringan. "Kitty ngga ada pr emangnya?" tanya Shani setelah mendengarkan penjelasan Christy bahwa Muthe sedang mengerjakan pekerjaan rumah bersama Gita dan juga Eli.

Christy menggelengkan kepalanya. "Nggak ada kok, aman Kak!" Dia mengangkat kedua jempol tangannya.

Shani tersenyum tipis lalu mengangguk tanda paham. "Lima hari lagi kamu ulang tahun kan? Mau kado apa dari Kakak?" tanya Shani mengingat sebentar lagi adik bungsunya akan menginjak umur tujuh belas tahun.

Christy mengerutkan keningnya, dia baru ingat sebentar lagi akan berulang tahun. "Mau apa?" tanya Shani sekali lagi.

"Gak mau apa-apa Kak," Dirinya malah memeluk Shani sekarang. "Aku cuman mau Kakak sembuh, Kakak harus sembuh di hari ulang tahun aku. Itu bakalan jadi kado terbaik buat diri aku sendiri." Dirinya mendongakkan kepalanya untuk menatap Shani dengan matanya yang berkaca-kaca, lalu kembali menyembunyikan wajahnya pada dada Shani.

Shani mengelus kepala Christy lembut, melihat Christy yang terisak dalam pelukannya membuat hati Shani bagaikan disayat oleh beribu-ribu benda tajam. Adiknya menginginkan dirinya sembuh, tapi apa mungkin bisa? Shani tak yakin jika dirinya bisa sembuh. "Kakak bakal selalu berusaha buat sembuh," Shani mencium puncak kepala Christy lalu mengelusnya lembut.

"Janji harus sembuh ya?" Christy mengangkat kelingkingnya, Shani dengan tersenyum menautkan kelingkingnya pada kelingking kecil Christy. "Iya. Janji," Untuk siapa pun itu, tolong pegang janji Shani untuk saat ini.

Zee memasuki kamar, ia melihat Christy yang terlihat seperti sehabis menangis. Zee mengulum bibir atasnya, lalu mencium Christy dengan seenaknya. "Akh! Zoyaa!" Christy menjauhkan mulut Zee dari wajahnya.

"Bau!"

"Orang udah mandi! Wangi gini juga, hidung kamu kali yang bau," Tak ada habisnya Zee untuk menjahili orang-orang, melihat kedua adiknya yang saling mengejek, Shani hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.

Zee masih memegang pipi Christy, terkadang mencubitnya dan menciumnya juga. "Zoya diem ah!" Dia menepuk bahu Zee cukup kencang, mampu membuatnya meringis pelan.

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang